Jadilah Lelaki Perkasa, Seperkasa Kuda Putih

Tuesday, October 22, 2013

Rumah Tua

Ada seorang wanita yang menghuni rumah kosong di ujung desa; itu sudah menjadi rahasia umum. Jali sudah diperingatkan oleh ibunya agar menjauh dari sana.

“Kenapa?” tanyanya suatu kali.

Ibunya lebih suka mengelak daripada bercerita, “Di situ bukan tempat yang baik.” hanya itu yang dikatakannya.

Desa itu berbatasan langsung dengan laut, dengan sisi utara berakhir di ujung bukit, di bawah sebuah pohon beringin tua. Terdapat pagar kayu setinggi dada orang dewasa untuk memisahkan desa dengan rumah kosong itu. Sebagai anak yang penurut, Jali tidak pernah berusaha untuk menyelinap keluar. Dia cuma memandangi saja dari celah-celah pagar, mengagumi dari jauh bangunan tua yang sudah nyaris ambruk itu.

“Apa yang kau lihat?” sapa suara merdu di belakangnya.

Jali menoleh. Irana Lestari, istri pak RT, berdiri tak jauh darinya. Wanita itu tampak cantik dengan kaos putih dan rok pendek bermotif bunga yang dikenakannya.

“Cuma melihat rumah itu, cantik ya, mbak?” jawabnya polos.

“Tempat itu angker.” Irana menepis debu yang menempel di kaosnya yang tipis. “Kau tahu?”

“Tidak juga.” Jali menggeleng.

Wanita itu berjalan mendekat dan berdiri disebelah Jali, aroma tubuhnya yang wangi langsung membuat bocah kecil itu mabuk.

“Menurut cerita, rumah itu dikutuk. Hanya penjahat dan orang-orang putus asa yang tinggal disana.”

“Jadi wanita yang tinggal disitu adalah seorang penjahat?”


Irana memicingkan salah satu matanya yang bulat. “Hmm, tidak juga. Maksudku bukan begitu. Kau bisa saja dituduh sebagai penjahat hanya gara-gara mencuri sebiji tomat di pasar.”

“Maksud mbak, wanita itu tidak berbahaya?” tanya Jali.

“Bukan begitu juga. Orang baik akan berubah jadi jahat kalau tinggal di dalam rumah itu.” wanita itu mengalihkan pandangan, tidak mau memandang rumah itu lama-lama. “Pokoknya, kamu jangan sekali-sekali pergi kesana, mengerti?”

Irana

Jali tidak menjawab, penjelasan Irana barusan malah membuat bocah kecil itu makin penasaran. Usianya hampir enam belas tahun sekarang, selain itu, dia tidak bodoh. Jali tidak gampang untuk ditakut-takuti. Irana yang mengetahui keteguhan hati bocah itu, mencoba merayu dengan cara lain.

“Berjanjilah pada mbak, kamu tidak akan pergi kesana, nanti kuberi hadiah.”

“Hadiah apa?” Jali bertanya.

Irana memberikan bibirnya, “Kamu boleh mencium mbak sampai puas.” kata wanita itu.

Jali tertawa. “Nggak ah, mbak pasti bercanda.”

“Eh beneran, aku serius.” Dan sebagai tanda keseriusannya, Irana langsung menyambar dan mencium bibir tebal Jali, membuat bocah kurus kering itu terdiam tiba-tiba.

Jali mengusap-usap bibirnya saat istri pak RT itu melepas ciumannya. “Mbak beneran?” dia masih bisa merasakan kehangatan dan kelembutan bibir Irana yang barusan menempel di mulutnya.

“He-eh.” Irana mengangguk.

“Kenapa?”

Wanita itu mengelus rambut ikal Jali. “Ini tugas dari pak RT, aku harus mencegah kalau ada penduduk yang mau mendekati rumah itu. Dengan segala cara!”

“Sudah berapa orang yang mbak cium?”

“Baru kamu. Tidak ada orang yang mau buang-buang waktu untuk datang kemari, kebanyakan sudah takut duluan begitu mendengar ceritanya.”

Jali memandang rumah itu. Di matanya, bangunan tua itu tidak kelihatan seram sama sekali, malah kelihatan begitu menggoda. Jali ingin menjelajahi dan melihat bagian dalamnya. Tapi tawaran dari mbak Ira juga begitu menggoda, sangat tidak mungkin untuk dilewatkan, mustahil untuk menolak ciuman dari orang secantik Irana. Jali jadi bingung.

“Bagaimana?” Irana bertanya.

Jali memandang wanita itu sekali lagi. Wanita itu sungguh cantik memesona, dengan tubuh langsing memikat yang memesona. Payudaranya besar, sangat tidak cocok dengan tubuhnya yang kurus. Begitu juga dengan bokong dan pinggulnya, begitu bulat dan indah. Semua itu makin sempurna dengan kulit putih mulus yang membalut menutupi seluruh tubuhnya. Jali menelan ludah, membayangkannya saja sudah membuat bocah itu bergairah.

“Tapi rasanya kurang kalau hanya sebuah ciuman.” Jali mencoba menaikkan tawaran.

“Jadi apa yang kamu inginkan?”

Jali mendekat dan berbisik ditelinga wanita itu. “Tubuhmu.”

Irana mendelik. “Nakal kamu ya,” tapi kemudian dia tersenyum. “Ternyata nafsumu lebih tua dari umurmu.” Dan wanita itu tergelak.

Jali

Jali yang sudah tak sabar, segera mencopoti seluruh pakaiannya. Dengan tubuh telanjang, dia mengikuti Irana yang sekarang duduk di bawah pohon beringin tua.

“Hmm, besar juga punyamu.” Puji wanita itu saat Jali memberikan penisnya.

Bocah itu tersenyum bangga. Irana bukan orang pertama yang bilang seperti itu. Penis Jali memang besar, jauh di atas rata-rata anak seusianya. Benda itu sudah kelihatan matang dan padat di usianya yang baru beranjak dewasa.

“Kamu sudah sering ‘main’ ya?” tebak Irana sambil mengelus-elus benda hitam itu dengan sayang.

“Kok tahu?”

“Ya tahulah, mbak kan juga sering main.” Irana tertawa. “Kamu apakan kok bisa gede seperti ini?” wanita itu bertanya.

“Gak tak apa-apain, tahu-tahu sudah besar seperti ini.”

“Apa bisa jadi lebih besar lagi?”

“Mbak coba aja.” Tantang Jali.

Berlutut di depan bocah itu, Irana mulai melakukan pijatan-pijatan lembut yang membuai. Wanita itu mengusap dan mengelus-elus penis Jali dengan sayang. Irana mengurut mulai dari ujungnya yang runcing hingga kantung telurnya yang menggelambir. Jali mendesis lirih ketika Irana menjulurkan lidahnya dan mulai menjilati benda itu.

“Ough, mbak!” tubuh bocah itu bergetar karena keenakan.

Beberapa jilatan kemudian, Irana membuka mulutnya lebar-lebar dan melahap Penis Jali seluruhnya. “Hmmmp,” hampir saja wanita itu tersedak saat merasakan benda itu berdenyut keras dalam mulutnya, ukurannya juga menjadi sedikit lebih besar. Irana jadi kesulitan. Betapapun dia berusaha, tetap saja benda itu jadi menyulitkan. Sekarang cuma ujungnya saja yang masuk, kalaupun dipaksa, cuma bisa mentok sampai setengahnya saja. Benda itu terlalu besar untuk ukuran mulut Irana yang kecil. Tak lama, wanita itupun menyerah. Irana menarik penis Jali, dan sekarang, dia cuma mencium dan menjilatinya saja, tanpa berusaha untuk mengulum atau menghisapnya lagi.

“Gak muat ya, mbak?” Jali bertanya.

“Iya, gede banget. Mulut mbak sampai capek.”

“Punya mbak juga gede.” Jali menunjuk payudara Irana yang masih tertutup kaos putih tipis. Benda itu sekarang tampak makin menggoda dengan tonjolan putingnya yang menerawang keluar. “Boleh pegang?” Jali bertanya.

“Silahkan saja.” Irana mengangguk.

Sambil menelan ludah, Jali mengulurkan tangan untuk menyingkap kaos Irana ke atas. BH merah tipis yang masih menutupi, ia tarik hingga putus.

“Eh, jangan kasar-kasar,” Irana protes.

Tapi Jali tampaknya tidak peduli. Ia sekarang asik memandangi payudara Irana yang sudah terbuka. Bocah itu tertegun menatap betapa tonjolan besar buah dada wanita itu begitu indah dan menggoda. Benda itu begitu bulat dan padat, dengan ukuran di atas rata-rata. Putingnya yang kecoklatan tampak kontras dengan kulit payudaranya yang putih mulus. Membuat Jail jadi makin bergairah.

“Cuma mau dipandangi saja nih?” Tanya Irana menggoda. Dia mendorong buah dadanya ke depan dan menggoyang-goyangkannya di depan bocah itu.

“Eh, iya.. iya.” Jali tersadar. Tanpa membuang-buang waktu lagi, dia segera menyambar benda itu.

Awalnya, Jali cuma meraba dan mengusap-usap pelan. Tapi saat merasakan betapa benda itu begitu hangat dan kenyal, bocah itu jadi ketagihan. Tanpa bisa dicegah, Jali meremas dan memijit-mijit benda itu dengan keras. Tentu saja itu membuat Irana jadi melenguh kesakitan.

“Auw, jangan keras-ker…” kata-kata Irana terputus karena tiba-tiba saja Jali menunduk dan menyambar bibir tipisnya. Wanita itu tidak bisa menolak saat Jali melumat dan mencucup mulutnya dengan penuh nafsu.

“Hmmph,” Irana melenguh saat lidah tumpul Jali masuk dan membelit lidahnya. Sambil mencium, bocah itu juga masih terus meremas-remas payudara Irana yang sekarang makin kelihatan tegak mengacung, terutama putingnya, benda mungil kecoklatan itu sekarang jadi makin menonjol, membuat Jali makin betah untuk tidak beranjak darinya.

“Aaaahhh,” Irana memijit-mijit penis Jali sebagai pelampiasan. Dia juga tidak menolak ketika bocah itu menyingkap roknya dan menarik celana dalamnya ke bawah.

“Tiduran, mbak.” Bisik Jali sambil mengusap-usap kemaluan Irana yang bersih tak berambut.

Sekali lagi, tanpa banyak bicara, Irana langsung berbaring. Ia menggunakan baju Jali sebagai alas. Wanita itu membuka kakinya lebar-lebar saat melihat Jali yang berlutut diantara kedua kakinya. “Auwww,” dia menjerit saat Jali mulai menunduk dan menjilati kemaluannya. Bocah itu menyerang klitoris Irana dengan jilatan dan hisapannya yang panjang dan dalam. Irana jadi mendesis dan menjerit-jerit karenanya. Setelah dirasa cukup basah, barulah Jali berhenti.

“Masukin sekarang ya, mbak?” Tanya Jali sambil memposisikan penisnya dibibir vagina Irana. Wanita itu cuma bisa mengangguk sebagai jawabannya.

