Jadilah Lelaki Perkasa, Seperkasa Kuda Putih

Thursday, December 18, 2014

Keponakanku, Selingkuhan Istriku

Dian

Aku, Rudi, dan istriku, Dian, memiliki selisih usia sekitar 6 tahun. Kami berdua telah menikah selama 5 tahun, dan telah dikaruniai 2 orang anak yang sangat lucu. Aku bekerja sebagai karyawan swasta, dan istriku hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Kehidupan kami biasa saja, bahkan terlalu biasa. Awal perkenalan kami adalah ketika kami berdua sama-sama tersesat dalam perjalanan wisata ke Yogjakarta. Dan dari situ, aku merasakan indahnya jatuh cinta kepada calon istriku di pandangan pertama. Karena tak beberapa lama setelah pertemua kami, aku langsung melamar dan menikahinya.
Bagiku, Dian adalah sosok wanita yang sangat cantik. Wajahnya bulat, berambut hitam lurus sepundak, berkulit putih, berkaki panjang dan yang paling membuatku semakin jatuh cinta adalah, senyum dan tatapan matanya, yang mampu membuat dunia seolah berhenti berputar. Aku pikir, perbedaan usia kami bukanlah sebuah kendala. Sehingga ketika ia berulang tahun ke 18 tahun, sebuah pernikahan sederhana langsung aku persembahkan padanya.

***

“Kita pasti bisa menghadiri acara si Ratu khan mas…?” Tanya Dian dengan senyum andalannya.
Tanpa menjawab pertanyaannya, aku hanya mengangguk sambil membalas senyum istriku.
“Kamu memang suami adek yang paling pengertian…” girang istriku.
Dengan nada yang masih antusias karena kegiranganan, Dian langsung kembali meneruskan acara telephonnya dengan kakaknya.
“Selama kamu senang, aku pun bisa senang dek…” ucapku dalam hati.
Andai saja aku bisa meramalkan kejadian beberapa waktu kedepan, aku pasti tak akan mengijinkan istriku pergi ke acara pernikahan itu. Karena semenjak acara pernikahan itu, semua kisah cinta dan pernikahan kami berubah 180 derajat.

***

Hari H pun telah mendekat. Beberapa hari lagi, pernikahan yang semua akomodasi, penginapan dan konsumsi sudah dipersiapkan oleh keluarga Ratu dan Putra, akan segera dilaksanakan. Dari kotaku berada, kami berangkat berempat. Aku, istriku, Dwita (kakak iparku), dan Romy (anak Dwita), naik pesawat paling pagi menuju Semarang. Sengaja kami tak mengajak kedua anak kami, karena kami pikir, perjalanan kami ke Semarang cukup jauh, mau tak mau kedua buah hatiku aku titipkannya ke kerabat terdekat. Sebenarnya, aku dan Dwita sangatlah jarang bertemu, sehingga untuk mengakrabkan diri, istriku memintaku untuk bertukar tempat duduk dengan kakaknya. Aku duduk bersebelahan dengan Dwita, sedangkhan Dian duduk bersebelahan dengan Romy.
 “Okelah… untuk sementara ini aku agak menjauh dari istriku…. Toh hanya beberapa hari ini saja...” batinku, sambil mulai membuka percakapan dengan Dwita.
 Selama perjalanan, perbincanganku dengan Dwita berjalan cukup seru. Dwita orangnya cukup santai dan pandai suka bercanda. Sifat mudah bergaul itu menurun kepada Romy, anaknya. Karena dari sepenglihatanku, tak henti-hentinya istriku tertawa akan semua cerita yang dibawakan keponakannya itu. Pada awalnya, aku sama sekali tak memperhatikan percakapan antara istriku dan keponakannya, karena pada saat yang bersamaan, aku juga sedang seru bercakap-cakap dengan Dwita. Namun ketika Dwita sudah mulai mengantuk dan pada akhirnya tertidur, aku baru sadar jika percakapan istriku dengan kekeponakannya agak sedikit ‘menjurus’ ke hal-hal berbau mesum. Mereka sepertinya sudah terbiasa membicarakan ke-mesum-an diantara mereka, karena dari gaya bicaranya, mereka terlihat begitu santai dan akrab. Mungkin karena mereka sudah berteman baik sejak kami menikah dan Romy hanyalah seorang anak kecil yang baru menginjak remaja, aku jadi mulai menganggapnya lumrah. Waktu itu, Romy masih berusia sekitar 15 tahun, bertubuh tinggi kurusa namun maskulin dan energik. Berkulit gelap dan memiliki wajah mirip Dwita, tidak termasuk ganteng memang. Sehingga perlahan, api cemburu mulai menyala di dalam dadaku ketika mengawasi gerak-gerik mereka.

***

Tak beberapa lama, kami tiba di Semarang dengan selamat. Turun dari pesawat, kami langsung menuju ke hotel sembari menyiapkan diri untuk menghadiri acara pernikahan yang akan diadakan di sore harinya. Acara pernikahan Ratu dan putra pun berjalan dengan lancar, tak ada kendala sedikitpun. Di penghujung acara, sebelum para undangan akan berpamitan, ada sebuah permintaan dari kedua orang tua mempelai yang meminta kami semua supaya menghadiri acara informal keesokan paginya. Acara informal yang memiliki agenda untuk saling mengenal kedua keluarga secara lebih dekat. Dan karena acaranya tak formal dan berlokasi di dekat pantai, kami diminta untuk mengenakan pakaian sesantai mungkin. Keesokan harinya, acara informal itupun berlangsung dengan tak kalah meriahnya dengan acara pernikahan. Ada  berbagai macam acara, mulai dari acara sambutan pagi, acara makan-makan, acara karaoke, hingga acara permainan yang harus dimainkan oleh semua orang, termasuk aku dan istriku. Pagi itu, Dian terlihat begitu cantik dalam tanktop dan celana jeans pendeknya. Dengan tinggi 165 cm, payudara 36C yang menggantung di depan dadanya terlihat begitu menggoda. Selalu bergoyang kesana kemari setiap ia bergerak. Ditambah lagi dengan sinaran panas matahari yang menerpa kulit putihnya, membuat payudara itu terlihat begitu ranum. Putih dengan rona merah. Satu lagi yang aku banggakan dari sosok istriku adalah, keahliannya dalam menggoda setiap lelaki. Memamerkan perut ramping tanpa lemak dan pantat bulat yang hanya dibungkus dengan celana jeans pendeknya, membuat hampir semua orang tak ada yang percaya jika Dian telah menikah dan memiliki 2 orang anak. Tak beberapa lama, acara permainan pun dimulai. Untuk membuat semua hadirin yang hadir dalam acara informal itu dapat ikut serta dalam permainan, presenter dengan pintarnya membagi kami dalam beberapa kelompok. Tiba-tiba aku sadar, jika mayoritas undangan yang datang untuk mengikuti permainan berusia cukup muda, dan entah kenapa, aku mendadak merasa sudah terlalu tua untuk mengikuti semua permainan yang akan dilakukan. Aku lebih memilih duduk di sudut taman, dan melihat mereka ketika melakukan permainan-permainan tersebut. Kami dan para undangan lainnya saling tertawa melihat permainan yang mulai berjalan. Hingga pada sebuah kesempatan, ada giliran satu permainan yang mengharuskan aku dan istriku untuk maju ke tengah. Namun karena malu, aku hanya bisa menolak dan tersenyum sambil berdada-dada ria.
“Ayo Rud… maju…. Ini hanya permainan…” teriak beberapa undangan.
Berbeda denganku, Dian terlihat begitu antusias untuk bisa tampil. Dia berulang kali menarik-narik lenganku untuk mengajakku ketengah hadirin. Tapi, karena aku bersikeras menolak dan lebih memilih untuk ingin melewatkan kesempatan ikut permainan itu, akhirnya Dian pun menyerah.

“Supaya adil, apakah pak Rudi mempersilakan ibu Dian supaya bisa bermain game dengan orang lain? “ Tanya sang presenter tiba-tiba.
“Hmmm… boleh deh….” Jawabku singkat, saat itu aku hanya ingin acara permainan ini cepat-cepat selesai dan kami bisa segera kembali ke hotel.
“Pak Rudi yakin…?” Tanya presenter itu lagi “Game ini bakal melibatkan beberapa adegan gosok menggosok kulit loohh… hehehe” tambahnya lagi, seolah-olah menantang saya untuk berpartisipasi.
Tapi aku tetap pada pendirian awalku. “Iya… bolehlah… “ jawabku lagi.
“Okelah kalo begitu… untuk mempersingkat waktu… Ibu Dian mau memilih untuk berpartner dengan siapa...? tanya sang presenter sambil menyodorkan mic kearah Dian.
“Romy…. “ jawab singkat istriku.
“Oke Romy…. Lelaki yang sangat beruntung, ayo segera maju….” Tutup sang presenter sambil kembali meneruskan acara permainan itu.
Tiga permainan akan dimainkan. Yang pertama adalah permainan memindahkan buah apel yang hanya boleh dibawa dengan cara meletakkannya diantara dahi peserta lomba. Ada sedikit perasaan aneh ketika melihat Dian dan Romy waktu menyelesaikan permainan. Mereka begitu menikmatinya. Terlebih Karena permainan ini mengharuskan kedua wajah peserta saling berdekatan, sehingga jika dilihat dari jauh, wajah istriku dan Romy terlihat seperti sedang berciuman. Namun karena pasangan istriku dan beberapa belas pasangan lainnya berhasil, dan masuk ke dalam nominasi permainan berikutnya, aku dapat meredam rasa aneh itu. Lomba kedua adalah lomba gendong pasangan sambil menyelesaikan beberapamacam perintah, seperti jogged, berlari, ataupun mengambil sebuah barang yang disangkutkan diatas ranting pohon. Untuk lomba kali ini, rasa aneh yang ada di dalam dadaku, mulai berubah menjadi api cemburu. Karena dalam permainan ini, Romy harus menggendong istriku diatas pundaknya. Sehingga vagina istriku berada di tengkuk Romy, payudara besar istriku juga tak jarang bersandar di kepala belakang Romy. Dan lagi,  beberapa kali aku melihat tangan Romy meraba-raba dan pantat istriku guna menjaga keseimbangan. Tapi karena aku lihat konteksnya hanyalah sebatas sebuah permainan, aku bisa menerimanya. Dan sekarang tiba di lomba ketiga. Lomba dimana Dian dan tiga pasangan lain berhasil masuk nominasi finalis. Lomba ketiga adalah lomba terakhir guna menentukan pemenang. Sang presenter sedikit menjelaskan beberapa aturan permainan, dan juga menjelaskan jika itu adalah lomba yang sedikit ‘berani’ dan banyak adegan mesumnya.
 “Iya… tidak apa-apa….” jawabku singkat sambil tersenyum, ketika presenter itu kembali bertanya apakah aku merpersilakan istriku  bermain dengan lelaki lain.

“Lomba ketiga adalah lomba memindahkan koin dari dahi peserta wanita kearah pusar…” ujar sang presenter.
“Ah… itu mah lomba yang mudah…” batinku dalam hati sambil mengambil nafas lega.
“Cuman… cara memindahkannya bukan dengan tangan” tambah sang presenter “Melainkan dengan…… lidah”
 “Wow wow wow… ini benar-benar lomba yang mesum…” Pikirku. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa lagi, karena selain aku sudah mengiyakan permintaan presenter, aku juga malu jika harus merusak mood Dian yang sebentar lagi bisa saja menang.
 “Pemenang lomba ini adalah makan malam romantic dan sebuah iphone untuk masing-masing peserta…” teriak sang presenter sambil diikuti teriakan seru para penonton.
 4 buah meja, diletakkan berdekatan diantara para peserta. Dan para peserta wanita diminta untuk tidur terletang. Sebuah koin kecil, diberikan panitia kepada peserta pria supaya diletakkan pada dahi pasangan wanitanya. Bagiku, itu adalah lomba yang sangat seksi. Terlebih melihat tubuh istriku yang pagi itu hanya terbalut dalam tanktop tipis  dan celana pendek, semakin membuat perlombaan terakhir ini terasa makin menggairahkan. Saking menggairahkannya, aku bisa melihat jika benda yang ada di selangkangan Romy telah membesar sejak awal perlombaan.
“Yaaak… siaaappp… mulai….” Aba-aba sang presenter memulai permainan.
Pertandingan pun dimulai, dan Romy perlahan mendorong koin dengan lidahnya. Alih-alih merasa malu, Dian hanya bisa tertawa-tawa geli karena sekilas, Romy terlihat seperti sedang menjilat-jilati wajah dan leher Dian. Melihat tingkah mereka, aku benar-benar merasa cemburu. Apalagi ketika koin itu telah bergulir ke arah dada istriku dan masuk ke belahan dadanya. Dian yang merasa kegelian hanya bisa tertawa-tawa kecil sambil sedikit melenguh seolah merasakan keenakan ketika menerima jilatan lidah basah kekeponakannya itu. Sejenak, Romy menghentikan jilatan pada payudara istriku dan menatapku tajam, seolah bertanya apakah ia bisa melanjutkan.
 “Ayo Rom… terusin jilatinnya… dorong terus… kita pasti menang.. hihihi… ” ucap Dian membuyarkan tatapan tajam kami berdua.
 Tidak ingin terdengar seperti orang tua yang tersiram api cemburu, sehingga aku menganggukkan kepalaku, mengijinkan Romy meneruskan jilatannya pada payudara istriku. Melihat persetujuanku, lidah Romy langsung bermanuver lincah pada belahan dada istriku. Itu adalah pemandangan yang sangat seksi, pemandangan yang membuatku sangat cemburu dan terangsang. Apalagi ketika aku juga menyadari jika selain tonjolan benda yang ada di selangkangan Romy semakin membesar, putting payudara istriku juga tinggi menyembul, terlihat begitu nyata menembus kain tipis tanktopnya. Dian hanya bisa cekikikan sambil berusaha mencoba menahan sensasi geli dari lidah Romy yang berkeliaran di sekujur kulit payudaranya. Hingga pada akhirnya, Romy berhasil menempatkan koin itu ke dalam lubang pusar Dian sehingga mereka ditetapkan menjadi juara perlombaan di pagi hari itu.

***

Acara makan malam romantis buat pemenang game tadi pagi, terasa begitu mewah. Kami disuguhi dengan berbagai macam makanan, minuman, dan snack. Setelah makan malam, kami berdua langsung dipijat, sauna, lalu  mandi. Hinga pada akhirnya, setelah semua sajian hadiah pemenang telah semua kami nikmati, kami kembali ke kamar dan bersiap untuk tidur. Intinya, malam itu kami benar-benar terpuaskan oleh sajian hotel. Setibanya di dalam kamar, kami langsung bersantai di ruang TV. Aku akui jika seharian itu aku benar-benar horny dan anehnya, akupun bisa merasakan istriku horny juga. Kami mulai minum bir, Dian tidak minum tetapi ia mengambil setengah gelas dan segera menenggaknya habis.
“Sayang aku sange banget… ngewe yuk…” pintaku sambil berbisik lirih di telingan Dian.
Dian tak menjawab permintaanku, dia hanya bisa tertawa kecil sambil memegang dan mengurut selangkanganku yang sudah menegang dari luar celana pendekku. Aku kecup bibir tipisnya, mencoba menyalurkan nafsuku yang sudah menggebu pada dirinya. Kuraba payudara dengan putingnya yang sudah membesar, dan kuremas perlahan.
“Aku pengen nidurin kamu sampe pagi dek…” ucapku lagi.
“Aku juga mas… pengen ngerasain sodokan tititmu….” Jawab Dian.
“Kamu udah bener-bener basah dek… pasti kamu sange banget ya…?”
“Hhmmmpppghghhh…” desah Dian mengiyakan.
“Nafsu menggebuku pasti bisa terlampiaskan malam ini….” Ucapku lirih sambil perlahan mulai melucuti jubah mandi Dian.
Namun, ditengah pendakian kami berdua, tiba-tiba…TOK TOK TOK ! terdengar suara ketukan dari pintu kamar hotel.
“Tante Dii…. Tantee….” Itu suara Romy.
“Sialan… ngapain lagi sih bocah itu… mengganggu saja….” Umpatku
“Bukain aja dulu mas… siapa tahu ada yang penting… ntar khan ngewenya bisa kita lanjutin lagi…” redam istriku sambil merapikan jubah mandinya.
Ternyata tujuan Romy mengganggu acara malam kami hanyalah dikarenakan ingin berpamitan. Pesawat yang mereka tumpangi, memiliki jadwal yang agak berbeda dengan jadwal kami, sehingga ia ingin mengucapkan selamat tinggal dan sedikit berbasa-basi.
 “Masuk aja Rom… Tante Di ada di kamar mandi…” ujarku sambil mempersilakan bocah 15 tahun ini masuk.
Dan setelah Romy masuk ke kamar, aku langsung menuju ke sudut kamar dan menonton TV yang ada di ujung kaki tempat tidur. Aku duduk di kursi sofa yang ada samping tempat tidur dan Romy hanya duduk beberapa meter dari tempatku duduk. Di ujung tempat tidur, menghadap tepat ke arah TV. Tak beberapa lama, Dian keluar dari kamar mandi dan ikut duduk disamping Romy, nimbrung bersama.

Sambil menonton TV. kami mulai berbicara tentang apa saja. Pada awalnya, pembicaraan kami terasa agak canggung, oleh karena itu, aku iseng menawarkan bir untuk memperhangat suasana.
“Nggak Om… ntar mami Romy tau… “
“Udah… sedikit aja Rom… udah gedhe ini… “ candaku.
“Sedikit aja kali ya...” ucapnya singkat sambil mengambil gelas gelas bir yang aku sodorkan padanya.
Tiba-tiba, ketika sedang melihat Romy dan istriku bercakap-cakap dari belakang, aku teringat akan kejadian tadi pagi dimana mereka lomba. Kejadian dimana selangkangan Romy membesar dan putting istriku mencuat.  Aku yakin, jika pasti ada sesuatu yang terjadi antara istri dan kekeponakanku ini.
“Hooaaahmmm….Cuaca hari ini membikin ngantuk ya…?” ujarku dari belakang Romy dan istriku duduk.
“Iya nih om… Sedikit bikin ngantuk…” Ucap Romy yang sedikit menengok ke arahku.
“Trus..trus.. gimana lanjutannya Rom…?” Tanya istriku lagi.
“Iya Tan… Jadi setelah itu…bla la bla…..” lanjut Romy dan
“Sialan…“ Ternyata mereka sudah sama sekali tak menggubris keberadaannku.
 Hingga pada akhirnya,  setelah 20-30 menit pembicaraan yang (bagiku) sangat membosankan, aku putuskan untuk hanya mengawasi gerak-gerik mereka dengan cara berpura-pura ketiduran. Walau aku hanya melihat kedua manusia berlawanan jenis ini dari arah punggung mereka, aku tahu jika situasi di kamar ini terasa agak aneh, terlebih aku merasa agak terangsang ketika mengawasi gerak tubuh mereka.Berulang kali, Romy melirik ke arahku yang berada jauh di belakang tempatnya duduk. Dan beberapa kali juga ia mengawasiku dari dekat, memastikan jika waktu itu aku sudah benar-benar tertidur pulas di sofa. Alunan musik yang lembut, ditambah sepoi angin yang masuk ke dalam kamar kamar hotel, membuat suasana semakin mesra. Dan entah darimana, kami tiba-tiba sadar jika suasana diantara kami bertiga mulai memanas. Tiba-tiba Romy bertanya kepada Dian mengenai hal yang sama sekali tak pernah aku bayangkan.
“Tante Di… apa boleh Romy mencium bibir tante…?” tanya remaja 15 tahun ini dengan malu-malu.
Butuh beberapa waktu bagi Dian untuk merespon pertanyaan Romy, tapi pada akhirnya ia mengangguk dan hanya berdiam diri. Pada awalnya, Dian tidak menanggapi permintaan aneh kekeponakannya ini.Istriku memilih untuk berdiam diri ketika menerima ciuman-ciuman keponakannya.Tapi, lama kelamaan, seolah ikut terbawa suasana horny, istriku mulai membalas ciuman dan kecupan Romy. Selama beberapa menit, mereka terlihat saling balas ciuman mesra. Saling jilat dan kulum, seolah mereka adalah sepasang pengantin baru yang sedang dilanda api asmara.
Menerima balasan yang positif dari istriku, Romy pun mulai melancarkan rayuan-rayuan mautnya.
“Kamu cantik Tante…”
“Tubuh tante wangi sekali…”
“Pasti Om Rudi beruntung banget bisa menikahi tante… “
“Andai saja tante belum menikah, Romy bersedia kok menikahi tante…”

Romy

Mendengar puji dan rayuan Romy, keponakannya, istriku sepertinya semakin bernafsu. Karena dari sofa tempatku berpura-pura tidur, aku bisa melihat gerak-gerik tubuhnya ketika sedang horny. Berulang kali, jemari lentik istriku membelai rambut, wajah dan lengan Romy.
“Tante Di… apa boleh Romy memegang tetek tante…?”
Mendengar pertanyaan keponakannya, istriku langsung menghentikan ciuman mesranya dan buru-buru menengok tajam ke arahku. Dan setelah beberapa saat, begitu mengetahui jika waktu itu aku masih dalam kondisi tertidur lelap, istriku mengangguk. Ia mengijinkan keponakannya itu untuk memegang payudaranya. Ini GILA. Mereka sudah benar-benar gila. Mereka melakukan perbuatan mesum tepat di depan diriku berada. Tubuhku tiba-tiba bergetar. Aku harusnya marah pada kekeponakanku yang telah menggoda istri orang. Aku harusnya murka kepada istriku yang telah membiarkan lelaki lain meraba tubuhnya. Namun, entah kenapa, melihat perbuatan mesum mereka saat itu, aku hanya diam saja dan menantikan apa yang akan terjadi selanjutnya. Seiring dengan perbuatan cabul mereka, timbul perasaan aneh, antara gairah, nafsu, canggung dan cemburu.
 “Sepertinya mereka tak akan berhenti sampai disini…” ucapku dalam hati.
 Dan benar saja, tak lama kemudian, Romy kembali bertanya pada istriku.
“Tante Di… boleh nggak kalo Romy pengen melihat tubuh indah tante…” tanyanya polos sambil terus mencium bibir dan meraba-raba payudara montok istriku dari luar jubah tidurnya.
Mungkin karena istriku sudah terlalu horny, ia tak lagi melihat ke arahku. Karena begitu Romy selesai bertanya, ia langsung berdiri dari posisi duduknya, melepas jubah mandinya dan membiarkan jatuh ke lantai. Melihat perbuatan mereka, aku yang pura-pura tertidur di kursi santai, hanya bisa melenguh sambil menarik nafas panjang.
 “Mereka pasti sudah kesetanan…” batinku.
 “Biar adil... kamu juga bugil donk Rom... Tante pengen lihat gimana bentuk tititmu...” pinta istriku, sambil usapan tangannya ke kepala Romy.
“Titit? Titit tuh apaan ya tan...?”
“Titit... burung kamu....”
“HAHAHAHA.... maksud tante kontol...? Titit mah punya anak kecil tan....”
“I...iya... maksud tante juga itu... Tante kepingin lihat kontolmu...”
 Mendengar permintaan istriku, Romy seolah mendapatkan semangat baru. Dengan cepat, ia buru-buru melepas kaos gombrong dan celana pendeknya.

Dan. Setelah Romy melepas semua pakaiannya, aku baru menyadari jika ada sesuatu yang janggal pada tubuh remaja 15 tahun ini. Romy memiliki sebuah organ yang bisa membuat iri para pria. Romy memiliki sebuah benda yang bisa membuat wanita berteriak-teriak keenakan. Romy memiliki sesuatu yang bisa membuatnya melumpuhkan banyak wanita. Yup. Romy memiliki ukuran penis yang benar-benar panjang dan besar.
 “Wooow…” pekik Dian ketika ia tahu barang yang sudah mengacung tegak di antara selangkangan kekeponakannya.
“Woow kenapa tante..?” Tanya Romy sok heran.
“Titit kamu besar sekali Rom….”
“Titit...?”
“Eh iya.. kontol kamu besar banget...”
“Ahh… biasa aja kok tante… kontol om Rudi pasti jauh lebih besar lagi…” ucap Romy malu-malu.
 Sekarang, mereka berdua telanjang di hadapanku. Istri dan kekeponakanku telah tenggelam dalam lautan nafsu. Lautan nafsu yang membutakan mata mereka, jika di dalam ruangan itu, masih ada aku sebagai suami dan om. Lautan nafsu yang sama sekali tak akan bisa dibendung lagi untuk mengguyur pantai kenikmatan yang akan segera mereka capai bersama.
“Aku pengen jilat putting tante…” bisik Romy pelan.
“Hooouuughh…” racau Dian.
Mendengar jawaban tantenya yang sudah tak lagi konsen, Romy memberanikan diri untuk membelai payudara Dian dengan kedua tangan dan dengan perlahan, ia mulai mengangkat gumpalan daging yang menjuntai indah serta mengisap payudara lezat tantenya secara bergantian.
“Oouughhh…. Pelan-pelan Rom…” desah istriku keenakan.
Sepertinya, istriku sudah sangat terangsang. Karena walau dari kejauhan, aku bisa melihat puting coklat kemerahannya yang mulai menegak.
“Tetek tante besar banget…” puji Romy sambil terus menyeruput putting Dian yang semakin mengeras.
“Oouuhh… Ssshhh…” desah istriku lagi sambil mulai menggapai-gapai penis kekeponakannya yang sudah mengacung tinggi.
Mereka pun sepertinya telah melupakan diriku yang masih berada di dalam kamar ini. mereka seolah sudah tak peduli akan nafsu yang sudah meninggi.
“Oouugghh Romm… enak banget…” desah istriku setiap kali kekeponakannya menjilat dan mengulum putting coklat mudanya.
“Tante… aku pengen njilat memek Tante… “ bisik Romy.
“Aku juga pengen ngejilatin kontolmu Rom…” balas Dian yang kemudian langsung mendekatkan wajahnya kearah selangkangan kekeponakannya