Dengan perlahan Jali mendorong hingga penisnya masuk dan tertelan seluruhnya. Ternyata cukup mudah. Rupanya vagina Irana sudah begitu lebar hingga benda itu bisa menampung penis Jali yang berukuran super besar. Tapi meski begitu, benda itu masih bisa mencengkeram penis Jali dengan kuat hingga membuat bocah 17 tahun itu melenguh keenakan. Setelah mendiamkan penisnya selama beberapa detik, Jali pun mulai menggoyang. Ia menggenjot pinggulnya dengan perlahan, membuat penisnya yang besar itu menggesek dinding kemaluan Irana dengan tidak terlalu cepat.

“Oohhh, goyang lebih kuat, lebih cepat, please!” Irana merintih. Dia begitu menyukai rasa penis Jali, benda itu seakan menyesaki dan memenuhi seluruh rahimnya. Penis Jali bisa menyentuh dan menjelajahi bagian-bagian yang selama ini tidak bisa dijangkau oleh penis-penis yang lain, penis-penis yang lebih mungil.

Jali tersenyum melihat wajah Irana yang memohon. Sambil meremasi buah dada wanita itu, Jali menambah genjotannya. Tapi tetap saja dengan tidak terlalu cepat dan terburu-buru. Bocah itu sengaja mengatur tempo. Dia tidak ingin kenikmatan ini berlalu begitu cepat. Jali ingin menikmati tubuh montok Irana selama mungkin.

“Ayo, jangan main-main lagi. Goyang lebih cepat.” Pinta wanita itu.

Jali mengangguk. Dia sudah mulai capek sekarang. Dan lagi, dia merasa penisnya sudah mulai senut-senut. Benda itu sudah ingin meludah membuang isinya. Inilah saatnya dimana Jali akan benar-benar ‘menghajar’ tubuh Irana. Sambil berpegangan pada pinggul wanita itu, Jali menusukkan penisnya keras-keras, lalu menariknya lagi dengan cepat, tusuk lagi, tarik lagi, tusuk lagi, tarik lagi, tusuk, tarik, begitu terus berulang-ulang dengan kekuatan dan kecepatan yang maksimal.

Irana langsung terpekik dan menjerit-jerit keenakan. “Ouggh, ya. Begitu. Terus, lebih cepat. Ouugggh! “ Wanita itu merintih dan mengerang. Beberapa kali sumpah serapah juga keluar dari mulut mungilnya saat Jali mendorong kencang hingga penis bocah itu menabrak pangkal vaginanya.

Daun-daun beringin yang berguguran di sekitar mereka makin menambah romantis suasana persetubuhan itu. Dua ekor burung pipit yang sedang kasmaran, hinggap tak jauh dari tempat mereka. Tapi dua burung kecil itu langsung terbang menjauh saat tiba-tiba saja Irana menjerit dan melolong panjang.

“Aarrgghhhh… aarrgghhhh…” Tubuh wanita itu bergetar. Badannya melenting kebelakang dengan mata terpejam. Keringat membanjir di seluruh tubuhnya. Dia orgasme.

Jali memeluk tubuh wanita itu. Dia segera mencium bibir Irana agar wanita itu tidak berteriak-teriak lagi. Bahaya kalau sampai ada yang mendengar. Dibawah, dirasakannya ada menyemprot-nyemprot penisnya. Cairan itu keluar begitu banyak hingga membuat kemaluan Irana menjadi sangat basah. Jali merasa seakan-seakan penisnya terbenam di dalam bubur hangat yang lembek. Benar-benar nikmat rasanya.

“Uh, aku keluar.” Bisik Irana dengan nafas ngos-ngosan.

“Iya, mbak, aku tahu.” Jali mencium pipi wanita itu dan membiarkannya untuk beristirahat sejenak.

Setelah Irana terdiam dan nafasnya mulai teratur, Jali kembali menggenjot tubuhnya. Kali ini langsung cepat dan keras. Irana yang sebenarnya sudah capek, mau tak mau jadi merintih dan mendesis-desis lagi. Penis Jali yang besar, keluar masuk di dalam vaginanya dengan lancar. Tidak butuh waktu lama bagi wanita itu untuk menggapai orgasmenya yang kedua. Tapi tepat saat dia mau menjerit, Jali sudah mendahului.

“Arrggghhhh,” bocah kecil itu menggeram dan menembakkan ‘amunisi’nya berkali-kali. Dia menekan penisnya kuat-kuat untuk menyemprot dan mengisi rahim Irana dengan spermanya yang kental.

“Aahhh.. aahhh..” Irana ikut merintih. Kemaluannya terasa begitu penuh. Apalagi tak lama kemudian, dia juga orgasme untuk yang kedua kalinya.

Lengkaplah sudah. Cairan cinta mereka bertemu dan bercampur menjadi satu. Jumlahnya begitu banyak hingga ketika Jali menarik penisnya, sebagian ada yang ikut merembes keluar. Irana menampung cairan itu dengan tangannya untuk kemudian dia usapkan ke kedua buah dadanya yang besar.

“Resep rahasia dari ibuku untuk mengencangkan payudara.” Jelasnya.

Jali mengangguk mengerti. Dia ikut membantu dengan mengoles-oleskan penisnya yang masih basah ke payudara wanita itu. Saat buah dadanya sudah mengkilap, Irana menggenggam benda hitam besar itu dan menimang-nimangnya dengan sayang. “Sini, kubersihkan.” Katanya. Irana kemudian menghisap dan menjilati penis itu.

“Apakah aku bisa merasakan tubuh mbak lagi.” Tanya Jali.

“Kamu suka dengan tubuhku?” Irana balik bertanya.

Jali mengangguk dan mengusap-usap tubuh Irana sebagai jawabannya.

“Kalau kau berjanji untuk tidak pergi ke rumah itu, kamu bisa merasakan tubuhku kapan saja.”

“Beneran?” Jali tak percaya.

Irana mengangguk. “Sebaiknya kita pergi sekarang. Mbak harus memasak, sebentar lagi bang Tobi pulang.”

Bang Tobi adalah suami mbak Irana, seorang pria hitam kekar yang juga menjadi ketua RT di kampung.

“Iya, mbak. Saya juga harus les. Bakal telat ini kayaknya.” Jali memunguti pakaiannya dan mengenakannya dengan cepat. Disampingnya, Irana sudah selesai memakai rok dan kaosnya. Sebelum berpisah, Jali memeluk tubuh wanita itu sekali lagi. Dia mencium bibir tipis Irana dan meremas-remas payudaranya yang besar dengan penuh nafsu.

“Hush, sudah-sudah. Nanti kamu telat lho.” Irana mendorong tubuh Jali ke belakang. “Kita lanjutkan kapan-kapan lagi, ok?”

Jali mengangguk, dan merekapun berpisah. Matahari sudah sedikit condong ke barat ketika Jali tiba di rumah Bu Yulia, guru lesnya.

*******************

“Kau terlambat.” Kata wanita cantik itu.

“Iya, bu. Maaf.”

“Huh,” Bu Yulia mendecakkan lidah.

Hari ini wanita itu mengenakan blouse ketat berwarna jingga dengan dua kancing yang terbuka di bagian atas. Payudaranya yang besar terlihat sedikit mengintip saat dia membungkuk ataupun menunduk. Jali segera duduk di kursi yang biasanya. Dia menyangka akan menerima hukuman sebagai balasan atas keterlambatannya, tapi bu Yulia malah berkata,

“Kurasa sebaiknya kita isi hari ini dengan praktek langsung. Bagaimanapun, ujian akhir sudah semakin dekat.”

“Benarkah?” Tanya Jali.

“Kurasa begitu. Sekarang, bagaimana dengan pelajaran Matematikamu?”

Jali berharap dia tidak mendapat pertanyaan itu. Minggu kemarin, Bu Yulia mengajari tentang Akar Bilangan dan Persamaan, dan Jali tidak begitu mengerti.

“Hmm, baik-baik saja.” Dia berusaha mengelak.

“Kalau begitu, majulah kesini dan selesaikan soal di papan.”

Jantung Jali langsung mencelos. Soal itu cuma dua, tapi melihat susunan angkanya saja sudah membuat kepalanya pusing. Jali menarik nafas dalam-dalam untuk mulai mengerjakannya. Tapi baru satu baris, dia sudah berhenti.

“Kenapa?” tanya bu Yulia.

“Saya tidak bisa.” Jali menunduk malu.

Bu Yulia tidak terkesan. “Coba lagi. Bukan laki-laki namanya kalau gampang menyerah.”

Jali memicingkan mata dan mencoba menghadapi soal-soal itu sekali lagi. Tapi hasilnya sama saja. Dia memang tidak bisa. “

“Maafkan Saya.” Jali berkata lirih.

“Bagaimana dengan Fisika?” bu Yulia menulis soal baru di papan.

Jali mencoba mengerjakannya. Tapi menulis rumusnya saja, dia sudah salah.

“Parah.” Kata bu Yulia sambil menghela nafas. “Kurasa aku harus berbicara dengan orang tuamu mengenai hal ini.”

“Uh, jangan.” Jali memohon.

Yulia menggeleng, “Tapi kamu tidak bisa sama sekali.”

“Coba Biologi. Aku lumayan suka Biologi.”


Yulia
“Hmm, begitu. Baiklah, ini saja, Cairan Tubuh. Sebutkan urutannya.” sambil berkata, Yulia menyilangkan kakinya yang panjang, membuat roknya jadi sedikit terangkat. Akibatnya sebagian pahanya jadi kelihatan sekarang.

Jali menelan ludah melihat pemandangan itu. Perlahan, sesuatu menggeliat di balik celana pendeknya. “Um, Sanguine. Choleric. Phlegmatic. Dan yang satu lagi, Melancholic kurasa.” Jali mencoba menjawab.

Yulia mendengus. “Pertanyaan mudah saja kamu tidak bisa.” Wanita itu berdiri dan berjalan mendekati Jali. “Mungkin ini bisa membantumu untuk mengingat lebih baik.” Satu per satu dia melepas pakaiannya dan berdiri telanjang di depan bocah itu.

Jali segera tahu apa yang harus ia lakukan. Cepat dia melucuti pakaiannya hingga mereka sama-sama telanjang sekarang. Ini sepertinya bakal lebih baik daripada dia harus disuruh mengerjakan soal-soal rumit yang bikin kepala pecah. Jali memegang penisnya yang sudah menegang dan mengoyang-goyangkannya di depan wanita itu.

“Ohhh!” meski sudah sering melihat penis Jali, tak urung Yulia terkejut juga melihatnya. Sepertinya benda itu terus membesar dari hari ke hari. Sekarang ukurannya sudah dua kali lebih besar daripada dua bulan yang lalu saat Yulia pertama kali merasakannya.

“Ibu sudah lama menunggumu.” Bisik Yulia saat mereka berdiri berpelukan. Dia membiarkan saja saat tangan Jali melingkar dan meremas-remas bokongnya yang bulat dengan mesra. “Kamu kemana saja kok bisa telat? Ibu kangen ini..” Yulia memegang penis Jali dan mengusap-usapnya pelan.

Jali menggeleng. “Aku harus memasukkan ayam-ayamku dulu ke kandangnya.”

Tentu saja dia tidak bisa berkata yang sebenarnya. Tidak mungkin dia mengatakan kalau dia telat karena tadi sibuk bercinta dengan mbak Ira. Bisa panjang urusannya, bisa-bisa bu Yulia marah dan dia tidak diberi jatah lagi. Kan rugi. Sebagai penebus rasa bersalahnya, Jali berjanji akan memberi kepuasan yang sempurna pada wanita itu.

“Hhmmmp,” sebagai permulaan, dia mencium mesra bibir Yulia. Dia lumat bibir tipis wanita itu dengan penuh nafsu.

Yulia cuma bisa memejamkan mata menikmatinya. Bibirnya perlahan terbuka saat lidah Jali menyusup dan menjelajahi rongga mulutnya. Lidah mereka bertemu untuk saling membelit dan bertukar air liur. Setiap hisapan Yulia pada mulutnya dibalas Jali dengan hisapan yang jauh lebih kuat, membuat nafas keduanya jadi berat dan memburu. Saat ciuman itu terlepas, tubuh Yulia sudah dibanjiri oleh keringat dingin, menunjukkan kalau wanita itu sudah begitu bernafsu. Dan dia makin bernafsu karena sekarang Jali sudah beralih pada sasaran lain. Lidah bocah itu menyapu cuping telinganya dan menggelitik disana hingga membuat Yulia terkikik kegelian.

“Uh, geli.” Wajah wanita itu merona merah.

Tapi Jali masih belum berniat untuk berhenti. Ciumannya terus turun menuju leher jenjang Yulia yang putih. Bocah itu membuat beberapa cupangan disana. Setelah Yulia merintih kesakitan, barulah Jali beralih, sekarang menuju buah dada wanita itu yang menggantung indah. Bentuknya begitu bulat dan sempurna dengan puting mungil kemerahan. Jali memandanginya cukup lama sebelum akhirnya dia membuka mulutnya lebar-lebar dan melahap daging kembar itu dengan rakus. Jali mencucup dan menghisap putingnya bergantian. Ia melakukannya bagai seorang bayi yang kehausan. Sambil menghisap, lidahnya juga aktif bergerak, menjilat dan menggelitik seluruh permukaan bukit kembar itu seolah benda itu adalah es krim berukuran jumbo. Apa yang dilakukan Jali itu membuat kedua puting susu Yulia menegak dengan cepat.

“Oh, Jal. Geli. Oohhhh!” Yulia merintih tak tahan.

Tubuh wanita itu menggelinjang hebat seiring setiap hisapan Jali di payudaranya. Begitu nikmat rasa yang diterimanya hingga Yulia tak sadar kalau sekarang tubuhnya sudah terbaring di lantai. Sambil terus menyusu, Jali menggerayangi tubuh Yulia yang telanjang. Tangan bocah itu mengelus-elus perut Yulia yang rata. lalu terus turun hingga ke selangkangan Yulia yang berambut lebat. Perlahan tangan bocah itu menyusup dan mengelus-elus gundukan bukit kemaluan Yulia yang sudah sangat basah.

“Ouuggh!” kembali wanita itu merintih.

Ciuman Jali juga ikut turun. Lidah bocah itu menyapu perut Yulia yang rata, bermain-main sebentar di pusarnya, sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan menuju ke pangkalan akhirnya; yaitu lubang kemaluan Yulia yang hangat. Ibu guru muda itu segera membuka kakinya lebar-lebar saat merasakan bibir Jali yang menjelajahi paha dan pinggulnya.

Kepala Jali masuk terlebih dahulu.

“Auww!” Yulia memekik lirih saat bocah itu membenamkan wajah di selangkangannya.

Dia merintih saat lidah Jali menyusul tak lama kemudian. Bocah itu langsung mengobok-obok vaginanya dengan rakus. Jali menghisap dan menjilat, dia menggerakkan lidahnya, mencoba untuk bermain-main di situ selama mungkin.

Yulia hanya bisa terlentang pasrah. “Ouuuhhh!” dia menjerit saat Jali menemukan dan mengecup lembut klitorisnya.

Bocah itu menyapukan lidahnya dari atas ke bawah, terus berusaha untuk menggelitik benda mungil sebesar biji kacang itu. ‘Serrr… serrr..’ cairan kewanitaan Yulia meleleh keluar tak tertahankan lagi, membanjiri kemaluannya, membuat wanita cantik itu memekik-mekik kecil karena keenakan. Yulia mengepit paha mulusnya dan menarik kepala Jali ke depan, berharap agar bocah itu menjilat dan menghisap makin kuat. Jali telah membuatnya melayang, apa yang dilakukan oleh bocah itu telah membuat tubuhnya jadi menggelinjang-gelinjang hebat. Tak pernah seumur-umur dia merasakan sensasi seperti ini. Geli dan nikmat bercampur menjadi satu, hingga akhirnya sebuah orgasme datang menghampirinya.

“Auwww!” diawali pekikan nyaring, tubuh Yulia melenting dan bergetar-getar beberapa kali. Di bawah, otot-otot vaginanya mengejang dahsyat, berkontraksi, dan menyemburkan cairan bening yang tumpah tak karuan membasahi karpet.Belum juga dia mengatur nafasnya, Jali sudah menindih tubuhnya. Bocah itu rupanya sudah tak tahan lagi.

“Lakukan, Jal.” Bisik Yulia pasrah, dia tak sampai hati untuk mencegah karena Jali sudah memberinya kenikmatan yang tiada tara barusan. ‘Sleppp!’ tanpa kesulitan ujung penis Jali yang besar lenyap, membelah kemaluan Yulia jadi dua, dan masuk menusuk hingga ke dasar.

“Auhhh!” wanita itu terpekik oleh rasa nikmat yang menjalari liang kewanitaannya.

Jali yang sudah tak tahan, segera menggoyang pinggulnya. Dia menarik kemaluannya agar bisa bergesekan dengan dinding vagina Yulia yang nikmat. Tapi karena terlalu bersemangat, penisnya malah terlepas. Benda hitam besar itu terangguk-angguk di luar. Ujungnya yang bulat mirip jamur tampak basah berlumuran lendir.

“Masukin lagi,” pinta Yulia. Dia memegang penis itu dan mengarahkan lagi ke kemaluannya.

Tanpa disuruhpun, Jali akan melakukannya. Dia mendorong lagi, dan kembali benda itu amblas masuk menembus kemaluan Yulia.

“Heggh!” wanita itu menggeliat. Rasa nikmat kembali menyapa kemaluannya. “Pelan-pelan,” bisiknya saat melihat Jali mulai menggerakkan pinggulnya. Yulia tidak ingin penis itu kembali copot.

Jali mengocok penisnya dengan lembut. Ia menarik mundur benda itu sedikit, lalu kembali mendorong masuk sedalam tadi. Tarik lagi pelan, kemudian tusuk lagi. Tarik lagi, tusuk lagi. Tarik pelan, tusuk. Tarik, tusuk. Gerakan monoton itu sudah cukup untuk membuat Yulia menggelinjang nikmat. Pompaan kecil itu belum berlangsung lama ketika Jali menjerit tertahan.

“Ouuuggghhh.. bu, aku keluar. Arrgggg!” tubuh bocah itu mengejang bersamaan dengan semprotan spermanya yang menyerang liang rahim Yulia.

“Tahan, Jal. Goyang terus. Bentar lagi ibu nyusul.” Bisik wanita itu sambil terus berupaya untuk menggoyang pinggulnya.

Dirasakannya penis Jali masih berdenyut-denyut di dalam vaginanya. Benda itu masih terus memancarkan cairan kental dan hangat, terus dan terus seperti tidak pernah habis. Jali yang sudah kelelahan, ambruk di dada Yulia. Dia menyandarkan kepalanya diatas buah dada Yulia yang besar.

“Hughh, nikmat banget, bu.” kata bocah itu sambil mengecup bibir ibu gurunya pelan.

Yulia cuma bisa membelai-belai rambut Jali sebagai jawaban. Wanita itu masih terus menggoyangkan pinggulnya, berusaha untuk mengejar orgasmenya yang sudah hampir datang. Didalam kemaluannya, penis Jali sudah terdiam. Benda itu sudah mulai mengecil sekarang meski rasanya masih keras. Yulia yang tidak ingin terlambat, menggoyangkan pinggulnya makin cepat..

“Tahan bentar, ini ibu datang.” Dan bersamaan dengan itu, memancarlah cairan cinta Yulia, “Aaagggghhhhh!” wanita itu menjerit. Tubuhnya gemetar dan dia mengejang beberapa kali.

Di bawah, Jali merasakan penisnya seperti disemprot beberapa kali. Saat dia mencabut penisnya, cairan itu merembes keluar dengan cepat, bercampur dengan spermanya, membasahi karpet yang baru kemarin diganti.

“Makasih, bu. Cuma ibu yang bisa bikin Jali keluar duluan” bisik bocah itu mesra.

“Iya, sama-sama. Kamu juga satu-satunya orang yang bisa bikin ibu puas.”

Mereka berciuman lagi sebelum Jali bertanya sesuatu, ”Apa yang ibu lakukan di perbatasan desa kemarin malam?”

Yulia mendelik, kaget. “Siapa lagi yang tahu selain kamu?”

“Cuma saya.” Jali memilin-milin puting susu Yulia yang coklat kemerahan. “Waktu pulang dari Pasar, saya lihat ibu mengendap-endap di pagar perbatasan,”

“Ehm, ibu cuma nyari angin.” Kelihatan sekali kalau wanita itu berbohong. Setahu Jali, bu gurunya ini bukan tipe wanita yang suka keluyuran malam-malam sendirian.

“Ibu nggak takut?” Jali mencucup benda mungil itu dan menghisapnya pelan.

“Uhh, kenapa harus takut?” Yulia merintih.

“Kata orang, rumah itu angker. Ada wanita misterius yang tinggal di sana.” Jali menggelitik dengan lidahnya.

“Benarkah? Ibu baru tahu.” Yulia menggelinjang. Memang baru 4 bulan dia pindah ke desa ini. Sebelumnya Yulia tinggal di kota kecamatan yang jaraknya hampir 25 kilo.

“Katanya, wanita itu sering terlihat kalau laut sedang pasang.” Jali menambahkan.

Yulia menatap bocah itu. “Apa lagi yang kamu ketahui tentang wanita itu.” Dia kelihatan penasaran.

“Orang yang melihatnya akan mati. Itu kata ibuku.” Jali bergidik. “Karena itu tidak ada penduduk desa yang berani keluar kalau laut sedang pasang.”

“Jadi begitu ya,” Yulia mengangguk-angguk mengerti. Dia seperti mendapat ide dengan penuturan Jali barusan.

“Saya sering ke sana kalau siang.” Jali berterus-terang.

“Apa yang kau lihat?”

“Cuma rumah kosong biasa.” Bocah itu berusaha mengingat-ingat. “Meski beberapa kali saya lihat ada bayangan aneh. Bukan wanita, tapi laki-laki. Tapi itu mungkin cuma pohon, soalnya jaraknya kan jauh sekali.”

Yulia mengangguk. “Ya, mungkin juga. Jangan pergi ke sana lagi. Berbahaya. Berjanjilah pada ibu.”