Dengan jemari lentiknya, Dian berusaha menggenggam batang penis Romy. Namun sekeras apapun usahanya, ujung-ujung jemarinya tak mampu saling bersentuhan. Seperti menggenggam botol air mineral, jemari lentik istriku tak mampu melingkarkan secara sempurna jemari tangannya ke batang tebal keponakannya itu. Digerakkannya jemari tangannya itu naik turun, sambil sesekali istriku menjilat kepala penisnya.
“Shhh….Enak banget tante…” Romy meracau tak jelas.
Penis remaja 15 tahun itu terlihat begitu menyeramkan. Dengan ukuran yang kurang lazim untuk anak-anak seusianya, penis itu seolah akan tak muat untuk masuk ke dalam mulut istriku. Karena setiap kali istriku berusaha mengulum seluruh batang penisnya ke dalam mulutnya, hanya ujung penisnya sajalah yang bisa masuk. Aku iri. Aku benar-benar iri. Aku iri dengan apa yang pemuda ini dapatkan dari kenikmatan mulut istriku. Aku yang sudah menikahi istriku selama 5 tahun saja belum pernah merasakan sekalipun nikmatnya oral seks bersamanya. Sedangkan dia, hanyalah seorang keponakan, bukan pacar atau teman bermain, sudah bisa merasakan hisapan kuat mulut istriku.
“Aku sudah nggak tahan Rom… entotin tante Rom… entotin tante sekarang…” pinta istriku yang kemudian beranjak dari posisi jongkoknya dan meminta Romy untuk merebahkan badannya.
“Aku pengen menaiki kontol panjangmu sayang…”
Segera saja, Romy merebahkan badannya. Dan disusul istriku yang kemudian merayap naik keatas tubuh keponakannya. Namun, entah disengaja atau tidak, ada sedikit hal janggal yang dilakukan istriku ketika ia merangkak naik dan memposisikan batang penis Romy di selangkangannya. Ketika batang penis keponakannya itu sudah menyentuh kulit vaginanya, istriku, dengan kedua mata bulatnya yang sudah sangat bernafsu menatap tajam ke arahku.
“Apakah Dian tahu jika selama ini aku mengawasi gerak-gerik mereka…?” tanyaku dalam hati.
 Istriku sepertinya sengaja memilih posisi bercintanya dengan arah yang menghadap tepat ke arahku. Sehingga, walau dalam kondisi cahaya kamar yang temaram, aku dapat dengan jelas melihat raut muka hornynya secara langsung. Wajahnya berwarna kemerahan, dengan putting payudara yang sudah sangat tinggi mengacung. Melihat adegan-adegan erotis yang dilakukan istriku, mau tak mau batang penisku yang masih dalam balutan jubah mandi ini, ikut mengacung tinggi. Dan seolah sadar akan apa yang dialami oleh suaminya, tiba-tiba istriku menaikkan ujung-ujung bibirnya. Ia tersenyum dan menganggukkan kepalanya, seolah meminta ijin kepadaku agar dapat menikmati batang penis keponakannya itu. Dan seperti anak kecil yang terlena ketika melihat film kegemarannya, aku seperti terhipnotis olehnya. Aku anggukkan kepalaku dan membiarkan istriku mulai merasakan kenikmatan bercinta dengan orang lain.

Kembali, setelah melihat respon positif dariku, ia menegakkannya batang penis panjang keponakannya itu tepat ke arah lubang vaginanya, dan perlahan-lahan, istriku mulai jongkok dan menurunkan pinggulnya. CLEEPP
 “Ooouuuuggghhh….” desis istriku ketika kepala penis Romy mulai membelah dan memasuki liang senggama miliknya.
“Tante Di… memek tante sempit bangeeet….”
“Bukan sempit Rom… kontol kamu yang terlalu besar…” racau istriku sambil terus menjatuhkan seluruh tubuhnya pada batang penis Romy yang mengacung tegak.
Sepertinya istriku sudah terlalu horny, karena aku benar-benar hafal jika ia ingin bercinta dengan posisi woman on top, itu tandanya ia sudah tak mampu lagi menahan hasratnya untuk segera mendapatkan orgasmenya. Sekilas, dari apa yang dilakukan istriku, aku merasa dia mengalami kesulitan ketika mencoba memaksakan penis besar keponakannya itu untuk bisa masuk ke dalam vagina mungilnya. Karena batang penis romy yang berukuran ekstra itu terlihat membengkok setiap kali vagina istriku mencoba menekan masuk danmelahapnya. Dan setelah istriku beberapa kali mencoba menaik-turunkan pinggulnya, gerakan persenggamaan mereka mulai lancar.
“Ooouuugggghhh….” Desahan demi desahan mulai memenuhi kamar tidur kami. “SSsshhh…..”
“CPAK… CPAK… CPAK… “ Suara tumbukan daging pantat dan paha juga mulai berisik mengisi heningnya malam.
Istriku dan keponakannya pasti sudah tenggelam dalam kenikmatan perzinahannya yang menggebu-gebu.  Istriku dan keponakannya seolah merasa, jika malam itu adalah malam terakhir untuk dapat melakukan percintaan mereka. Istriku dan keponakannya seolah lupa, jika di dalam kamar itu masih ada aku yang mengawasi semua gerak-gerik mereka. Romy yang dalam posisi telentang, dengan leluasa menggapai payudara besar istriku yang berlompatan kesana kemari setiap kali pinggulnya naik turun. Selangkangan istrikupun terlihat begitu mengkilat akibat lendir birahinya yang banyak membanjir.
“Tante keluar Rom… tante pengen keluar….” Teriak istriku yang tiba-tiba membenamkan kuku-kuku panjangnya pada dada Romy dengan brutal.
“Ooouuuuggghhhttt…. Aku keeluuuuaaaarrrrr….”Teriak istriku sambil terus membanting-bantingkan pantat bulatnya ke paha keponakannya. Mata istriku merem melek merasakan sensasi gelombang orgasmenya. Tubuh istriku meliuk-liuk dan melengkung bak busur panah yang siap untuk ditembakkan.
“Ia pasti sedang merasakan kenikmatan amat sangat…” batinku dalam hati sambil tak henti-hentinya mengusap batang penisku yang sudah amat ngilu dari luar jubah mandiku.

Nafas istriku terlihat begitu terengah-engah dan kemudian ambruk menimpa tubuh kurus keponakannya.
“Sekarang giliranmu keluar Rom…” ujar istriku.
“Oke…” Tak perlu mengulang permintaan istriku, Romy segera membalik tubuh istriku yang masih tergolek lemas diatas tubuhnya ke samping. “Sekarang giliran Tante yang harus memuaskan Romy…”
Dengan terburu-buru, Romy meletakkan kedua kaki istriku ke pundaknya dan mulai menghujamkan penis raksasanya ke vagina tantenya itu.
“Ouuugghhh…. Ouuugghhh…. Ouuugghhh…. Pelan-pelan Rom… Ngiluuu...” erang istriku yang tanpa persiapan sedikitpun langsung menerima tusukan tajam di vaginanya.
Masih dalam kondisi lemas, istriku hanya pasrah dan hanya membiarkan remaja 15 tahun ini menganiaya tubuhnya. Tubuh ramping istriku terlihat terombang-ambing setiap kali keponakannya itu menghujamkan batang penis panjangnya dengan keras. Payudara bulat istriku pun tak luput dari cengkeraman dan remasan brutalnya. Aku yang melihat aksi brutal keponakan istriku, mendadak merasa begitu emosi. Aku marah dan seolah ingin menghajar keponakannya itu dari belakang. Namun entah kenapa, ketika aku melihat wajah istriku, ia menggeleng-gelengkan kepalanya untuk tetap membiarkan dirinya disiksa sedemikian rupa oleh keponakannya. Melihatnya merasa pasrah dan menerima perlakuan kasar keponakannya aku menjadi tak tega untuk merusak orgasme yang sedang mereka bangun.
“Makasih mas….” Bisiknya lirih sambil tersenyum dan menatap sayu kearahku.
“Aku sudah nggak tahan lagi… aku sudah tak mampu lagi menahan birahi ini…” ucapku dalam hati sambil mengeluarkan batang penisku dari jubah mandiku.
Dan dengan tak kalah brutalnya, aku kocok daging kecil yang tumbuh di selangkanganku cepat-cepat.
Setelah beberapa lama, mereka berganti posisi bercinta. Sekarang, Romy menurunkan kaki kiri istriku dan tetap membiarkan kaki kanan istriku di pundaknya. Kali ini, ia memompa batang penisnya jauh lebih keras daripada sebelumnya.  Dan saking kerasnya, aku merasa jika tempat tidur yang sedang mereka gunakan, akan roboh. Setiap kali tusukan tajam yang diterima vagina istriku dari batang panjang keponakannya, ia berteriak. Keponakannya pun berteriak. Mereka berteriak-teriak kesetanan, hingga pada akhirnya aku melihat tubuh kurus Romy mulai bergetar.

“Aku keluar Tante… Aku keluar…” teriak Romy histeris
“Tante juga mau keluar Rom…” balas istriku.
Akupun yang masih dalam naungan kegelapan dari sudut kamarpun seolah tak mau kalah cepat untuk ikut merasakan kenikmatan dalam pendakian orgasme yang mereka lakukan. Melihat mereka yang ingin mencapai puncak kenikmatan, akupun tak mampu menahan gairahku lagi.  Aku kocok batang penis kecilku sekuat tenaga. Dan dalam hitungan detik,
“Ooouuugggghhh…..Ssssshhh…..” Aku klimaks dalam kocokan jemari tanganku sendiri.
4 gumpalan lendir berwarna putih keruh muncrat dari mulut penisku. Meloncat tinggi, dan mendarat di kaki kiri istriku yang menjuntai ke arahku.
“Oooouuuuuggggghhhhttttt…….. Tanteeeeee…. Akuu keluuuaaaarrrrrr” teriak Romy sambil menghujamkan penis panjangnya dalam-dalam ke vagina istriku.
“SSShhhhhh…. Ooohhh my Gooooooodd…. Romy… Tante jugaaaa…..” sahut istriku histeris.
Mendadak, suasana kamar menjadi begitu hening. Hanya terdengar suara acara TV dan hembusan deru nafas kami bertiga.  Kami bertiga, mencapai puncak kenikmatan bersama-sama. Tak beberapa lama, Romy yang masih dalam posisi menindih istriku menggerakkan pinggulnya lagi. Ia merasa begitu puas. Puas untuk menikmati kemontokan tubuh istriku. Puas untuk menikmati vagina legit istriku. Dan puas untuk memuntahkan seluruh lahar kenikmatannya dalam celah kenikmatan istriku. Setelah selesai menggagahi istriku, Romy  langsung mencabut batang panjangnya dan menyodorkan batang itu ke mulut istriku.
“Tolong bersihin kontolku ya tante Dianku….hehehe…” pinta kekeponakan kurang ajar itu sambil menepuk-tepukkan daging berurat itu pada mulut dan pipi istriku.
“HAP…” caplok Dian dengan bersemangat.
Seumur pernikahan kami, tak sekalipun istriku mau untuk membersihkan penisku setelah kami selesai bercinta. Akan tetapi, dengan kekeponakannya ini, tanpa diminta dua kali, Dian bersedia membersihkan  batang panjang miliknya itu. Dan setelah batang penis itu bersih, kembali Dian menjilat-jilat dan menawarkan ronde kedua kepada Romy.
“Romy capek tante… kita udah ngewe lebih dari sejam… “ tolak Romy yang kemudian duduk di tepi tempat tidur sambil memainkan payudara besar istriku.
“Ayolah Rom… sekali lagi…” pinta istriku sambil mempercepat jilatan dan kuluman lidahnya pada penis remaja ini. Berharap penis lemas itu bisa menegang lagi dengan cepat.
“Romy pengen sih tante… Tapi kontol Romy masih ngilu…” tolak Romy “Lagian Romy khawatir om Rudi bisa terbangun kalo kita ngewe disini lagi…” tambahnya lagi sambil melirik ke arahku.