“Ehm, janji? B-baiklah.” Jali bingung, dalam sehari dia disuruh untuk menjauhi rumah itu oleh dua wanita cantik yang sudah dia rasakan kehangatan tubuhnya. Aneh sekali. Ada apa ini? Dia jadi makin penasaran.

Yulia mendorong tubuh Jali saat merasakan penis bocah itu yang kembali menggeliat. “Sudah bangun lagi ya?” tanyanya.

Jali mengangguk, “Iya. Masukin lagi ya, bu?” dia mengelus-elus benda itu dan memamerkannya di depan Yulia. Sebentar saja, penis hitam besar itu sudah kembali keukurannya yang semula, siap digunakan untuk mengobok-obok vagina ibu Gurunya yang hangat dan basah.

“Apa kamu nggak capek?” tanya Yulia sambil membuka kakinya lebar-lebar, tanda kalau Jali bebas untuk menyetubuhinya lagi.

Tanpa membuang-buang waktu, Jali maju dan menggesekkan-gesekkan penis besarnya ke vagina Yulia yang basah. Pelan-pelan, sedikit demi sedikit, dia dorong kepala penisnya masuk.

“Uhh, pelan-pelan, sayang.” gumam Yulia lirih

Setelah masuk dan amblas seluruhnya, Jali segera mengocok dengan cepat. Kali ini dia tidak akan kalah. Dia sudah keluar tadi sehingga kali ini akan bertahan lebih lama.

“Oughhh,” Yulia kembali larut dalam kenikmatan. Matanya terpejam menikmati tiap sodokan penis Jali yang menghunjam keras di vaginanya.

Penis besar itu menggesek-gesek dinding-dinding kemaluannya dengan kasar, menyentuh pangkal rahimnya, membuatnya mengerang dan mendesis-desis keenakan. Jali tahu tak perlu waktu lama baginya untuk kembali menghantarkan wanita itu pada puncak kenikmatannya. Dengan goyangan dan sodokan yang semakin cepat, dia pun berhasil melakukannya.

“Arrggghhh, aku keluar!!” Yulia menjerit tertahan. Tubuhnya bergetar-getar hebat, sementara vaginanya menjepit penis Jali dengan erat, jauh lebih keras dari sebelumnya.

Jali tersenyum puas, inilah saat yang dia tunggu-tunggu. Dengan terus menggerakkan penisnya, bocah itu bisa menikmati bagaimana penisnya seperti diurut-urut, seperti menikmati vagina milik perawan saja. Ohh, sungguh luar biasa sekali rasanya. Apalagi ditambah dengan semprotan-semprotan kecil yang menghujani ujung penisnya, membuatnya jadi makin merintih tak karuan. Jali merasa, beberapa tusukan lagi, ia juga akan ikutan muncrat. Diiringi geraman penuh kenikmatan, bocah itu pun melepas benih cintanya.

“Aakkhhhh, bu.. Saya keluar juga!” Jali memeluk guru lesnya yang cantik itu dengan mesra.

Dia menekan penisnya dalam-dalam, menembakkan seluruh spermanya yang hangat ke dinding rahim Yulia. Wanita itu tersenyum dan mengangguk.

“Keluarin semua, sayang.” Yulia mengecup dan mengusap kepala Jali yang bersandar lemas di belahan dadanya. Dibelai pipi bocah itu dengan sayang. “Terima kasih ya,” dia berbisik.

Jali mengangguk, nafasnya masih agak tersengal. Perlahan, penisnya menciut dan kembali ke ukurannya yang semula. Benda hitam yang kini sudah keriput itu terlepas dengan sendirinya dari vagina Yulia. Kelelahan, mereka berpelukan tanpa berkata apa-apa lagi. Yulia membiarkan Jali yang sekarang asik menetek di payudaranya. Bocah itu mencucup dan menjilati putingnya dengan lembut. Sesekali Jali juga menggit-gigitnya kecil.

“Ah, kamu sudah ereksi lagi!” desah Yulia sambil menggenggam penis Jali yang sekarang sudah kembali membesar. “Cepat banget?” Tanyanya.

Jali tersenyum, “Itu karena lawannya orang secantik ibu.”

Yulia cuma tersenyum mengiyakan. Dia lebih sibuk mengamati penis Jali yang terus membesar dan membesar dalam genggamannya. Yulia bingung, harus mengeluh atau senang dengan keadaan ini. Dia masih lelah, dan vaginanya juga masih panas, tapi dia juga tidak bisa menolak gairah liar yang mengalir deras di dalam tubuhnya. Dia begitu menikmati apa yang telah diberikan oleh bocah itu, bocah 16 tahun yang baru 3 bulan dia kenal.

“Ughh.” Yulia tidak bisa berpikir jernih saat Jali kembali menggiring penisnya dan menggesek-gesekkannya di bibir kemaluannya yang basah. Wanita itu akhirnya menyerah,

“Masukkan sekarang.” Yulia memohon. Rasa gatal menjalar cepat melingkupi liang vaginanya, membuatnya jadi tidak tahan lagi.

“Tahan ya, bu.” Jali mulai mendorong.

“Hegghhh!” meski sudah mengantisipasi, tak urung ukuran penis Jali yang super besar tetap membuat Yulia terhenyak.

Dengan sisa-sisa tenaganya, Jali mulai menggoyang. Dia tindih tubuh sintal wanita itu dengan penuh nafsu. Tangannya menggerayang, mengusap-usap paha dan pantat Yulia yang bulat. Mulutnya beberapa kali menyambar, menghisap dan mencucup puting payudara Yulia yang mungil kemerahan, membuat ibu guru cantik itu makin merintih keenakan. Di bawah, penisnya yang besar terus bergerak, mengocok keluar masuk, menggese-gesek, hingga membuat vagina Yulia makin terasa panas dan basah.

“Lebih cepat.” Yulia berbisik diantara desahannya. “Terus, tekan lebih kuat. Ibu sudah mau keluar.’

Jali terkejut mendengarnya. Terkejut karena tak menyangka Yulia akan keluar lagi secepat itu. Tapi dia juga gembira, niatnya untuk memberi kenikmatan yang sempurna pada wanita itu telah tercapai. Dengan penuh semangat, Jali mendorong lebih kuat.

“Ughh, ya, begitu.” Rintihan Yulia terdengar makin keras. Birahinya sudah sampai di ubun-ubun sekarang. “Terus! Itu yang ibu suka. Terus!”

Sambil mendekap tubuh sintal Yulia, Jali mempercepat goyangan pinggulnya. Dia merobek dan menghujani kemaluan wanita itu dengan sodokan-sodokan dan tusukan penisnya yang mematikan. Mulutnya kembali menyergap, menghisap dan mencucupi puting mungil Yulia yang tegak mengacung, tanda kalau si empunya sudah benar-benar bergairah sekarang.

“Auw, terus, sayang.” pekik Yulia lirih saat merasakan ujung penis Jali yang menabrak-nabrak dinding rahimnya dengan kasar. Penis bocah itu terus mendesak masuk, berusaha untuk menjamah dan menjelajahi lebih dalam lagi.

“Aku keluar!!” Yulia mengerang. Tubuhnya gemetar beberapa kali sebelum akhirnya ambruk di lantai. Cairan cintanya yang hangat memancar keluar memenuhi liang vaginanya.

Jali yang merasa gairahnya juga sudah di ujung tanduk, terus mengocok penisnya, cepat dan semakin cepat. “Bu, saya juga mau keluar.” Bisik bocah itu. Di bawah, vagina Yulia menjepit makin erat, memberinya pijatan-pijatan kecil yang membuatnya makin tak tahan.

“Argghhhhh!” diiringi jeritan kecil, Jali menembakkan spermanya. Penisnya berdenyut-denyut kencang saat cairan putih lengket itu menghambur memenuhi liang rahim Yulia.

“Ahh,” Yulia cuma bisa melenguh keenakan merasakan liang vaginanya yang kini jadi begitu penuh.

Jali mengecup pipi ibu gurunya, “Terima kasih ya, bu, sudah ngijinin Jali nyicipin tubuh ibu yang bahenol ini.”

“Kamu bocah nakal, kamu telah menodai ibu gurumu sendiri.” sungut Yulia.

“Ibu marah?”

“Setelah apa yang kamu lakukan, apa pantas ibu marah?”

Jali tersenyum, baru tahu kalau Yulia cuma pura-pura barusan. “Ibu puas?” tanyanya lagi.

“Puas banget, sayang.” Yulia mengecup pipi Jali dengan lembut.

“Mau mengulanginya lagi?” Tanya bocah itu sambil menggerakkan penisnya yang masih menancap di liang rahim Yulia.

Yulia memekik lirih saat merasakan batang kemaluan Jali yang kembali mengeras di dalam vaginanya. “Dasar kamu anak nakal, belum puas juga?”

“Ngentot sama ibu tuh gak pernah bikin puas, maunya nambah dan nambah lagi.” Jali tertawa.

Bersambung…

By: Ikan Asin
-----------------------
23 komentar Post your own or leave a trackback: Trackback URL
  1. jupie 2187 mengatakan:
    ada ya …. mau dong….!
  2. MiAW mengatakan:
    good job
  3. Anak Jakarta mengatakan:
    Hahaha gw ngakak liat ilustrasi foto si jali, pas banget mukanya hahaha super duper beast
  4. garaz mengatakan:
    cpet ea lnjtannya……..
  5. Sexmore_Guado mengatakan:
    Wkwk.
    Bagus” gambarnya.
    Tapi knp cuma satu beastnya?
    Hehe.
  6. putihmanis mengatakan:
    wowww
  7. waka waka mengatakan:
    wah ceritanya bagus. Kelanjutanya gmna ya?
  8. Asyika mengatakan:
    Gue jadi penasaran ada apa di rumah tua itu, trus gue jadi ingaet alfi and the ganknya hehehehe.
  9. Anandika mengatakan:
    Hmm…isi rumah tua dan hubungan kedua wanita itu dengan rumah tua ngak dicritain…Gmn c..
  10. Alex Roussar mengatakan:
    Ceritanya bagus banget , tapi nggak nyambung ke judul nya
    tapi bikin mupeng juga kok..yg penting sambungan nya ya..?
  11. devil mengatakan:
    lanjut bro….
  12. Mamat mengatakan:
    Wow…!! Serial pengganti Alfie nih kayaknya… Hehehe…
  13. wizards mengatakan:
    openingnya copas Neil Gaiman nih !!
    Yg kisahnya Bod, kalo ngga’ salah ..
    Haahaha ..
    Lanjut baca deh ..
  14. sandewa mengatakan:
    keren…mantap nih bocah ama teteh2 sexy..
    favorit ane..
    updatenya ga pake lama ya gan!
  15. gmox mengatakan:
    yah, tante-tante… nggak menarik perhatianku…
    bos shu, aq tunggu cerita lainnya aja deh
  16. juragan_geblek mengatakan:
    gak ada perlawanan kurang seru…
  17. keihin mengatakan:
    maen langsung aja.. ngga jelas…
  18. Andriyan mengatakan:
    sama kaya ceritanay alfii..
    bira beda,, tmbahin peran dari cowoknya dunkk..
    ajak juga temennya jali juga…
    biar rame….
    temen sekolahnya jali ya perempuan..
    thx
  19. Wiranto mengatakan:
    kaya nonton bokep aja, main tembak dengan mudahnya hehehehehe… bahasanya terlalu formal ah utk nge-seks antara tante n bocah, kurang genit2nya… hehehehe
    lanjut aja gan..
  20. burhan mengatakan:
    di awal katanya dia bocah kecil berusia hampir 16 tahun, kenapa di tengah2 dia jadi bocah 17 tahun? (pas main sama Irana)
  21. ferdy mengatakan:
    hahahahha…walaupun ga nyambung cerita sm judulny tp bs bikin hornny jg
  22. salamander mengatakan:
    Bersambung ya, ga heran sih kalo belom jelas. Mungkin di cerita selanjutnya bisa dijelasin gimana cerita awalnya si jali bisa make gurunya dan dijelasin apa isi rumah tua itu.
    Si jali umurnya berapas sih sebenernya? Berubah2 terus kayaknya
  23. king diamond mengatakan:
    kurang seru, karena laki.2nya anak kecil… coba pelakunya dukun caaabuuul atau kakek.2 pasti lebil pass mantab… buatkan lg ceritanya sejenis tp pelakunya laki.2nya orang dewasa atau dukun caaabuuul…… tak tunggu brooooo….

Gairah Wanita Metro TV 2: Githa Nafeeza

Githa Nafeeza
Dua hari setelah acara di villa Mr. Robert, dia menelepon aku dan Mr. Robert sangat senang dengan pelayanan yang baik dari Sumi Yang, yang juga adalah majikanku. Tetapi yang jadi aku pusing dua minggu ke depan dia ingin melakukan hal sama, kali ini Mr. Robert ingin dua orang sekaligus. Sambil menunggu Sumi yang sedang siaran akupun iseng jalan-jalan di studio Metro TV, di sebuah studio aku melihat Githa Nafeeza sedang memandu acara Public Corner dan mewawancarai dua orang tokoh masyarakat.

“emmhhh…nih cewek kayanya pas banget kalau kujadikan budak seks seperti Non Sumi”, pikirku saat itu.

Saat break shooting aku meminta kepada Sumi untuk mengambil barang pribadi Githa. Entah itu berupa lipstik, bedak tapi yang paling ampuh adalah celana dalam yang sudah dikenakan oleh Mbak Githa. Ternyata tidak terlalu sulit buat Sumi mendapatkan celana dalam rekan kerjanya itu. Ketika sedang break Githa, sesuai yang kuharapkan, mengganti CD-nya karena merasa kegerahan di sekitar selangkangan. Sumi yang terakhir berada di ruang ganti dapat mengambil CD Githa dari tumpukan barang-barang pribadi miliknya dan memasukan barang itu ke dalam tas miliknya. Tugas Sumi hari itu hanya sampai jam lima sore, bersamaan dengan berakhirnya jam kerja sebagian besar kru dan karyawan, termasuk Githa, setelahnya ia pun memintaku mengantarnya pulang


“Eh… Githa, ada yang mau minta foto bareng nih!”, kata Sumi menyapa Githa di tempat parkir, dan memang mobil yang kami berdekatan

“Siapa….?”, senyum manis menghiasi mulut mungilnya seperti biasa tampil di layar kaca

“Ini, Mang Parno supirku, katanya pengen kenalan dan minta tanda tangan, mbak Githa penyiar favoritnya Mang Parno loh!”, jawab Sumi sambil tersenyum.

Githa pun kemudian mendekat ke mobil yang kami tumpangi dia menyapaku ramah dan mengajakku berfoto dengan kamera pada ponselku. Dengan senang hati aku pun mengeluarkan ponselku dan meminta Sumi memotret kami berdua.

“Ok, udah ya Mang Parno, terimakasih sudah menjadi penggemar saya”, senyum manis Githa tetap menghiasi wajahnya.

“Terima kasih Non Githa atas fotonya…”, jawabku sambil menyalaminya, tetapi cuma sebatas jari tangan yang bersentuhan dan itu pun tidak lama, tetapi bagiku cukup untuk meluncurkan gendam pertamaku padanya.

“Sumi…, aku duluan ya...ada perlu dulu nih!” Githa melambaikan tangan kemudian pergi meninggalkan kami dengan mobilnya.

“Bagaimana barang yang aku pesan sudah kamu dapatkan?”, tanyaku kepada Sumi sambil mengendarai mobil menuju apartementnya

“Ini saya dapatkan tuan…., celana dalam milik mbak Githa…”, senyum genit dari Sumi tampak menghiasi bibirnya.

“Bagus, gadis penurut…”, jawabku.

“Tuan, tapi tuan harus memberikan hadiah buat Sumi, Sumi ingin dipuaskan kembali oleh Tuan”, sambil tangannya menjamah penisku dan memandangku dengan manja.

“Emmhhh… nanti sesampainya di apartement kamu akan mendapatkanya Sumi…, lonteku…”, jawabku sambil memacu mobil ke arah apartement Sumi.

Sesampainya di apartement kami berdua langsung menaiki lift menuju lantai sebelas yang merupakan tempat apartement Sumi. Setelah kita berdua memasuki apartement dan mengunci pintu. Sumi yang tampak sudah sangat horny, langsung memagut bibirku dan mencium bibirku dengan ganas. Akupun membalasnya dengan tak kalah ganas. Tiba-tiba ia melepaskan ciumannya.

“Tuan…., Sumi mau menagih hadiah dari tuan”, tatapnya manja dan sambil melepaskan blazer, disusul kemeja di baliknya dan rok selututnya hingga tinggal tersisa pakaian dalamnya yang berwarna pink. Perlahan Sumi melepas bra dan berjalan ke arahku dengan genitnya kemudian mendorong tubuhku sampai terduduk di sofa. Kemudian ia bersimpuh di antara selangkanganku, membuka celanaku dan celana dalamku.

“Emmmmhhhh…. Wangi tuan”, Sumi dengan tingkah binalnya menghirup celana dalamku yang bau tapi bagi Sumi itu merupakan sensasi tersendiri untuknya.

Perlahan ia mulai mengocok penisku, mulutnya mengulum buah pelirku “ssrruuuppp…..”, sambil terus mengulum buah pelirku.

“Emmmhhh…. Bagus Sumi…. Enak…. Jilat terus kontolku”.

Sumi menghentikan kocokannya dan menjilat penisku dari arah bawah ke atas dan sebaliknya,

“Ahhhh… iya nikmat begitu…. Terus…”,


Sumi Yang

Sumi meneruskan perbuatannya dengan terkadang memainkan ujung lidahnya di lubang kencingku sambil mata binal Sumi menatap ke arahku.

“Acckkhhhh…..nikmat saying!!”, desahku menahan nikmat.

Aku yang sudah mulai tak kuat karena permainan Sumi, kemudian meremasi rambut si penyiar cantik itu dan memaksanya untuk memasukan penisku ke mulutnya. Kepala Sumi aku tekan sampai rongga mulutnya dipenuhi oleh penisku dan kepala Sumi mentok di selangkanganku.

“Ini yang kau mau Sumi….. kamu mau kontol….ini aku berikan…..terima ini lonte!”, sahutku sambil menjejali mulutnya dengan penisku dan memaju mundurkan kepalanya.

“uuuuhh…. Srrruupppppp…….”, itu yang terdengar dari mulut Sumi, ia sendiri tampak pasrah tetapi tampak juga menikmati apa yang aku lakukan, lidahnya bergerak dengan lincah memanjaka penisku selama kurang lebih sepuluh menitan.

Setelah itu aku menghentikan kegiatanku dan melepaskan kemudian aku balikkan tubuh Sumi dengan kasar dan menarik pinggangnya sehingga pantatnya terangkat ke atas. Dengan kasar penisku menembus anus dari Sumi.

“Accckkkhhhhh!”, erang Sumi dengan kepala terdongak ke atas.

“Kamu suka disodomi Sum? kamu menginginkan begini? bool kamu sempit”, kataku sambil terus menggenjot Sumi.

“Acckkkkhhh.. iya Sumi suka….acckkhhh lebih cepat lagi”, balas Sumi sambil tangan kanannya memainkan klitorisnya sendiri.

Kutarik ikat rambutnya hingga terlepas dengan sehingga rambut Sumi tergerai panjang sebahu. Kemudian rambutnya kujambak dan kutarik ke belakang sehingga kepalanya terdongak, kemudian kuciumi leher jenjangnya sambil terus menggenjot anusnya.

”Acckkhhhh …. terus entotin saya sayang!”, kata Sumi menikmati sodokan-sodokan diriku sambil matanya merem-melek, sementara tubuh kami berdua sudah sangat berkeringat.

“Kamu cantik sayang…, tubuh dan rambutmu benar-benar wangi”,

Sumi kemudian kubalikan badannya hingga menghadap kepadaku. “bener-bener mantap”, ucapku lagi.

Sumi meresponnya dengan mencium bibirku dengan pagutan yang benar-benar ganas.

“Masukin kontol tuan ke memek Sumi yah!”, ucapnya penuh nafsu

Sumi kemudian kubopong ke kamarnya, ia tampak tersenyum manis. Setelah kulepaskan tubuhnya, aku berbaring di tempat tidurnya empuk.

“Silahkan masukan kontolku ke memek kamu!”, Sumi tersenyum manis kemudian menaiki tubuhku, kakinya direnggangkan dengan perlahan Sumi memasukan batang penisku ke vaginanya.

“Acckkkhhhhh…….Emmmhhh…..”, Sumi mendesah ketika penisku memasuki vaginanya, kemudian Sumi mulai bergerak naik turun dan payudaranya ikut berguncang, “Acckkkkhhh nikmat banget kontolmu…saya suka banget ma kontol tuan”,

Gerakannya semakin cepat, akupun meraih payudaranya dan kuremasi sepasang gunung yang montok itu. Hal itu membuat Sumi semakin semangat menaik turunkan badannya. “pllok…. Plokkk…plokkk”, itu yang terdengar ketika ia memacu tubuhnya di atas penisku.

“Acckkkhhhh enak Sumi…., kamu memang lonte berbakat!”, ucapku kepada Sumi.

Sementara pinggulku ikut bergerak berlawanan arah dengan gerakan Sumi, maka semakin menancaplah penisku di dalam vaginanya. Sementara gerakan Sumi yang semakin tidak terkontrol, bagaikan seekor kuda liar dan tak lama kemudian,

”Accckkkhhhhh…….saya keluar!”, tubuh sang penyiar cantik itu mengejang, badannya melengkung ke belakang dan cairan cintapun meleleh dari vaginanya, kemudian tubuhnya roboh di sebelahku dengan bersimbah keringat dan rambut acak-acakan.

Sementara aku yang belum mencapai orgasme segera berdiri ditarik tubuh Sumi ke pinggir ranjang, kemudian kaki jenjangnya diangkat dan di simpan di pundakku, sementara penisku langsung menerebos masuk liang vagina Sumi dan “

Acckkhhhh…… sudah cukup tuan Sumi masih cape.”,

Tapi tidakku pedulikan ucapannya

“Kamu ingin kontol… ini rasakan kontolku!”, dengan gerakan cepat aku hujamkan penisku di antara selangkangan Sumi.