Mereka berdua lalu melihat ke tempat dimana aku tertidur dalam posisi duduk di sofa kamar.
“Kalo besok pagi gimana? Ketika mas Rudi pergi sarapan?” usul istriku.
“Hmmm… boleh deh Tante… Asal tante kasih kodenya aja…”
“Nah… Gitu donk Rom… Tante makin sayang deh ama kamu…”
“Romy juga Tante… makin sayang ama tante…”
“Muuuaahhh…. Muuuaahhh…. Muuuaahhh….” Kecup terakhir istriku dengan gemas pada batang panjang kekeponakannya sebelum ia beranjak ke kamar mandi.
Romy yang seolah masih belum sadar akan keberuntungannya, hanya masih terdiam dalam posisi berdirinya. Tak pernah disangka dalam seumur hidupnya, ia bisa meniduri tante kesayangannya di usia sedini ini. Sambil menatap istriku yang sedang membersihkan diri di toilet kamar, Romy mulai mengenakan pakaiannya satu persatu.
“Tante… aku balik dulu ke kamar ya… Khawatir dicariin mami….” Pamit Romy begitu selesai mengenakan seluruh pakaiannya.
“Iya sayang…” balas istriku sambil memeluk tubuh kekeponakannya itu. “Satu kecupan lagi donk…” tambah istriku lagi.
Mendengar permintaan istriku barusan, langsung saja Romy memonyongkan bibirnya.
“Yeee… siapa coba yang pengen ngecup kamu disitu…” ucap istriku yang masih dalam keadaan telanjang bulat. Ia buru-buru jongkok di depan selangkangan remaja 15 tahun itu dan memelorotkan celana kolornya sampai sebatas paha, kemudian ia mengulum batang penis kekeponakannya dengan gemas.
“Ssssshh…. Dasar tante binal… ga ada puas-puasnya” canda Romy.
“Binal tapi suka khaaaannnn…?” balas istriku.
“Udah ah… Ntar Romy nggak balik-balik nih ceritanya…” kata kekeponakanku sambil mengangkat tubuh istriku yang masih jongkok dan memeluknya.
“Makasih ya Tante Di….” Kata Romy sambil mengecup kening istriku.
“Makasih ya Om Rudi…” tambahnya lagi sambil menengok dan tersenyum ke arahku.
 “Makasih ya mas, sudah ngebolehin adek datang ke acara pernikahan Ratu dan Putra di sini… “
“Makasi ya mas sudah ngebiarin Romy numpahin rasa cintanya kepadaku…”
“Makasih ya mas, sudah ngijinin Romy menikmati tubuh istrimu ini… “
“Dan yang terakhir, makasih ya mas, sudah ikut menikmati persetubuhan kami barusan….” Ucap Dian, istriku, sambil mengecupkan bibir tipisnya yang masih berlumuran sperma Romy ke keningku.
“Kamu memang suami adek yang paling adek sayang…”

By: MiAW

Alya Rohali XXX: Akibat Ditinggal Suami

Alya Rohali

Alya Rohali namanya, adalah seorang pembawa acara dan bintang sinetron Indonesia. Lahir di Jakarta, 1 Desember 1976. Meski sudah berusia 35 tahun, tapi dia masih kelihatan cantik dan seksi. Alya mengawali kariernya sebagai None Jakarta Barat 1994, kemudian terpilih sebagai Harapan I None Jakarta 1994. Dua tahun kemudian Alya dinobatkan sebagai Puteri Indonesia 1996. Putri pasangan Rohali Sani dan Atit Tresnawati ini juga menjadi wakil Indonesia pada ajang Miss Universe 1996 di Amerika Serikat. Setelah tugasnya sebagai Puteri Indonesia usai, Alya mulai masuk ke dunia hiburan di Indonesia. Alya membintangi beberapa sinetron, di antaranya Meniti Cinta, Istri Impian, dan Kejar Kusnadi. Alya juga dikenal sebagai pembawa acara. Bersama pembawa acara Helmi Yahya, dirinya sukses memandu acara secara live Kuis Siapa Berani? yang ditayangkan di Indosiar. Pada tahun 2002, Alya meraih sebuah penghargaan Panasonic Award sebagai Presenter Kuis terfavorit. Meski sibuk di dunia entertainment, Alya tak lupa akan pentingnya pendidikan. Setelah mendapat gelar Sarjana Hukum dari Universitas Trisakti, Alya mengambil program S2 Magister Hukum dan S2 Magister Kenotariatan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Ia telah menamatkan S2 Magister Hukumnya dan fokus pada S2 Magister Kenotariatannya, karena ia kelak akan mencari nafkah dari menjadi notaris dimana notaris tidak mengenal usia lanjut dan dari sekarang ia telah mengurangi kegiatan keartisannya. Alya menikah dengan Eri Surya Kelana pada tanggal 4 Maret 1999. Pernikahan mereka tidak dapat dipertahankan dan mereka resmi bercerai 13 Agustus 2003. Dari pernikahan tersebut, mereka memiliki seorang anak perempuan, Namira Adjani Ramadina (lahir Desember 1999). Hampir tiga tahun menjanda, Alya kembali menambatkan hatinya pada pengusaha dari Madura bernama Faiz Ramzy Rachbini. Mereka menikah 23 Juli 2006. Bertempat di Crown Plasa, sebuah hotel megah di pusat Jakarta, Alya dan Ramzi mengikat janji setia di depan penghulu. Akad nikah dimulai tepat jam 09.00 pagi, dilanjutkan dengan syukuran khusus anggota keluarga kedua mempelai jam 12.00. Malamnya, jam 19.00, pesta resepsi digelar di tempat yang sama, ballroom hotel, hingga jam 22.00. Bagi Alya, ini adalah pernikahan keduanya, sementara bagi Ramzi yang adalah salah seorang pemilik Crown Plasa tersebut, pernikahan ini adalah yang pertama. Tak heran jika pesta yang digelar terbilang wah, meski sebelumnya Alya pernah berujar, tak ingin merayakan pernikahannya dengan pesta.
"Enggaklah, enggak akan dirayakan gimana-gimana. Yang dulu kan, sudah. Jadi sekarang syukuran sederhana saja," ucap Alya suatu kali. Konon, pesta meriah ini adalah permintaan dari keluarga besar Ramzi. Ini adalah wujud rasa bahagia mereka, mengingat kesendirian Ramzi yang sudah begitu lama, 44 tahun.

Di malam pertamanya, dada Ramzy berdebar-debar. Bagaimana pun, Alya adalah seorang artis, salah satu artis tercantik di Indonesia malah. Dan malam ini dia akan menidurinya, merasakan hangat tubuhnya, memuaskan hasratnya yang meledak-ledak dan menggelora. Dengan hanya bercelana kolor, Ramzy menunggu Alya yang sedang membersihkan make-up di kamar mandi. Tidak lama kemudian pintu terbuka, dan muncullah wajah manis sang istri,
“Nggak lama kan nunggunya, Mas?” sapa Alya mesra.
Semerbak parfum aroma melati menyergap penciuman Ramzy. Suasana agak sedikit kaku. Ramzy segera mengambil inisiatif untuk mencairkan suasana. Sambil tersenyum, dia mengulurkan tangan dan dengan gerakan yang tidak diduga, dia menarik badan Alya hingga wanita itu jatuh ke dalam dekapannya. Ramzy langsung menciumi pipi Alya kiri dan kanan secara bergantian.
”Mas!” Alya terlihat agak terkejut, tetapi tidak menolak. Dia malah melemaskan badannya dan pasrah ke dalam pelukan sang suami.
Dengan merangkul pundaknya, Ramzy membimbing Alya duduk di atas tempat tidur. Wajah Alya terlihat agak memerah karena sedikit malu.
“Sayang, santai aja, kita kan sudah resmi jadi suami istri sekarang.” Ramzy berkata.
Alya menatapnya sejenak lalu mencubit paha laki-laki itu, “Ah, mas ini, biar gimana saya kan perempuan,“ katanya masih dengan roman muka malu.
“Mau minum apa, sayang?” Ramzy menawarkan minuman sambil berdiri menuju lemari pendingin di bawah televisi kamar hotel. Ya, mereka menikmati malam pertama di Crown Plaza, di kamar termahal dan terbaik.
“Eh, nggak usah, Mas. Aqua aja lah, yang di gelas.” jawab Alya.
Ramzy mengambil segelas kecil aqua dan untuknya sendiri, ia mengambil sekaleng Sprite. “Nggak capek, sayang?” tanyanya memecah keheningan sejenak.
“Iya, Mas, capek banget. Nggak nyangka aku kalau undangan bakal segitu banyak.” sahut Alya sambil memutar kepalanya, berusaha melemaskan lehernya yang terasa kaku.
“Banyak tamu-tamu yang datang tanpa undangan. Ini kan pernikahan pertamaku, jadi teman-teman ortuku pada datang semua.” Ramzy menjelaskan. Tanpa menunggu komando, ia meraih kedua pundak Alya dan mulai melancarkan pijatan ringan. Siapa pun akan merasa nyaman jika pundaknya dipijat, asal jangan terlalu keras.
Merasa nyaman, Alya segera mengubah posisi duduknya sehingga sekarang ia membelakangi sang suami. Ramzy terus melancarkan pijatan sampai ke punggung sang istri. Alya terlihat sangat menikmati pijatannya, badannya  sampai menggeliat-geliat keenakan.

“Eh, ternyata mas pintar mijat juga ya?!” Alya memuji.
“Kalau kamu mau, saya pijetin deh seluruh tubuh kamu,” Ramzy menawarkan. Dia sudah tak sabar untuk mengeksplor tubuh mulus Alya yang cuma dibalut kimono biru tipis, tertutama bokong dan payudaranya yang tampak bulat menggoda.
“Mau dong, pijetan mas enak banget, nggak sakit,” sahut Alya suka.
“Telungkup sayang, biar bagian belakangnya dulu yang aku pijat,” kata Ramzy memberi arahan.
Alya segera tidur telungkup sambil menjaga kimononya agar tidak tersingkap. Inilah perempuan. Meski sudah jelas-jelas mau main, apalagi ini adalah suaminya sendiri, masih aja malu. Ramzy maklum, memang begitulah perempuan, pembawaannya di awal selalu munafik. Dia mulai memijat bagian telapak kaki Alya sambil menyesuaikan tekanan pijatan agar sang istri merasa nikmat. Meski kurus, Alya ternyata mampu menerima pijatan yang agak keras.  Ramzy mengurut kedua kaki Alya sampai sebatas lutut. Terasa badan Alya mulai melemas dan pasrah oleh pijatannya. Namun karena tidak ada cream, maka pijatannya jadi kurang maksimal. Ramzy segera meraih tube cream body lotion yang memang tersedia di kamar hotel, dia lalu membalurkannya ke bagian betis sang istri. Alya menggeliat-geliat menikmati pijatannya, antara nikmat dan sedikit rasa sakit.
“Egh, nggak nyangka kalau mas ternyata pintar mijet, tahu gitu saya udah dari dulu minta dipijat sama mas Ramzy,” Alya berujar, matanya terpejam keenakan.
Ramzy cuma tersenyum dan kembali mengecup pipi sang istri. Pijatannya mulai naik ke bagian paha. Dengan menelusupkan tangan di bawah kimono Alya, dia usap paha mulus sang istri yang terasa halus dan hangat. Ramzy  menjaga agar jangan sampai dekat dengan selangkangannya, dia ingin membangkitkan gairah Alya sedikit demi sedikit.
”Mas, enak!” mata Alya semakin terpejam. Nafasnya terdengar mulai berat sekarang.
Setelah kedua kaki, Ramzy berpindah ke bagian tangan. Pertama tangan kanan dahulu, lalu tangan kiri. Setelah keduanya selesai, dia melanjutkan dengan mengurut pundak, punggung lalu pinggang Alya. Berhubung masih tertutup kimono, maka pijatannya hanya menekan-nekan saja.
“Sayang, punggungnya mau diurut pakai cream?“ Ramzy bertanya.
“Boleh,” jawab Alya pelan.
Pelan-pelan Ramzy menarik ke bawah kimono sang istri dan melepas ikatan di bagian depannya. Terpaparlah punggung Alya yang putih mulus, di kedua sisinya menyembul daging buah dada Alya yang kegencet badan. Wanita itu ternyata sudah melepas BH-nya, pantas saja Ramzy bisa melihat sedikit tonjolan putingnya tadi. Ramzy segera mengurut punggung Alya dengan cream sambil sesekali menyentuh daging buah dada Alya di sisi kiri dan kanan.

Dari punggung, pijatannya turun terus sampai ke bongkahan pantat Alya yang montok. Ramzy sengaja memasukkan tangannya ke balik celana dalam Alya agar bisa memegang serta mengurut daging montok di kedua gundukan pantat sang istri. Terasa sangat empuk dan kenyal disana. Ramzy terus meremas-remas dan memijitnya penuh nafsu hingga memberi efek rangsangan.
”Egh, uhhh...!” Alya mulai melenguh pelam. Dia diam saja ketika celana dalamnya mulai ditarik turun oleh Ramzy. Bahkan saat sang suami meminta izin untuk melepas kimononya, Alya juga mengangguk saja.
Kondisi Alya kini sudah telanjang bulat. Terlihat bongkahan pantatnya yang putih dan mulus. Ramzy terus meremas-remas dan mengelusnya penuh nafsu. Dari belahan pantat, tangannya kemudian bergerak ke bawah, ke bagian pangkal paha Alya yang tampak basah dan memerah. Dipandanginya sejenak lubang vagina Alya yang ditumbuhi bulu-bulu rimbun sebelum tangan Ramzy meluncur menyentuh belahannya.
”Ahh... mas!” Alya langsung mendesis dengan pantat terangkat-angkat saat Ramzy mulai mengusapnya pelan. Klitorisnya yang mencuat mungil terus digesek-gesek oleh laki-laki itu, sementara dua jari Ramzy yang lain sudah menusuk masuk ke dalam belahannya untuk mengurut dan mengocok disana hingga membuat dinding vagina Alya jadi makin basah dan memerah.
”Telentang, sayang!” Ramzy meminta Alya untuk berganti posisi. Dia ingin memandang dan menikmati kemontokan payudara sang istri yang dari tadi masih tersembunyi.
Begitu Alya sudah telentang, Ramzy segera meraih bongkahan padat itu dan meremas-remasnya penuh nafsu. Dia melakukannya sambil terus mengocok vagina Alya semakin cepat.
”Oughhh... mas!” Alya merintih, nafasnya jadi tambah memburu saat Ramzy memilin dan memelintir puting susunya kuat-kuat.
Alya pasrah saja ketika kedua kakinya dilebarkan oleh sang suami. Terpampanglah belahan merah muda miliknya dengan pinggiran coklat yang berbulu lebat. Pelan, Ramzy mendekatkan kepalanya dan mencium benda itu. ”Ughhh... mas!” rengek Alya saat lidah kasar Ramzy menyentuh ujung klitorisnya. Alya melenguh dan merintih lirih saat Ramzy mulai menjilatinya.
“Permainanmu halus sekali, Mas. Aku suka. Sudah lama sekali aku tidak merasakan yang seperti ini,” puji Alya jujur.
“Kalau kamu mau, aku bisa mengantarmu ke tingkat kepuasan yang lebih tinggi lagi,” janji Ramzy.

Alya mengangguk penuh semangat. “Cepat lakukan, mas. Aku menginginkannya!” ucapnya dengan wajah memerah penuh gairah.
Alya mengira Ramzy akan segera menyutubuhinya, tapi ternyata tidak. Alih-alih menggunakan penisnya, Ramzy malah kembali mencolokkan kedua jarinya ke dalam lubang vagina Alya yang sudah licin oleh pelumas. Pelan-pelan ia mengocoknya keluar masuk sambil mencari pusat titik kenikmatan di dalam vagina sang istri. Mulanya Alya diam saja, tapi tidak lama kemudian dia mulai bersuara, merintih, dan mendesis. Gerakan tangan Ramzy tidak lagi mencolok keluar masuk, tetapi menekan-nekan ke atas langit-langit dinding vagina Alya sampai badan Alya agak terangkat karena gerakan Ramzy yang sedikit kasar. Alya makin merintih dan suaranya makin berisik, lalu berteriak-teriak nikmat.
“Aduh! Aduduh! Aku nggak tahan, mas! Aduh, rasanya mau keluar! Aghhh... aku nggak tahan, mas! Aaaahhhhhhh...” bersamaan dengan itu, menyemprotlah cairan kewanitaan mengenai tubuh Ramzy, sebagian bahkan masuk ke mulutnya. Ramzy sudah tahu risiko itu dan dia menyukainya.
“Mas, maaf banget ya. Aku nggak bisa nahan, abis nikmatnya udah nggak kebendung sih. Seumur-umur, baru sekali ini aku merasakannya.” kata Alya penuh kepuasan. Dia merasakan badannya begitu lemas dan ngantuk.
Ramzy tidak mempedulikan apa yang diocehkan oleh wanita cantik itu. Sekarang adalah gilirannya, dan Alya harus memuaskannya. Dia segera menyergap mulut Alya agar wanita itu berhenti berbicara. Ramzy melumatnya dalam-dalam sambil tangannya terus meremas dan memijit-mijit gundukan payudara sang istri. Di luar dugaaan, Alya ternyata membalasnya dengan penuh gairah. Lidahnya menjulur keluar untuk menyambut lidah Ramzy yang berusaha menerobos masuk. Dengan cepat merekapun sudah saling jilat dan hisap. Puas memagut bibir Alya, Ramzy turun untuk menjilat dan menciumi kedua puting sang istri. Dia jepit benda mungil yang sudah mengacung tegak kemerahan itu dengan belahan bibirnya. Sambil terus menghisap, Ramzy juga melepas celana boxernya sehingga batangnya yang sudah mengeras tajam menempel ke paha mulus Alya. Dibimbingnya tangan sang istri untuk meraih dan memegangnya. Rasanya nikmat sekali begitu Alya mengusap-usap dan mengocoknya lembut.

Tidak tahan, Ramzy segera naik dan mengangkangi tubuh bugil Alya. Ia arahkan ujung penisnya ke mulut vagina Alya yang masih kelihatan sempit. “Ah, besar bener senjatamu, mas!“ bisik Alya sambil membantu mengarahkan batang Ramzy agar tidak salah jalan.
”Emang punya suamimu yang dulu tidak sebesar ini?” Ramzy mulai menekan penisnya, terasa ujungnya sudah mulai masuk.
Vagina Alya terasa sangat basah dan licin.
”Nggak tahu, aku sudah lupa!” Alya sedikit merintih merasakan gesekan di lubang vaginanya. Sudah lama benda itu tidak menerima benda asing yang cukup tegap.
”Akan kubuat kamu cuma mengungat punyaku!” tekad Ramzy sambil terus menekan penisnya hingga pelan-pelan vagina Alya menyeruak terbuka dan menelannya. Ramzy tak peduli meski pemiliknya berkali-kali berteriak ooh ohh ohh... dia merasa sangat nikmat sekali.
Memeluk tubuh mulus Alya dan menciumi bibirnya, Ramzy mulai memompa pinggulnya perlahan-lahan dan makin lama semakin cepat. Pada posisi tekanan maksimal, Alya berteriak gila sambil mencengkeram sprei, kepalanya menggeleng-geleng liar ke kanan dan ke kiri. Tidak sampai 5 menit dia sudah mencapai klimaksnya lagi. Ramzy beristirahat sejenak. Lalu ia genjot lagi tubuh montok Alya setelah wanita itu sedikit tenang. Alya kembali merintih dan mengeluh lagi. Meski badannya lelah dan lemas sekali, tapi Alya sangat menikmatinya. Dan kembali dia mencapai orgasmenya dalam jeda hanya 2 menit.
”Diteruskan apa nggak, sayang?” Ramzy mengkonfirmasi, tidak tega juga dia menyetubuhi Alya yang sudah lemas tak bertenaga.
“Terusin aja, mas, sampai kamu keluar. Aku mau merasakan semburan hangat pejuhmu di dalam memekku,” sahut Alya. Sambil merintih-rintih dia lalu menambahkan, “Aku lemes banget, mas, tapi enak. Aah... aah...”
Ramzy berkonsentrasi penuh untuk mencapai klimaksnya. Sambil menggenjot tubuh bugil Alya semakin cepat, akhirnya dia jemput rasa itu. Ramzy membenamkan penisnya dalam-dalam saat spermanya menyembur keluar. Diciuminya bibir tipis Alya sebagai rasa terima kasih.
”Ehm, mas!” kelihatannya semburan itu juga membawa kenikmatan tersendiri bagi Alya, dia kembali menjerit orgasme. Ramzy merasakan sekujur liang vagina Alya berdenyut-denyut saat cairan mereka bertemu dan bercampur menjadi satu.
Ramzy terus menancapkan penisnya sampai mengecil dan terlepas dengan sendirinya. Alya yang kelelahan dengan cepat tertidur pulas. Wanita itu terlentang telanjang. Setelah meremas dan memilin puting Alya sekali lagi, Ramzy bangkit dan beranjak ke kamar mandi. Dia bersihkan bekas-bekas lendir di sekitar kemaluannya. Ramzy juga membasahi handuk kecil dengan air hangat dan digunakannya untuk membersihkan sekujur kemaluan sang istri. Lalu sambil masih tetap bugil, dia menyusul tidur di samping Alya. Dia peluk wanita cantik itu dan menutup tubuh telanjang mereka dengan selimut tebal.

Sekitar sejam mereka tidur, Alya yang terbangun dahulu. Dia duduk dan meraih jam tangan di meja kecil sebelah tempat tidur. “Aduh nggak terasa waktunya kok cepet bener ya,“ katanya.

“Kenapa, sayang, santai aja lah,” Ramzy memeluknya dari belakang dan kembali memenceti gundukan payudara Alya satu per satu.
“Maunya sih gitu, malah pengen tambah lagi, hehehe.”  selesai berkata begitu, Alya segera menaiki tubuh Ramzy dan menciumi wajah laki-laki itu.
Dia menyingkap selimut untuk mencari penis Ramzy yang terasa sudah tegak membesar. Alya menggenggamnya erat dan mulai menjilati ujungnya. Dia menyantap penis itu dengan lahap, dijilati seluruh bagiannya, termasuk kantung zakarnya, lalu berusaha melahap batangnya, tapi tidak sampai setengah mulut, sudah kepenuhan. Batang Ramzy memang terlalu besar untuk mulut Alya yang mungil. Diperlakukan begitu, batang Ramzy jadi semakin menegak dan mengeras. Alya segera mengambil inisiatif untuk mengangkanginya sambil membimbing batang itu memasuki tubuhnya. Begitu masuk, dia kemudian bergerak liar sampai akhirnya terjerembab di atas dada Ramzy karena orgasmenya. Di akhir pertempuran, Alya berkali-kali memuji Ramzy sebagai orang yang pandai melayani wanita. Dia merasa beruntung karena sudah memilih laki-laki itu sebagai suami. Begitulah, selama sisa malam itu, dan beberapa hari setelahnya, mereka habiskan waktu dengan bercinta dan bercinta. Tidak ada waku terbuang tanpa acara adu kelamin, hingga akhirnya Alya hamil dan pada tanggal 29 Agustus 2007, Alya melahirkan anak keduanya di RS Pondok Indah. Memiliki berat 3 kg dan panjang 47,5 cm serta berjenis kelamin perempuan, bayi yang diberi nama Diarra Annisa Rachbini itu dilahirkan melalui operasi caesar. Tanggal 10 Oktober 2010 Alya melahirkan anak ketiga yang juga berjenis kelamin perempuan, dan diberi nama Savannah Nadja Rachbini. Lengkaplah sudah kebahagiaan pasangan itu. Dan sekarang, 23 Juli 2014 Alya dan Ramzy berniat merayakan 6st anniversary mereka  dengan menginap semalam di Crown Plaza, tempat mereka melangsungkan pernikahan yang begitu mewah dan tak terlupakan. Mereka cuma pergi berdua saja, anak-anak sudah dititipkan ke rumah neneknya.

####################

”Hallo, my sexy. Gimana, bagus nggak?" tanya Ramzy, setelah menghias seluruh ruangan dengan lilin, layaknya candle light dinner.
Dia sudah menyiapkan ini sejak dari pagi hari. Sengaja dia tidak masuk kerja agar bisa memberi kejutan pada sang istri. Lilin baru ia nyalakan setengah jam sebelum Alya masuk.
”Wow! I love it! Emm... I just love it so... much thanks!" kata Alya, terlihat mengaguminya dengan segenap perasaan.
Ramzy juga telah memesan makanan. Meski biasanya makanan berbau menyengat agak dilarang masuk ke hotel, tapi dengan kuasanya sebagai salah satu pemilik Crown Plaza, aturan itu lebih dilonggarkan. Ia memesan Tony Roma's baby back favoritenya dan Blue Ridge kesukaan Alya. Mereka bersantap di meja makan suite kamar hotel, sambil melihat kembali dvd pernikahan mereka. Alya jadi teringat masa-masa itu, memory ketika ia sangat kurang tidur karena harus menyiapkan segalanya. Meski sudah ada wedding planer, tapi Alya tetap melakukan ini dan itu, meyakinkan kalau segalanya sudah siap. Ia tidak ingin ada cacat dalam pernikahannya, meski ini adalah pernikahannya yang kedua. Dan akhirnya ia sungguh puas akan hasilnya, semuanya berjalan lancar sesuai dengan rencana. Alya sungguh bahagia, walaupun ia  jadi sangat kelelahan karenanya. Setelah meniup lilin mati, mereka membersihkan diri, gosok gigi dan lainnya. Ramzy sudah menunggu Alya di atas ranjang saat hapenya berbunyi. Padahal saat itu ia sudah telanjang, siap menyetubuhi sang istri.
“Ah, sial!” sambil mengumpat, Ramzy menerima panggilan. Dari Ella, sekretarisnya.
“Kan sudah aku bilang, malam ini aku jangan diganggu!” semprotnya.
“Tapi, pak…” Ella menjawab ragu-ragu, menyadari kesalahannya. “Ini dari pak Menteri.”
Mendengar kata ‘menteri’, Ramzy langsung terdiam. “Ya sudah, lanjutkan. Ada apa?” ini pasti penting.
”Begini, pak...” Ella menjelaskan, menteri PU yang baru ingin mengecek proyek yang ditangani Ramzy. Letaknya di luar Jawa. ”Tiketnya sudah siap, pak. Malam ini bapak berangkat bersama rombongan pak menteri.”