“Acckkkhhhh….ammmppuuunnn….. suuuddahhh …. saya….caaapppe!!”, erangnya dengan kepala bergerak ke kiri dan ke kanan, dan tangannya meremas kain seprai.

“Gua belum keluar…. Lonte lo harus memuaskan diriku!”. kataku dengan bertambah bringas menyetubuhinya dan Sumipun tampak pasrah menerima siksaan birahi.

Dan tak lama kemudian “Acccckkkhhh!!”, tubuh Sumi kemudian mengejang dan kembali cairan cintanya menyembur. Setelah itu giliranku

“Acckkkhhhh…. Enak…..”, keluarlah spermaku, bercampur dengan cairan cinta Sumi di dalam vaginanya.

Kulepaskan penisku dari dalam vagina Sumi. Tubuh Sumi tampak lemas dan menggigil dengan keringat yang membasahi tubuhnya. Kemudian kuangkat dia ke atas ranjang dan kubaringkan. Kuselimuti tubuh telanjang itu kemudian aku keluar dari kamarnya. Saat itu jam telah menunjukan jam setengah sebelas malam. Kuambil celana dalam milik Githa Nafeeza dari dalam tas Sumi, kucium celana dalam itu,

“Emmhhh wangi juga memek Githa”, kataku dalam hati.

Aku pergi ke dapur mengambil tempat dupa dan dupanya. Semua sudah kupersiapkan dupa, celana dalam Githa, dan ponselku yang telah menampilkan fotonya. Kemudian akupun memulai ritual untuk mengguna-gunai Githa Nafeeza.

***************************

Kediaman Githa Nafeeza

Presenter cantik itu sedang lelap tertidur, tetapi terlihat dalam tidurnya ia tampak gelisah,

”Ohh…..tidak…., Ohhh… Jangan!!”, itu yang terdengar dari mulut Githa, sementara dalam kegelisahan dalam tidurnya ia melepaskan semua pakaian dan memainkan puting dan vaginanya sendiri. “Ohhh enaakkkk…. Ooohhh jangan….”,

Dirinya semakin acak-acakan, rambutnya yang panjang memperindah pemandangan tersebut. Githa melakukan itu dalam tempo sepuluh menit sampai akhirnya “Ohhhhhhhh…..”, cairan cinta keluar dari vaginanya pertanda ia mencapai orgasme karena mimpinya. Tetapi setelah itu dia tertidur pulas kembali, sampai ketika adzan subuh berkumandang Githa tampak kebingungan karena dia tertidur dengan telanjang dan tanpa busana sehelaipun dan mendapati seprainya yang basah, ia terdiam di tempat tidurnya, kemudian mencium bau sepreinya,”bau amis…”, sambil kemudian mencolek vaginanya sendiri dan mengenai klitorisnya.”Emmmhh….Acckkkhh…”, Githa merasa kegelian terangsang oleh dirinya sendiri.

“Emmhh baunya sama…, apa semalam aku masturbasi…, ahh peduli amat yang penting sekarang aku mandi”, ucap Githa dalam hati dan kemudian beranjak dari ranjang menuju kamar mandinya.

Setelah menyelesaikan aktifitas pagi harinya, Githa meraih BB yang tergeletak di meja riasnya. “hari ini ga ada siaran….., apa aku main ke apartemen Sumi ya?”, pikirnya sambil menimang-nimang BB miliknya dan berkaca.

Kemudian Githa memencet nomor Sumi. Sementara saat itu Sumi sedang menyiapkan sarapan, ketika BB miliknya berbunyi.

“Sum… tuh BB-mu bunyi…!!”, kataku sambil menonton TV, dan kebetulan BB Sumi berada di meja di hadapanku. Sumi segera mengambil BB miliknya,

”Hai Tumben pagi-pagi udah nelepon…ada apa nih mbak Githa?”sapa Sumi di ujung telepon.

“Emmhh Nggak ada apa-apa, sekarangkan lagi ga ada siaran apa-apa, aku pengen main ke tempat kamu nih”

“Ohhh… sillakan aja….hari ini aku juga ga siaran kok, mo jam berapa?”, jawab Sumi sambil berusaha menjauhkanku dari tubuhnya.

“Jam sembilanan… bisakan??” jawab Githa di sana.

“Acckkkhhh….boleh…… kesini aja”, ucap Sumi sambil meringis karena putingnya kugigit.

“Kenapa Sum?”, tanya Githa keliatan bingung karena Sumi mengaduh.

“Nggak apa-apa kakiku nih tersandung meja”, ucap Sumi asal,

“Ohh ya udah sampe ketemu ya…”, sahut Githa

“Ok…”, kemudian mereka berdua menutup BBnya masing-masing.

“Tuan nakal ya….mengganggu telepon aja.”, ucap Sumi sambil matanya mendelik tetapi dengan tingkah genitnya.

“Mang telepon dari siapa..???, sampe aku nggak boleh mengganggu”, sambarku sambil memilin-milin puting Sumi.

“Acckkkhhh….dari Githa….. Acckkkhhh…..”, jawab Sumi yang mulai terangsang.

Kemudian kita berdua melakukan fast sex di ruang tamu. Sementara itu di kediaman Githa, ia tampak sedang bercermin, rambutnya yang terurai dan balutan kimono yang menutupi tubuhnya.

“Emmhhh apa yang kulakukan tadi malam ya…”, fikiran Githa menerawang ke kejadian semalam. Kemudian Githa Setiana membuka kimono, terpampang indah payudara, lekuk tubuh dan kemaluannya yang tertutupi oleh bulu-bulu halus di selangkangnya dan memang Githa selalu memotong bulu kemaluannya hingga rapi

“Emmhh tubuhku bagus”, kata Githa sambil tersenyum, kemudian ia meremas sendiri payudara kanannya dan tangan kiri memainkan bagian vagina, “Emmmhhh……Enak…..ahhhhh”, Githa segera mengakhiri perbuatanya.

“Emmhh, kenapa aku menjadi begini….???”, tanya Githa dalam hati, ia tidak mengerti kenapa birahinya agak tak terkendali hari ini,. “Ahh sudahlah aku harus ke rumah Sumi sekarang.”.

Kemudian Githa pun mulai mempersiapkan diri untuk berangkat ke rumah Sumi. Ia memilih memakai kaos casual warna merah dengan celana panjang yang mencetak bentuk pahanya yang ramping. Githa tampak anggun dalam balutan busana tersebut, lebih santai dibandingkan penampilannya yang biasa terlihat di layar televisi. Setelah semuanya siap, Githa pergi ke rumah Sumi Sefira dengan mempergunakan taxi yang dipesannya di lobby tempat kediamannya.

Sesampainya di kediaman Sumi, Githa langsung memencet bel di lantai bawah.

“Sum...ini aku,Githa” sahutnya di depan intercom dekat pintu itu.

“Oh ok ayo naik aja!”, balas Sumi

Githa pun naik lift menuju kamar Sumi setelah diberi akses masuk oleh temannya itu. Pintu diketuk, aku membukakan pintu karena saat itu Sumi sedang di toilet.

“Ehh.. ada Mang Parno….!!!”, senyum manis mengembang di bibir tipis penyiar cantik tersebut.

“Iya Non, Mamang juga baru datang”, jawabku asal sambil tersenyum membalas.

Tak lama kemudian Sumi keluar dengan balutan kaos putih tanpa lengan dan hotpants biru tua. Sungguh penampilannya saat itu sangat membangkitkan gairah, lekuk-lekuk tubuhnya terlihat jelas terutama sepasang pahanya yang mulus itu, ditambah lagi bra warna kremnya tampak tercetak dari balik kaosnya yang agak ketat.

“Ehh… udah datang ya…!!”, senyum menghiasi keduanya kemudian saling mencium pipi masing-masing.

“Eh tunggu disini ya… aku mau ke mini market di bawah dulu, bentar aja kok… Mbak Githa ditemeni sama Mang Parno dulu”, kata Sumi,

“Loh aku datang kamunya kok pergi sih…aku ikut aja ah??”, jawab Githa

“Sudah disini aja kesian tuh Mang Parno dah nyiapin minuman entar keburu dingin, tunggu yaa” jawab Sumi sambil tersenyum dan kemudian bergegas pergi.

Githa pun akhirnya mengiyakan saja ketika Sumi meninggalkannya di kamar bersama denganku. Kelihatannya ia masih risih berduaan di kamar dengan pria, terutama pria kelas bawah seperti aku ini. Tapi kemudian dia duduk di sofa tempat aku bercinta dengan Sumi. Githa tampak seperti melamun, fikirannya menerawang kekejadian semalam, tanpa sadar ia melihat ke selangkanganku yang memang tidak menggunakan celana dalam. Tampak tonjolan penisku yang tertutup oleh celana.

“Ini, Minumannya Mbak…”, kataku kepada Githa yang sedang asik melamun.

“Eh…. Penis….penis… eh Minumnya… makasih”, Githa yang kaget karena sedang melamun, ucapan menjadi melantur, mukanya memerah malu, “uhhh kenapa tiba-tiba aku ngomong begitu…???”, fikir Githa.

Aku tersenyum ketika itu, guna-gunaku telah mengenai Githa

“kenapa mbak Githa…, mbak Githa pengen liat kontolku?”, tanyaku kepada Githa yang terduduk di sofa.

”ohh… tidak…..jangan….eh…. iya…..”, jawab Githa, mukanya merah padam berusaha menguasai dirinya. “ahh kenapa aku ini”. bathin Githa, ia bingung tapi seolah tidak dapat beranjak pergi dari hadapanku.

“Ini mbak kontolku…”, kataku seraya memelorotkan celanaku, penisku langsung tegak mengacung ke hadapan wajah cantiknya

”Acckkhh tidak….jangan….”, Githa menutup matanya dengan sebelah tangan, sedangkan tangan yang satunya berusaha menahan aku supaya tidak maju.

Tetapi yang terjadi malah tangannya mencengram penisku dan seolah mengocok penisku.

“Katanya tidak mau…!!!, tapi kok dikocok…. Hahahaha…”, kataku sambil tertawa mengejek apa yang dilakukan oleh Githa

Dia lalu melepaskan penis yang digengamnya, ingin rasanya ia lari, tapi entah mengapa tubuhnya seolah tidak dapat bergerak.

“Emmhh jangan aku tidak mau….”, mata Githa terpejam, terlihat tetesan air mata dari matanya, ketika penisku pukul-pukulkan di mukanya.

Aku menghentikan aktifitasku, sesaat kemudian Githa membuka mata, dan terkaget melihat batang penisku tepat di hadapan bibirnya.

“Ahhh tidak…., aku tidak mau dipaksa!”, tetapi yang terjadi malah sebaliknya, ia membuka mulutnya dan memasukan penis itu ke dalam mulutnya kemudian kepalanya melakukan gerakan maju-mundur.

” Ohhh…kenapa aku ini…..”, bathin Githa Setiana bergelut tak mengerti, antara keinginan otak dan perbuatan tidak sejalan.

Suparno

“Lo bakat juga nyepong kontol…, suka kontol ya Mbak? , kataku sambil melepas penis dari mulutnya.

“Emhh tidak… aku tidak mau….kumohon jangan…”, balas Githa saat itu.

“Jangan apa?”, tanya balik dariku.

“Kumohon jangan perkosa aku…”, jawab Githa dengan mengiba.

“Hahaha…., kamu tidak ingin di perkosa tetapi tubuhmu berkata lain…, tidak enak ngentot sambil pake baju, lebih baik kamu buka baju dan telanjang di hadapanku“ kataku kepadanya.

“Tidak…. Aku tidak mau…. Tolong jangan…aku tidak mau membuka baju”, tetapi keinginannya berbeda dengan apa yang dilakukannya

Githa tiba-tiba berdiri, membuka kaosnya sehingga terlihat bra biru muda di baliknya, kemudian ia membuka sabuk dan resleting celananya. Di luar kendalinya, ia memeloroti sendiri celana panjangnya itu.

“Ohh kenapa aku jadi begini? Apa yang terjadi padaku?” jerit bathin Githa

Kini yang tersisa di tubuh Githa tinggal pakaian dalamnya saja. Kemudian ia kembali duduk, dengan posisi kaki naik ke atas sofa dan mengangkang, seolah-olah ingin memamerkan selangkangannya yang masih tertutup celana dalam. Tangannya mengelus bagian segitiganya seolah menantangku untuk menggarapnya.

“Hiks…. Tolong jangan perkosa saya!”, ujar Githa memohon kepadaku.

“Hehe… jangan perkosa kok malah telanjang?? Mbak Githa pengen ngerasain kontol saya dimana nih…!! Hehehe….”, ujarku sambil menertawakan apa yang dilakukan penyiar cantik tersebut sambil mengacung-ngacungkan penisku di depan wajahnya.

Muka Githa Nafeeza terlihat merah padam mendengar ucapkan, tapi otak, badan dan hati tidak sejalan, malah ia sempat membalas pertanyaanku,

“Masukin ke memekku …, aacckkhh tidak…. Jangan…..”, ucap Githa meralat. “Ohh Tuhan apa yang terjadi dengan diriku”, air mata Githa meluncur di pipinya.

Aku mendekati Githa, lalu kucium leher jenjangnya, sementara tanganku meraih payudaranya kuremas-remas dengan kasar.

“Tubuhmu wangi sayang…., toketmu juga kenyal”, ujarku sambil melanjutkan aktifitasku, kali ini tanganku menyusup ke balik cup branya dan meremas daging kenyal di baliknya yang berkulit halus itu. Kuturunkan cup sebelah kanannya sehingga terlihatlah payudaranya yang sedang dengan puting kecoklatan itu. Langsung kukenyot payudara itu dengan gemas dan kadang kugigit putingnya. Sedangkan tanganku turun ke selangkangannya dan masuk ke balik celana dalam lalu mengaduk-ngaduk dan mendapatkan klitorisnya dan memainkan daging kecil yang sensitif itu dengan kasar. Mata Githa terlihat sembab,

“Acckkhhh… jangan ….. teruskannn… jangan… sudah… sudah…..”, dengan nafas tersengal-sengal Githa memintaku menghentikan aktifitasku yang semakin menjadi.

“Kamu ingin dientot.. ya sayang…?”, kataku di dekat telinga Githa sedang tanganku tetap memainkan klitorisnya.

“Ehhh….. enggakkk….. jangan…..”, pinta Githa kepadaku dengan kondisi tubuh yang makin terangsang.

“Jangan..??, tapi memek kamu berkata lain.. lihat becek begini….”, ujarku dengan nada mengejek sambil menarik keluar tanganku dan memperlihatkan jari-jariku yang basah oleh cairan cinta miliknya.

“Aaaaahhh Mang!!” Githa menjerit kecil ketika tubuhnya kutarik lalu kudorong dadanya hingga ia terbaring di sofa itu.

Buru-buru aku menarik lepas celana dalamnya sehingga vaginanya yang berbulu rapi itu terlihat jelas. Ia malu-malu dan menutupi bagian itu dengan tangannya. Reaksi itu justru menaikkan nafsuku terhadapnya. Kutepis tangannya lalu kuarahkan penisku ke vaginanya yang sudah becek

“Acckkkkkkhhhh….. sakit….. sakit…jangan Mang, saya mohon”, jerit Githa sambil tangannya berusaha menahan tubuhku, kepala penisku sudah memasuki vaginanya.

”Acckkhhh peret sekali memekmu sayang…”, ujarku sambil berusaha berusaha mempenetrasi vaginanya

“Acckkkkhhhhhh…. Sakkkiiitttt…… ammmmppuunn….”, jerit Githa, tulangnya serasa remuk, menahan sakit yang teramat sangat ketika aku masukan seluruh penisku ke dalam vaginanya sampai buah pelirku beradu dengan selangkangannya.

Kudiamkan sejenak penisku di dalam vaginanya. Kemudian kugenjot kasar vagina Githa

“Acckkkhhhh… ammpuunn…. Sudaahh…”, Githa berusaha untuk melepaskan penisku dari dalam vagina, namun yang terjadi malah genjotan yang berlawanan sehingga penisku semakin masuk kedalam vagina Githa. “Accchhh …peret….. enak sekali…Memekmu…..”, ujarku dengan terus menggenjot vaginanya.

Sementara wajah Githa semakin sayu, tubuhnya melemah “ooohhhh… tidakkk….aaccchhhh …. Enakkk…. Yah….. masukin kontolmu …..”, dalam bathin Githa menjerit minta ditambah genjotannya. Githa merasakan gempuran penisku yang keluar masuk vaginanya hingga 10 menit kemudian.

“Acckkkkkkkhhhhh!!”, tubuh Githa mengejang kemudian melemah kembali, ia orgasme yang pertama kalinya.

Aku keluarkan penisku, tampak cairan cintanya berleleran deras hingga membentuk untaian dengan penisku.

“Emmhhh ternyata sama saja, gak lonte, ga penyiar...kalo sudah konak semua juga becek hehehe…”, ejekku kepada Githa

“Tidak….aku bukan lonte… aku bukan pelacur!!”, ucap Githa berusaha mengkonforntasi ucapanku.

“Hahahaha…. Kita buktikan…. Kalo lo memang pelacur!”, ucapku di depan mukanya, “kalo lo pelacur… lo akan mengikuti aku ke kamar Sumi dengan merangkak.., tapi kalo lo bukan pelacur lo akan mengambil pakaianmu dan pergi dari sini” ucapku sejurus kemudian.

Aneh dan tidak habis fikir Githa, dia yang menginginkan mengambil pakaiannya malah mengikutiku ke kamar Sumi dengan cara merangkak.

“Hahahaha…. Ternyata kamu merasa jadi pelacur….sekarang naik ke atas ranjang dan berbaring!!”, perintahku kepada Githa

Dengan tetap merangkak ketika menaiki ranjang Sumi. Kemudian aku mengambil dua buah sabuk milik Sumi, kuikat tangan Githa ke ujung-ujung ranjang. Ia tampak kembali menangis,

“Tenang sayang…, kamu akan merasakan siksaan birahi yang paling nikmat…”, kemudian aku berpindah ke antara selangkangan Githa, kuangkat sebelah kakinya dan kusampaikan di pundakku, kemudian kuarahkan penisku ke vaginanya kembali.

“Emmhhh Memek kamu peret sayang….., kontolku susah sekali masuk….”, aku kembali memasukan penis dan menggasak liang kewanitaan Githa dengan kasar.

“Acckkkkhhhh…..eemmmhhhh…….ohhh…”, erang Githa ketika liangnya kusodok-sodok, tampak ia semakin pasrah menerima sodokan-sodokanku dan birahinya pun kembali membara.

“Bagaimana sayang rasanya di entot kontolku….kamu suka?”, tanyaku kepada Githa.

“Acckkkkhhhh…Iya….. aku suka…..aku suka kontolmu……terus…aacckkhhh”, jawab Githa di tengah birahi yang semakin tidak terkontrol.

“EEmmmhhhh….. Kalo gitu kamu pelacur… lonte yang ingin di entot kontol laki-laki…”, aku mencoba untuk mempengaruhi akal dari Githa dan menjatuhkan harga dirinya ke titik terendah,

“Acckkkhhhh… aku bukan… aakkhh lonnteee…, jangan aaannggkkk pangggiill aku lonnntttee!!”

Aku menghentikan sodokan membuat birahinya jadi mengambang,

“Jika lo ingin dientot lagi, lo harus ngaku bahwa lo lonte…”, kataku kepadanya.

“Iya…. Aku… Lonte….. Githa Mohon …. Entotin lagi memek Githa….”, aku tersenyum penuh kemenangan dan kembali menggenjot tubuh Githa yang sudah basah karena keringat.

Sementara itu, Sumi sudah sampai di depan pintu, kemudian mengambil kunci dan memasuki apartemen,

”Pada kemana nih …?”, Sumi kemudian menyimpan belanjaannya di atas mini bar

Ketika melirik ke arah sofa, tampak pakaian Githa dan pakaianku berserakan. Sumi tampak tersenyum, dia mendengar suara desahan dan erangan dari dalam kamarnya.

“Apa yang sedang kalian lakukan…!!!”, kata Sumi berpura-pura ketika membuka pintu kamarnya yang tadi setengah tertutup.

“Acckkhhh aku lagi ngentot mbak Githa…., katanya mbak Githa pengen dientotin nih”, jawabku sambil terus memompa vagina Githa

”Acckkhhh…Nggak.. Sum…aku diperkosa…Acckkkhhh Nikkmmaattt!”, ucapan itu yang terlontar dari mulut Githa.

Sumi tersenyum tanpa mempedulikan apa kata Githa, gadis itu kemudian membuka pakaiannya sendiri hingga telanjang bulat

“Ko… Mau ngentot ngak ngajak-ngajak sih?”, ucap Sumi yang kemudian mengambil posisi di atas Githa

Vagina Sumi yang berbulu lebat tepat di hadapan muka Githa

“Ayo … Githa jilat memekku!”, ujar Sumi kepada sahabatnya.

Githa yang dilanda nafsu birahi, menjulurkan lidahnya, berusaha menjilat bagian kewanitaan sahabatnya tersebut. Karena tangan Githa di ikat membuat dia kesulitan untuk menjilat vagina Sumi. Mengetahui hal itu Sumi lalu mengangkat kepala Githa dan mendekatkan ke daerah intimnya.

“Ackckkhhhh… iya …. Disitu…ennaakkk sayang…..”, ucap Sumi, ketika jilatan-jilatan Githa mengenai klitorisnya. Sumi yang memang tadinya ingin kencing tidak kuat menerima jilatan-jilatan Githa, sementara buat Githa itu merupakan sensasi baru menerima sodokan dan menjilat vagina sahabatnya sendiri.

“Acckkkhhhh…. Nikmat Sayang”,

Tidak sampai lima menit tubuh Sumi mengejang, mengeluarkan cairan cintanya yang menyemprot langsung dimuka Githa sehingga cairan cinta itu terminum dan membasahi muka temannya tersebut. Tidak lama setelah itu

“Acckkkkhhhhhhhhhh……….”, kini giliran dari Githa yang orgasme dan mengeluarkan cairan cintanya.

Sumi tampak menjilat-jilat bagian intim sahabatnya tersebut yang masih dipenuhi oleh penisku. Kemudian aku mengeluarkan penisku, sedang Sumi mengambil sebuah dildo yang setiap ujung-ujungnya menyerupai penis.