“Sial!” Ramzy mengumpat lagi. ”Apa tidak bisa ditunda?” tuntutnya.
”Maaf, pak. Saya sudah menyampaikan itu, tapi pak menteri tetap memaksa.” terang Ella.
”Argh!” Ramzy mengumpat frustasi. Malam fantastisnya bersama Alya musnah sudah. ”Jam berapa pesawat berangkat?” tanyanya kemudian.
”Jam 8, pak. Pesawat terakhir.” jawaban Ella sedikit melegakan Ramzy. Dia masih punya sedikit waktu.
”Baik, sampaikan pada pak menteri, aku akan langsung menuju bandara. Kita ketemu disana.” putusnya.
”Baik, pak.” Ella menutup telepon.
Menghela nafas berat, Ramzy melirik Alya yang terlihat murung di sebelahnya. ”Harus pergi ya, pah?” tanya wanita itu lirih. Meski sudah sering ditinggal-tinggal seperti ini, tak urung Alya tetap kecewa juga. Ini kan malam spesial buat mereka.
”Iya, sayang. Maaf ya, pak menteri sudah menungguku di bandara jam 8 nanti. Aku nggak bisa lama lama, tapi dengan sisa waktu yang ada, aku akan membuat kamu puas deh." janji Ramzy. Jam di dinding menunjukkan pukul 5 sore, mereka masih punya banyak waktu.
”Iya, pah, nggak apa-apa. Mamah bisa ngerti kok. Cepetan deh lakukan, nanti papah terlambat lagi. Jalanan kan macet jam-jam segini.” Alya segera melepas seluruh pakaiannya hingga ia pun telanjang bulat, sama seperti sang suami.
Ramzy segera menghampiri dan memeluknya, dengan mesra ia mencium dan menjilati leher Alya yang jenjang. ”Ahhh... pah!” membuat Alya mendesah-desah kegelian. Apalagi saat jilatan sang suami semakin turun ke bawah, menuju ke bongkahan payudaranya yang membulat indah, desahan Alya semakin jelas terdengar. ”Eghsss... pah! Uhh.. uhh.. ahh..” dia menggelinjang.
Ramzy semakin bernafsu saat mendengarnya. Dengan lahap ia terus menjilat dan menghisap buah dada ranum sang istri. Puting Alya yang mencuat mungil kemerahan, ia cucup dan sedot-sedot ringan, membuat Alya semakin merintih dan menggelinjang.

”Oughh... pah!” desisnya mesra.
Ramzy bisa merasakan kalau puting itu sudah tegak mengacung, tanda kalau Alya sudah horny berat. Ia yakin vagina Alya pasti juga sudah banjir sekarang. Ramzy segera menyusupkan tangannya ke selangkangan sang istri dan menggelitik disana.
”Ahhhhsss... pah! Ahhh... mamah jadi pengen nih!” Alya makin menggelinjang. Tubuhnya yang putih dan mulus tersentak-sentak kesana-kemari seiring tusukan jari Ramzy pada lubang vaginanya.
Ramzy yang juga terangsang berat, merasa penisnya jadi ngaceng sekali. Dia segera melumat bibir Alya sebagai pelampiasan nafsunya sambil tangannya tidak berhenti membelai dan mencolok lubang vagina wanita yang sudah memberinya 2 anak itu. Benda itu terasa benar-benar basah dan melebar. Meski vagina Alya sudah tidak sempit lagi, tapi Ramzy tetap menyukainya. Dia tetap merasa beruntung bisa menikmati tubuh molek sang istri, yang pastinya sangat didambakan oleh setiap lelaki di luar sana. Ramzy menyodorkan penisnya di mulut Alya.
”Sayang, hisap penisku dong.” pintanya saat ciuman mereka sudah terlepas.
Dia segera berbaring di ranjang, membiarkan Alya mengurut dan memegangi penisnya sebentar sebelum akhirnya melahap dan mengulumnya dengan penuh nafsu. Kepala Alya terlihat naik turun dengan cepat, bibirnya menjepit erat batang Ramzy, sementara lidahnya menyedot-nyedot nikmat seperti orang yang kehausan.
”Auhhh... sayang!” Ramzy mendesah keenakan.
Hisapan Alya benar-benar luar biasa. Ella saja tidak terasa seperti ini, padahal bibir sekretarisnya itu terlihat sedikit lebih tebal dari punya Alya. Tidak tahan, Ramzy pun berkata. ”Ahh... sudah, sayang! Nanti aku bisa moncrot duluan. Aku ingin keluar di dalam vaginamu daripada disini!”
Mengangguk mengerti, Alya segera melepaskan penis itu. Dan sekarang ganti ia yang berbaring di ranjang, siap untuk menerima serangan sang suami. Alya membuka pahanya lebar-lebar,memamerkan vagina merahnya yang sudah basah saat Ramzy mulai merayap menaiki tubuhnya. ”Pah, jilatin dulu dong, vaginaku gatel nih." pintanya manja.

Sambil meremas-remas dan menciumi payudara Alya, Ramzy tersenyum, ”Oh, mamah mau juga yah?” tanyanya. Memang tidak biasanya Alya meminta oral, kalau pas lagi sangat bernafsu seperti sekarang aja dia meminta.
Ramzy segera menunduk dan mulai menjilati vagina Alya yang basah kemerahan. "Ohh... terus, pah! Terus, gatel banget nih klitoris mamah! Yah, jilat yang itu! Oughh... ahhh...!" tubuh molek Alya mengeliat-geliat keenakan seiring lidah Ramzy yang bergerak semakin liar di dalam liang vaginanya.
Ramzy melirik jam di dinding, cepat sekali waktu berlalu, sudah setengah jam sekarang. Dia harus cepat melakukannya kalau tidak mau ketinggalan pesawat. Kalau menuruti Alya, bisa habis waktu 1 jam cuman untuk acara jilat-menjilat. Ramzy segera menarik kepalanya dan berbisik. ”Sudah ya, mah. Nanti aku ketinggalan pesawat.”
Alya terlihat ingin protes, tapi segera mengurungkannya karena benar apa yang dikatakan oleh sang suami.
”Iya, pah. Cepat lakukan. Nanti papah terlambat!” Sedikit kecewa, karena ia begitu menikmati jilatan Ramzy pada lubang vaginanya, Alya pun membuka kakinya lebar-lebar, memberi jalan pada Ramzy untuk segera menyetubuhinya.
”Trims ya, sayang!” sambil berkata begitu, Ramzy pun menusukkan penisnya. Jlebbb! Dengan mudah benda itu masuk menembus kemaluan Alya yang memang sudah sangat basah dan melebar.
”Auw, pelan-pelan, pah!” rintih Alya saat Ramzy mulai menggoyang pinggulnya. Gerakannya begitu kaku dan kasar.
”Auww, ohh.. ngilu, pah! Oohh..." rintih Alya lagi saat Ramzy menggenjot tubuhnya semakin cepat. Payudara Alya yang tidak begitu padat sampai terpantul-pantul kesana kemari karenanya.
Tapi seperti tidak mendengar, Ramzy terus menggila dengan genjotannya. Dia merasa tanggung untuk berhenti sekarang. Jepitan vagina Alya terlalu sayang untuk dilepaskan. Bahkan ia menggenjot lebih cepat lagi agar jepitan benda itu menjadi semakin kuat dan keras.
”Aghh... pah! Pelan-pelan... aku...” kata-kata Alya terputus saat dirasakannya penis sang suami meledak di dalam sana. Ramzy sudah ejakulasi. Sambil membenamkan penisnya dalam-dalam di liang rahim Alya, laki-laki itu menembakkan spermanya berulang kali hingga vagina Alya jadi semakin basah dan lengket.

”Agh.. aghh.. aghh..” terengah-engah keenakan, Ramzy mencabut penisnya. Terlihat lelehan sperma keluar dari lubang vagina Alya yang merah dan mengkilat, membasahi sprei.
”Kok cepat sekali, pah?” ada sedikit nada protes dalam suara Alya. Dia sedang dalam posisi tanggung sekarang, gairahnya lagi di ubun-ubun, menuntut untuk dipuaskan.
”Iya, sayang. Maaf ya, nanti kalau papah kembali, aku ganti deh!” kata Ramzy sambil beranjak pergi ke kamar mandi.
Alya menghela nafas berat. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang telanjang. Dipegangnya sang vagina yang masih terasa panas dan membengkak, dan dipenuhi sperma Ramzy. Terasa nikmat sekali saat ia mencolok dan mengusap-usapnya pelan. Alya terus melakukannya hingga tanpa sadar ia mulai merintih dan mendesah. Biarlah kalau harus masturbasi, yang penting ia mendapat kepuasan. Tapi baru juga merasa nikmat, Ramzy sudah mengganggunya.
”Sayang, tolong telepon mang Ujang ya, suruh kemari jemput aku untuk mengantar ke bandara.” teriak laki-laki itu dari dalam kamar mandi.
”Iya, pah!” bersungut-sungut dalam hati, Alya pun menarik tangannya. Dia segera menghubungi mang Ujang, sopir pribadi mereka.
”Gimana, sayang?” tanya Ramzy begitu keluar dari kamar mandi. Tubuhnya masih telanjang, tapi penisnya sudah mengkerut mungil karena tersiram air dingin. Alya jadi malas untuk membangunkannya lagi.
”Iya, mang Ujang sudah meluncur kemari.” Alya meraih baju tidur tipis di lemari dan mengenakannya. Karena tidak memakai daleman, puting dan bulatan bokongnya jadi tampak merawang indah saat tersorot lampu kamar. Ramzy agak sedikit menelan ludah saat melihatnya.
”Sayang aku harus pergi, kalau tidak, akan kugarap tubuh mamah semalaman.” bisiknya mesra sambil tangannya meraih payudara Alya dan meremas-emasnya pelan.
Yang diremas cuma menggeliat dan merintih keenakan. Sayang sekali, benda sebagus ini harus ditinggal hanya karena ajakan semena-mena seorang menteri tolol!

Sambil mengenakan pakaian, Ramzy terus memandangi tubuh molek Alya. Dia teringat saat awal menikah dengan Alya dulu, semua teman dan koleganya menyebutnya beruntung karena bisa memperistri salah satu artis tercantik di Indonesia. Meski cuman mendapat jandanya, Ramzy tidak pernah merasa menyesal. Tubuh Alya memang terasa sangat nikmat dan selalu bisa memancing gairahnya. Jandanya aja seperti itu, bagaimana pas gadisnya dulu ya? Ah, Ramzy tidak bisa membayangkan bagaimana nikmatnya. Tak terasa, penisnya kembali menegang saat mengingat-ingat hal itu.
”Ugh, kalau disini terus, bisa-bisa aku hilang kendali.” batin Ramzy dalam hati.
Sambil mengecup mesra bibir tipis Alya, dia pun pamit. ”Aku tunggu mang Ujang di loby aja. Mama malam ini tidur aja disini, biar besok pagi dijemput sama mang Ujang.”
Mengangguk mengiyakan, Alya mengantarkan kepergian Ramzy hingga ke pintu.
”Hati-hati ya, sayang. I love u!” bisiknya pada laki-laki itu.
”I love u too,” Ramzy mencium bibir Alya sekali lagi sebelum berbalik dan berjalan menuju lift.
Selepas kepergian sang suami, Alya masuk ke kamar mandi untuk membasuh tubuh sintalnya. Ia berniat untuk langsung tidur aja sehabis mandi nanti. Tapi baru saja ia keluar dari kamar mandi, dengan tubuh masih dibalut baju tidur tipis, terdengar bel di pintu depan. Alya mengintip, seorang laki-laki tua, kira-kira berumur 50 tahun, berdiri di depan kamarnya. Itu mang Ujang.
”M-maaf, bu. Saya terlambat. Habis jalanan macet banget sejak keluar pintu tol.” sapa laki-laki itu ramah begitu Alya membukakan pintu.
“Lho, bapak nunggu mang Ujang di loby lho, masa nggak ketemu?” tanya Alya heran.
“Ah, begitu ya, bu?” mang Ujang nampak sangat menyesal.
”Biar saya telepon, siapa tahu bapak masih ada disana.” Alya segera berbalik untuk mengambil hapenya yang tergeletak di atas meja, tidak menyadari pandangan mang Ujang yang melotot memandangi bulatan pinggulnya saat ia berjalan membelakangi.

Sementara Alya berbicara dengan Ramzy, mang Ujang memindai tubuh mulus Alya mulai dari atas hingga bawah. Sekilas pandang saja, dia sudah mengetahui kalau wanita itu tidak memakai daleman. Terlihat dari puting Alya yang mencuat indah dan juga bokongnya yang terlihat mulus tanpa terlihat alur celana dalam. Membayangkannya membuat mang Ujang kesulitan menelan ludah. Ia terangsang, perlahan-lahan penis tuanya bangkit dan menggeliat. Sudah sejak dulu ia mengagumi majikannya itu. Sebagai salah satu artis tercantik di Indonesia, Alya memang selalu tampil luar biasa. Pesonanya selalu bisa menarik perhatian setiap laki-laki, termasuk mang Ujang. Tapi sebagai seorang sopir, ia harus tahu diri. Mang Ujang harus menekan hasratnya dengan cukup mengagumi sosok Alya Rohali, tanpa pernah bisa menyentuh apalagi memiliki. Paling banter, sebagai pelampiasan rasa penasaranya, dia onani di kamar mandi sambil membayangkan ngentot dengan sang majikan. Itu sudah cukup baginya. Tapi sekarang, waktu dan kesempatan terbuka bagi mang Ujang. Mereka cuma berdua saja di dalam kamar hotel yang sepi. Akankah dia berani untuk melakukannya? Memperkosa seorang Alya Rohali yang terkenal?! Entahlah. Kita lihat saja nanti. Mang Ujang segera mengalihkan pandangannya begitu melihat Alya menutup telepon, ia pura-pura sibuk melihat lukisan yang ada di dinding.
”Wah, mang, bang Ramzy sudah berangkat duluan naik taksi. Dia rupanya kelamaan nunggu abang, takut telat sampai ke bandara.” kata Alya.
Mang Ujang bersorak dalam hati mendengarnya. Berarti mereka benar-benar berdua saat ini. Pura-pura menyesal, laki-laki itu pun berkata.
”Ya kalau gitu, saya balik aja. Bu. Ibu malam ini mau menginap disini apa pulang ke rumah?”
Alya tampak berpikir sejenak sebelum menjawab. ”Pulang aja deh, mang. Nggak enak tidur di hotel sendirian.”
“Gimana kalau saya temani?’ tanya mang Ujang, tentu saja dalam hati.
Tersenyum mengiyakan, ia pun menyahut. ”Ya ibu berbenah aja dulu, saya tunggu disini.”
”Baik, mang. Tunggu ya, nggak lama kok!” Alya segera berbalik dan masuk ke kamar, sementara mang Ujang menunggu dengan tetap berdiri di depan pintu.
Mang Ujang


Dengan menggunakan pintu lemari sebagai penghalang, Alya mengganti bajunya. Tapi baru saja mengenakan BH dan CD, ia mendengar pintu kamar ditutup dari dalam. Mang Ujang mau ngapain? Batin Alya saat mendengar suara langkah kaki halus mendekatinya.
”Mang?” ia memanggil, tapi tidak ada jawaban.
Alya pun menoleh dan kaget. Ah, apa yang nampak berada tepat di belakangnya sama sekali berada di luar nalarnya. Mang Ujang, sopir setianya yang sudah mengabdi puluhan tahun di keluarganya, benarkah melakukan ini? Disana, laki-laki tua itu berdiri tanpa bercelana panjang. Penisnya yang besar tampak menggantung dan diacung-acungkan ke arah Alya. Sementara kemejanya juga setengah terbuka, menampakkan dada mang Ujang yang tipis dan kerempeng.
”M-mang Ujang... m-mau apa?” tanyanya meski sudah tahu apa yang diinginkan oleh laki-laki tua itu.
Tidak menjawab, mang Ujang malah menyeringai penuh kemesuman, menampakkan giginya yang menghitam karena asap rokok. Dia terus berjalam mendekati Alya. Bagai terkena sihir, Alya terpana. Bukannya berteriak atau melawan, ia malah terjatuh lemas, tak berkutik bagai burung yang terjerat dalam jaring perangkap, tak berdaya. Seluruh kehendak dan jiwanya terlempar jauh, melayang tanpa tahu kemana akan jatuh. Hasratnya yang tadi terputus bersama Ramzy dengan cepat kembali dan menyelimuti dirinya, membuat matanya tak berkedip menatap tonjolan penis mang Ujang yang kini hanya berjarak dua jengkal dari wajahnya.
”Bu Alya?” bisik mang Ujang halus.
Suara itu bagai guruh yang memekakkan di keheningan mereka. Membuat Alya sedikit tersadar. Dia ingin menyahut,  tetapi lidahnya terjerat kelu. Ia malah membisu. Sementara matanya, oohh matanya tak lepas  memandang kontol besar sang sopir pribadi. Leher Alya membeku, tak mampu untuk membuatnya berpaling dari kemaluan yang mempesona itu. Betapa indah bentuknya, betapa sedap baunya, betapa nikmat rasanya. Rasanya Alya tak sabar untuk segera mengulum, mencium dan menjilati penis itu.

”Ehm,” dia refleks menjilat bibir. Alya menelan liurnya sendiri dalam upaya menekan keinginannya yang meledak-ledak.
”Mbak Alya?” kembali terdengar bisikan mang Ujang. Bukan lagi memanggil ’Bu’ tapi ’Mbak’, menunjukkan bahwa laki-laki tua itu ingin mendekatkan diri, sedekat penisnya yang kini sudah tinggal sejengkal dari wajah Alya.
”Ahh,” tak berkedip Alya memandangi ujung penis mang Ujang yang bulat bak jamur, terlihat memerah mengkilat karena seluruh darah laki-alki itu telah terdesak kesana.
Lubang kencingnya nampak mungil di tengah, terlihat sedikit basah. Warna batangnya yang coklat muda kemerahan dikelilingi oleh urat-urat yang bertonjolan sedemikian kekarnya, tampak sangat jantan dan menggemaskan. Tak pernah terbayang di benak Alya bahwa akan ada penis seperti ini di dunia.
”Mbak Alya?” mang Ujang berbisik sekali lagi sebelum akhirnya penisnya menempel dan menyentuh wajah Alya.
”Aaghh...!” Alya terhenyak, tapi tidak mampu menolak saat ujung penis laki-laki itu mengusap-usap pipi, hidung dan bibirnya. Aroma kelelakian mang Ujang menerpa hidungnya, yang kemudian menembus masuk ke paru-parunya dan dengan tajamnya menghunjam ke sanubarinya. Seketika membuat Alya lumpuh total. Dia tak mampu menolak saat penis itu mendesak bibirnya dan memaksanya untuk terkuak.
Bagai disodori es krim yang super lezat, dengan disertai desahan dan lenguhan pelan, bibir Alya pun perlahan-lahan bergerak melumat. Lidahnya mulai menjilati kepala jamur itu. Bibirnya mengulum dagingnya yang terasa kenyal dan padat. Alya memasukkan benda itu ke dalam mulutnya dan mulai menghisapnya dengan penuh nafsu, memindahkan segala rasa pada penis itu untuk dibawa masuk ke tenggorokannya. Penis mang Ujang benar-benar telah meruntuhkan moralitasnya. Gara-gara benda itu, Alya kehilangan nalar sebagai istri setia seorang Faiz Ramzy Rachbini. Gairahnya yang tadi terputus kini seperti menemukan tempat pelampiasan. Kekuatan erotik yang memancar dari kontol mang Ujang membuatnya menyerah begitu mudah.
”Ahh... mbak Alya! Ahh... enak sekali, mbak! Jilatanmu begitu nikmat! Ahh..." desah mang Ujang demi melihat bibir mungil Alya yang telah penuh oleh batang penisnya.
Alya sudah tidak lagi peduli akan suara-suara yang bergema di sekitarnya, yang ia pedulikan sekarang adalah bibirnya yang terus melumat penuh nafsu penis mang Ujang yang aroma, besar dan panjangnya mampu membuatnya terlempar melayang dalam jerat erotik tanpa batas. Belum pernah ia menyaksikan pesona penis seindah, sebesar dan sepanjang ini. Alya tidak mampu mengukur seberapa besar ukuran sebenarnya. Yang jelas, benda ini 2 sampai 3 kali lebih besar dari punya Ramzy. Padahal dengan Ramzy saja, Alya kadang-kadang tidak kuat menghadapi, apalagi dengan ini? Ugh, entah bagaimana rasanya. Membayangkannya saja sudah membuat nafsu birahi Alya melambung tinggi hingga jutaan kali.

”Oohh, ampuni aku, pah, aku telah terjajah dan diinjak-injak oleh birahiku sendiri. Ampuni aku, paahh...” batin Alya dalam hati.
Penis mang Ujang telah membangkitkan gelombang dahsyat pada dirinya, membuat Alya tak mampu lagi menanggulangi kecuali akhirnya pasrah dalam sejuta kenikmatan yang ditawarkan oleh si sopir tua. Saat jari-jari mang Ujang  membongkar dan melepas busananya, bukannya melawan, Alya malah menantinya dengan penuh nafsu. Dan ketika terasa jari-jari tangan itu memelintir puting susunya, tak terbayangkan lagi, entah di langit yang ke berapa ia melayang-layang dalam nikmat birahi yang tak terperikan ini. Kini tubuh Alya sudah telanjang bulat. Begitu juga dengan mang Ujang. Selangkangan laki-laki itu masih mengangkangi wajahnya, membuat Alya seperti anak lembu yang lagi menyusu pada puting induknya. Alya terus  menggerakkan mulut dan bibirnya ke biji pelir dan batang penis mang Ujang, mencucup dan menghisapnya kuat-kuat untuk meraih kenikmatan yang telah disiapkan oleh laki-laki tua itu sebagai jawaban atas kehausan nafsu birahinya. Tangan Alya yang kini tidak bisa dikontrol, ikut ambil bagian dengan menggenggam penis sang sopir tua, ia mengocoknya pelan hingga mulutnya lebih leluasa mencium dan menjilati pangkal dan batangnya. ”Ehss... mbak... oughhh...” desahan dan rintihan yang terus keluar dari mulut mang Ujang menjadi pendorong semangat bagi Alya agar mulutnya menjilat lebih ganas lagi. Cekalan jari-jari mang Ujang pada rambutnya menjadikan Alya makin liar menyusup-nyusup lidah ke biji pelir laki-laki itu. Dia telah sepenuhnya terbakar nafsu birahi sekarang. Tak ada lagi hambatan dan norma-norma yang bisa menghentikannya. Alya tidak protes saat tangan-tangan kurus mang Ujang mengangkat dan membimbingnya untuk naik ke atas ranjang. Dengan pantat masih tetap di tepian ranjang dan lutut yang bertumpu di lantai, Alya telungkup di kasur tempat tadi dia bergumul bersama Ramzy, suaminya, yang kini sudah ia lupakan sepenuhnya. Ia rasakan tubuh kerempeng mang Ujang mulai menindih tubuhnya. Laki-laki itu memagut kuduknya, juga lehernya, lalu tengkuk, dan dilanjutkan bahu dan akhirnya seluruh lembah dan dataran punggung Alya, dicium dan dijilati hingga meninggalkan bekas-bekas cupang memerah yang berserakan disana sini. Sambil melakukannya, tangan mang Ujang menggapai tangan Alya yang terentang di kasur, dan meremas jari-jarinya untuk bersama-sama menelusuri nikmat itu. Itulah awal saat tangan-tangan si sopir pribadi mulai menyusuri lengannya, hingga ke wilayah ketiaknya, dan terus berlanjut hingga ke buah dada Alya yang bulat menggoda. Remasan-remasan tangan mang Ujang ke kedua payudaranya memaksa Alya untuk mendesah dan merintih dengan hebatnya.
”Mang ujang... ampuunn... ughhhh... enaknya..." Dan kemudian dia langsung terhempas ke jurang yang sangat dalam saat bibir dan lidah mang Ujang meluncur dari punggungnya, melewati wilayah pinggulnya, menjilati sedikit bulatan bokongnya, sebelum akhirnya turun lagi untuk mendesak belahan pantatnya.