“Githa…., sekarang waktunya!!”, ucapku sambil memasukan penisku ke dalam mulutnya.

“mmmuuuuuaaa…………mmmpphhhh”, itu yang terdengar dari mulut Githa ketika mulutnya dipenuhi oleh penisku sampai mentok ke tenggorokannya

Sementara aku memompa penisku di mulut Githa, Sumi memasukan dildo ke vaginanya, sedang ujung yang satunya ke vaginanya sendiri.

“Acckkkhhh….nikmaaatt…oooohhh….”, erang Sumi yang mencoba mencari kenikmatannya sendiri.

Tidak lama dari situ, “Acckkhhh… aku mau keluar sayang…, telan semua pejuku”, desahku.

“crrooottt….crooottt…”, aku mengeluarkan sperma yang cukup banyak sebagian banyak terminum oleh Githa dan sebagian lagi menghias muka, hidung dan rambut penyiar cantik itu.

Kemudian aku membuka ikatan tangan dari Githa, wanita itu bangkit dan sekarang posisi antara keduanya saling berhadapan, sisa peju yang berada di sekitar wajah dibersihkan oleh Sumi dengan cara dijilat, lalu keduanya saling berpelukan, bibir mereka saling berpagut, payudaranya saling bertemu, dan dibawah dildo semakin tertanam di vagina mereka. Sungguh suatu pemandangan indah, kedua penyiar berita itu berusaha untuk mencapai puncaknya masing-masing dengan menggoyang-goyangkan dan memompa vaginanya masing-masing, membuat dildo tersebut semakin meransang dan meningkatkan birahi keduanya.

“Acckkkhhhh…enak…. Sumi Sayang….”, desah Githa,

“Ohhh…Git, emang enak!!” erang Sumi

Tidak lama dari itu keduanya mencapai orgasme tubuh Githa melenting ke belakang, demikian juga dengan tubuh Sumi.

“Accckkkkkhhhhhh…. Nikmat…. Git!!”, erang Sumi ketika meraih orgasmenya.

“Aaaccckkkkkkkkhhhh …..Iya.a….. Ennnaakkk Sum!”, jerit Githa

Tubuh Sumi kemudian ambruk di sebelah tubuh temannya itu. Kemudian Githa menaiki tubuh Sumi dengan posisi 69, mereka saling menjilati vaginanya masing-masing. Membuatku bernafsu kembali aku melangkah dan mengambil posisi dibelakang tubuh Githa. Kuambil lotion yang ada di atas meja, kuolesi penis dengan lotion tersebut, kemudian ku arahkan penisku ke anus Githa.

“Acckkkhhhh…. Sakit…..”, kembali Githa mengerang ketika anusnya di bobol oleh penisku sebelum, Githa tidak dapat melanjutkan jilatan-jilatan terhadap vagina Sumi karena aku menghujamkan penisku ke dalam anusnya dengan cepat, begitu juga dengan Sumi yang terus mengenyot vagina sahabatnya tersebut. Sampai akhirnya…

”Acckkkkhhhh….. nikkkmmmattt…..”, erang sedangkan cairan cinta memenuhi muka Sumi Sefira, kemudian terkulai lemas disebelah Sumi.

Selanjutnya kutarik dan kubalikan badan Sumi ke pinggir ranjang, sehingga kaki Sumi menjuntai ke bawah dan payudaranya tertekan oleh ranjangnya. Kembali kusodokan penis besarku ke vagina Sumi

“Acckkkkhhhh…. Iiyyyaaahhh …. Ennnttotiiinnn saya sampe puas!”, lenguh Sumi yang membuatku seolah kesetanan untuk memacu genjotan-genjotanku.

Tidak lama dari itu “Acckkkkkkkhhhh …….Aku Samppaaiii”, jerit Sumi yang kemudian terkulai lemas.

“Crrooootttt….Crrrooottt”, semburan pejuku mengisi rahimnya.”Ahhh…. enak…..sayyanng”, ketika aku mengalami klimaks.

Aku tinggalkan kedua penyiar cantik itu terbaring telanjang, dengan tubuh berlumuran keringat dan cairan cinta. Mereka berdua mulai tertidur karena kelelahan. Sementara aku mengambil air minum sambil tersenyum penuh kemenangan.

By: Dicki

Selanjutnya penyiar yang mana lagi? Tommy Tjokro?? Ralp Tampubolon? Atau Prabu Revolusi?
------------------------
28 komentar Post your own or leave a trackback: Trackback URL
  1. juragan_geblek mengatakan:
    wah,kok agak kurang seru ya,kalo gampang kena gendamnya.jadi kecepatan.
    Lanjutkan pejuanganmu!
  2. mr r mengatakan:
    jangan. penyiar wanita aja. di sctv. hehehe… louisa kusnandar keliatannya mantep apalagi tuh susunya dan bodynya padet kenyel dan montok banget. bener2 horny kalau aq ngeliatnya. ^^
    denger2 masih perawan lho sama susunya louisa kalau terangsang bisa ngeluarin air susu lho? dan jangan lupa dihamili. hehehe
    oya. pertamax!!!! mantap…
  3. dione mengatakan:
    Kalo ga salah ada beberapa reporter trans corp yang juga cantik-cantik.. Ada Sisca Husein (redaksi pagi akhir pekan, sabtu minggu jam 7.30) dan Claudia Yuniar (asli enak,minggu jam 11.00). Silahkan ditonton dan gw harap ada yang bikin cerita tentang mereka..
  4. mupengers mengatakan:
    usul: yohana margaretha, reporter metro tv. horny klo liat lg siaran. montok, sexy dahhh….
  5. kijoko mengatakan:
    siiip deh pokoknya,…..! tapi akan lebih siip lagi klau pikiranya tetep brontak dan menolak tapi tubuhnya tak mampu digerakkan ya mirip mirip ama ceritanya manohara diklantan gitu lo…. he…3x. dan cari perempuan yang udah bersuami garap terus sampai hamil dan si suami nggak ngerti gitu, singkat cerita setelah anaknya lahir tanpa pengaruh gendam peras dan dipaksa layanin napsu boss2 narkoba gitu dia gak bisa nolak karena takut aibnya diketaui ama suaminya gitu bossss……. aku tunggu lanjutanya dan trims……..
  6. Oyes mengatakan:
    Anyar.
  7. apakautakberpikir mengatakan:
    kok, ceritany kaya meyda dan oky setiawati dewi, bos shusaku baikny ini tarik dari peredaran, hanya mengganti tokohny aja dan ini kedua kali. Lg pula cerita ini kualitasnya low class malu maluin sibos aja.repost
  8. andinoeg mengatakan:
    ceritanya tambah hot
  9. kudanil mengatakan:
    Wah…wah..mataapp!! Githa Nafeeza ini emang Favorite Gue (dah punya anak tp msh ok).Tapi ceriatnya agak berebih…
  10. onak mengatakan:
    bos shu, cerita ini ga mutu banget…
  11. jay_shon mengatakan:
    great story lanjutin dong ceritanya klo dari dari
    metro tv :
    Gadiza Fauzi,,Zelda Savitrii,Lucia Saharui,Prita Laura
    ,Fessy Alwi,Aviani Malik,Marissa Anita,Putri Ayuningtyas,Nina Melinda,Ratna Wardani,Maria Kalaij,Elvita Khairani,Frida Lidwina.Kania Sutisnawinata,Catherine Keng,Yvonne Adelia
  12. dean winchester mengatakan:
    apa gak ada komen dari penulisnya nih..???
  13. mago mengatakan:
    berikutnya Ralp Tampubolon aja di gendam ama si suparno jadi budak seksnya wkwkwkwk
  14. Kuyauya mengatakan:
    Hebat brother Shu,makin banyak aje koleksi penyiar cewek metro tv nya.Moga mkn tambah jaya aja blognya.
    Btw: buat si operator Kartu AXIS TAIK ANJING!!yg udah ngeblocking Blog ini.
  15. BlackKnight mengatakan:
    kok ada githa setiana dan sumi sefira, ini cuma ctrl+h (alias replace aja yah)
    Yah sebenarnya replace gpp asal dirapihin lagi dan disesuaikan ama tokohnya.
  16. salamander mengatakan:
    Keren sih tapi berasa kurang seru plotnya. Adegan hotnya sih bagus, lumayan bikin si joni berontaklah :D
    Next mau hajar siapa ? Siapa pun asal jangan shara aryo ya, dia favorit ane soalnya. Jadi jangan disentuh :D
  17. SANDEWA mengatakan:
    ini kan cuma ganti tokokh lagi, ama cerita versi jilbab oki setiana dewi ama meyda
    pengaranbgnya sma apa ebda sih ?
    kalo beda sih malu2in banget//kopas abis..cuma ganti nama…
    CKCKCKKC
  18. Junkies mengatakan:
    kayaknya bakal lebih bagus kalo korbannya sadar dan ada unsur paksaannya deh, kalo kayak gini kan kayak di bawah sadar
  19. Junkies mengatakan:
    BTW pengarangnya sama dengan yang cerita meyda dan oki yah, kalo sama berarti lanjutan kisah ini sudah ada dong
  20. ikutnimbrung mengatakan:
    Kalo untuk Yohana Margaretha jangan donk… dia tuh masih keluarga saya, nggak enak kan baca cerita sex tentang Kakak sendiri, walaupun hanya cerita fantasi doank…. Thanks Bos Shu.
  21. BlackKnight mengatakan:
    ada lanjutannya gak nih
  22. Oyes mengatakan:
    Lanjutkan!
  23. wyxmnt mengatakan:
    lebih mantep lagi kalo tina talisa ikut bergabung
  24. lina feby mengatakan:
    aq mau kok jadi cewek ke tiganya,
  25. BlackKnight mengatakan:
    lanjutannya marissa anita yah, biar tocil tapi cakep banget tuh
  26. Andriyan mengatakan:
    okeh ni cerita,,,,
    tapi kayaknya ceria pernah baca apa kalo gk salah y dulu,,,,
    bdw ganti topik dunk dengan anak sekolah hahaha..
    thx
  27. Paragon mengatakan:
    Mantab Bos ceritanya, pertamax dah, tp gw punya usul nih gmn klo lu juga ceritain tentang penyiar berita di TV favorit gw, yaitu Tina Talisa (TV One) & Aviani Malik (Metro TV). Usul gw klo cerita tentang Tina Talisa dibikin aja waktu acara “Apa kabar Indonesia malam?” (sex version-kaya empat mata tukul), trus klo cerita tentang Aviani Malik dibikin aja waktu dia lagi interview ma pejabat di rumahnya trus ML dah, OK Bos gw tunggu coy, slm mupengers dari Paragon (Pasukan Rambut Gondrong)
  28. wyxmnt mengatakan:
    kalo menurut ane malah si githa duet bareng tina aja deh, kan sama-sama tukang wawancara
    BTW kalo liat si githa yang di maxim kayaknya rada binal juga dia.
    nih gw nemu foto dia di maxim, ada orang yang scan terus upload
    http://newsanchoradmirer.wordpress.com/2010/07/09/githa-nafeeza-maxim-magazine/
Sungguh Puaskah Istri Anda ?