Alya benar-benar tidak mampu mengelak dari kenikmatan tak terperi yang diberikan oleh laki-laki tua itu. Baru kali ini ada seseorang yang dengan sukarela mau menjilati pantatnya, lubang duburnya, lubang pembuangan kotorannya. Lidah kasar mang Ujang bergerak melingkar, seperti mengebor lubang pantatnya. Bibir laki-laki itu menyedot cairan yang keluar dari pantat Alya. Dia tampak tidak jijik sama sekali dengan semua itu. Mang Ujang melahap semua cairan yang ditemuinya di sekitar pantat sang majikan, menyedotnya habis hingga pantat Alya tampak makin mulus dan mengkilat. Sambil melakukannya, mang Ujang juga meremas-remas bulatan pantat Alya penuh kemesraan. Semua itu menjadikan Alya serasa terbang ke awang-awang, nikmatnya sungguh tak terperi. Pada posisi berikutnya, ia merasakan pinggul dan pantat mang Ujang mendesak-desak bokongnya, seperti berusaha memasuki lubang senggamanya dari belakang. Rasa nikmat yang dirasakan Alya membuatnya refleks meraih batang penis yang hangat itu. Ia menggenggamnya mantap dengan jari-jari tangannya yang lentik, merasakan betapa panjang, besar dan kerasnya benda itu dan mengarahkannya tepat ke lubang yang dituju. Vagina Alya yang telah lama menanti, tampak telah basah kuyup oleh cairan birahi. Benda itu menghangat dalam lelehan lendir yang tak henti-hentinya mengalir keluar dari lubangnya. Alya merasakan katup bibir kemaluannya langsung mengencang saat penis besar mang Ujang mulai menembusnya. Dia merasakan kegatalan pada tepi-tepi klitorisnya sedikit terobati saat benda itu menggesek pelan disana. Dinding-dinding vagina Alya spontan mengeras dan tegang mengetat untuk menahan tusukan penis mang Ujang yang secara pelan namun pasti terus merangsek maju, menggedor-gedor gerbang vaginanya, dan tanpa kenal menyerah terus menggesek relung vaginanya hingga ke bagian yang paling dalam. Dan ketika batang itu telah terlahap seluruhnya, laki-laki itu menghentikan desakannya sesaat. Alya marah, meradang, saat mengetahuinya. Nafsunya yang lagi di puncak, tiba-tiba diputus dengan cara seperti ini.
“Kurang ajar kamu, mang! Mengapa kamu tega menyiksaku dengan cara seperti ini?” batinnya dalam hati.
Dengan perasaan jengkel, tak ayal Alya segera berusaha menggerakkan bokongnya untuk menjemput batang penis itu agar tidak diam saja. Untungnya, mang Ujang cepat mengerti. Dengan tangan kirinya, laki-laki itu meraih rambut Alya yang terurai berantakan di punggungnya, dan seperti layaknya seorang sais profesional, ia menariknya ke belakang hingga kepala Alya terdongak. Sambil mulai menghantamkan penisnya keluar masuk di dalam vagina sempit sang majikan, mang Ujang menggunakan rambut hitam Alya seperti tali kekang kuda. 
”Aghhh... mang, ampuunn... kontolmu itu... aahh..." genjotan mang Ujang  membuat seluruh ranjang bergoyang-goyang.
Alya berusaha meraba-raba mencari pegangan untuk menahan rasa nikmat yang ia terima. Korbannya adalah seprei ranjang hotel yang segera digenggam dan diremas-remasnya kuat-kuat hingga terbongkar lusuh tak karuan.

”Mang... pelan-pelan, mang... ughhh... pelan-pelan...” setiap tusukan penis mang Ujang ke kemaluannya selalu menghasilkan siksaan sekaligus kenikmatan bagi Alya.
Rintihannya terus bergema memenuhi seluruh isi kamar, seakan meminta dan memohon, entah kepada siapa, untuk turut serta berbagi siksa nikmat yang sedang diterimanya. Rintihan itu terus menerus ia keluarkan mengiringi kocokan penis mang Ujang yang tidak menampakkan tanda-tanda kapan hendak berhenti. Kemudian, dengan tanpa mencabut penisnya, mang Ujang meraih dan mengangkat kaki kiri Alya. Ia membalikkan tubuh mulus sang majikan, kemudian mendorongnya sedikit lebih ke tengah ranjang. Kaki itu tak pernah diturunkannya lagi, hanya disandarkan pada bahunya yang kurus hingga membuat selangkangan Alya menjadi sangat terbuka. Vagina mantan Puteri Indonesia itu terkuak sangat lebar, memudahkan bagi mang Ujang untuk meneruskan tusukan dan kocokannya.
"Teruuss.. Mang, teruuss.. ugh, enaakk.. enakk sekali!" kembali sensasi erotik menyambangi tubuh mulus Alya, ia merintih sambil cairan cintanya muncrat-muncrat karena desakan batang besar sang sopir pribadi. Gelombang kenikmatan yang mengalun bertalu-talu itu membuat seluruh tubuh Alya bergelinjang tak karuan. Tangannya berusaha menggapai payudaranya semdiri untuk memijit dan meremas-remasnya penuh nafsu sebagai upaya mengurangi deraan nikmat yang tanpa batas itu. Entahlah, kesadaran Alya seperti tak tampak lagi, yang tersisa hanyalah kenikmatan luar biasa yang membuat seluruh tubuhnya semakin tenggelam dan terperosok ke dalam jurang penuh gairah. Mang Ujang menjatuhkan kaki Alya dari bahunya. Dengan nafsu yang buas dan liar, dia merubuhkan tubuhnya ke atas tubuh mulus Alya. Dengan genjotan penisnya yang semakin cepat, ditindihnya sang majikan. Bibirnya menjemput bibir Alya dan langsung melumatnya dengan rakus. Alya menyambut dengan sama lahapnya. Lidah dan bibir mereka saling mencucup dan menghisap, membuat air liur keduanya bercampur dan saling bertukar. Tangan mang Ujang ikut merangsek dengan memijit dan meremas-remas kedua bongkahan buah dada Alya yang bergoyang-goyang indah seiring semakin cepatnya ia menghunjamkan penis. Mang Ujang merasa batangnya mentok di liang peranakan Alya yang sempit. Selama ini belum pernah ada yang mampu menyentuh lubang peranakan itu. Panjang penis Ramzy yang hanya separoh dari penis mang Ujang jelas tak akan pernah menyentuh titik lokasi itu. Padahal justru di situlah sebenarnya letak titik-titik saraf yang peka, yang mampu membuat perempuan menerima kenikmatan dari genjotan penis seorang lelaki.

Alya merasa sungguh sangat beruntung kali ini. Dengan mang Ujang, ia bisa merasakan nikmatnya. Akibat tusukan laki-laki tua itu, aliran birahinya yang selama ini tidur terpendam, perlahan mendesak keluar dari lubang vaginanya, menuntut untuk muncul ke permukaan, seperti perasaan ingin kencing yang sangat mendesak. Perasaan seperti ini belum pernah ia rasakan selama 6 tahun perkawinannya dengan Ramzy. Alya sudah sering orgasme. Tapi untuk orgasme kali ini, rasanya sungguh sangat berbeda. Benar-benar nikmat dan memuaskan. Lalu apa yang selama ini ia rasakan? Apakah itu orgasme semu? Dan apakah ini orgasme yang sebenarnya? Entahlah, dia sendiri juga tidak tahu. Tiba-tiba saja, dengan tanpa isyarat sebelumnya, mang Ujang mengangkat kaki kanan Alya dan diseberangkan melewati tubuhnya yang merebah ke samping. Sekarang posisi Alya adalah miring membelakangi sopir tua itu  yang tanpa henti terus menusukkan penisnya dan menggenjot tubuh mulus sang majikan dengan penuh nafsu. Memeluk dari belakang, tangan mang Ujang bebas menggerayangi payudara Alya yang bergoyang-goyang indah seirama dengan genjotan pinggulnya. Ia juga mencucup dan menjilati leher jenjang Alya dan memberi banyak cupang disana.
”Aghhh... mang!” Rasa ingin kencing semakin mendera tubuh hangat Alya.
Dengan sepenuh kekuatan, ia menggoyang-goyangkan pinggulnya untuk segera menjemput rasa itu. Alya berteriak, mengaduh, merintih dan berteriak kembali saat rasa nikmat itu bukannya mereda, tapi malah semakin menjadi-jadi. Ia tak dapat lagi menghindar. Rasanya sudah seperti di ujung, siap meledak untuk meruntuhkan pertahanan terakhirnya.
”Mang Ujaaangg... akuu... oohh...” tubuh Alya langsung merinding dan gemetar saat dengan kedutan-kedutan besar, ia merasa ada sesuatu yang tumpah dari dalam liang vaginanya.
Cairan itu rasanya mengalir tanpa henti, sangat banyak dan juga sangat nikmat sekali, membuat Alya terkulai lemas untuk sesaat. Sementara itu, penis perkasa mang Ujang sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti, bahkan ia semakin mempercepat kocokannya. Alya pasrah saja menerimanya. Meski sedikit terasa ngilu, tapi sebanding dengan apa yang ia raih malam ini.

Mang Ujang yang rupanya masih jauh dari tujuannya, meraih tubuh Alya dan mengangkatnya ke atas hingga posisi Alya jadi telentang sekarang dengan tetap menindih tubuh si sopir tua yang terus menancap dan menggenjotkan batang penisnya. Walaupun posisi mang Ujang berada di balik punggung Alya, tapi ujung kemaluannya masih tetap saja mampu menyentuh lubang peranakan sang artis idola. Kaku, panjang, dan besarnya penis mang Ujang membuat seakan tak ada celah yang tersisa lagi dalam ruang kemaluan Alya yang memang menjadi sangat menyempit akibat orgasmenya barusan. Alya sadar, tanpa bantuannya, mustahil bagi mang Ujang untuk meraih klimaksnya. Jadi dia berusaha bangkit dan memainkan pinggulnya. Ia goyang pantatnya yang bulat sedemikian rupa agar dapat mengimbangi genjotan mang Ujang yang semakin menggila. Bahkan kemudian Alya bergerak bangun setengah menduduki selangkangan laki-laki tua itu dengan kedua tangannya masih bertumpu pada dada kerempeng si mamang sehingga penis besar mang Ujang dapat sepenuhnya masuk dalam lahapan vaginanya. Alya mengikuti genjotan sang sopir dengan menaik-turunkan pantatnya, membuat payudara besarnya ikut bergoncang-goncang, yang segera dipegang dan diremas-remas kuat oleh mang Ujang. Rambut Alya yang panjang sepunggung terhambur ke kanan maupun kiri, tergerai kusut tak karuan akibat genjotan edan penis si sopir tua. Tapi Alya tak pernah menduga, posisi yang sedang ia lakoni ini justru menjadi bumerang baginya. Dengan cepat gairahnya terdongkrak dan terkerek naik. Rasa gatal pada dinding vaginanya datang lagi dengan begitu cepat. Dorongan nafsu merenggut seluruh saraf-saraf pekanya kembali. Dan rasa lemas di tubuhnya langsung lenyap, berganti dengan semangat penuh gairah untuk menggenjot penis mang Ujang agar dapat lebih dalam lagi memasuki lubang vaginanya. Alya kembali kesetanan. Ia kembali merintih dan mendesah. Dia lah yang sekarang mempercepat keluar masuknya penis sang sopir ke dalam jepitan kemaluannya. Batang besar, panjang dan keras milik mang Ujang membuatnya terbakar hidup-hidup, bahkan lebih keras dari yang tadi.
”Arghhh... mang!” Alya berteriak sebagai ganti desahannya, ia melakukannya untuk menjemput nikmat yang tak terperikan ini. Dan saat itulah ia kembali merasakannya.
Dari celah bibir rahimnya, desakan ingin kencing kembali mengejar ke depan, menuju gerbang vaginanya. Karena sudah tahu betapa nikmat dan dahsyatnya rasa itu, Alya pun bergegas mengejar. Genjotan dan naik turun pantatnya dibuatnya semakin menggila agar rasa itu segera datang. Sepasang payudaranya yang masih dalam genggaman mang Ujang, terlempar ke atas dan ke bawah begitu kuat akibat perbuatannya itu. Tapi Alya tak peduli. Rasa itu telah sampai di gerbang vaginanya dan siap untuk meledak, tidak mungkin untuk dilepaskan lagi. Diiringi dengan teriakan yang paling keras, dia pun orgasme sekali lagi.
”AARRGGHHHHH...!!!” Rasanya begitu nikmat saat cairan bening itu kembali menyemprot dan menyembur keluar.

Tubuh Alya sampai bergetar dan terkejang-kejang seiring lelehan cairan cintanya yang mengalir deras dari liang vaginanya. Saat itulah, tiba-tiba ada rasa marah dan benci yang menyelinap di hatinya. Alya kecewa kepada Ramzy, sang suami. Selama 6 tahun pernikahan mereka, ia merasa tidak dihargai sebagai istri. Ia merasa dilecehkan karena Ramzy tidak pernah mampu memberikan kenikmatan sebagaimana yang ia terima dari mang Ujang hari ini. Alya merasa bahwa Ramzy cuma mencari enaknya sendiri, tanpa mempedulikan perasaan atau kebutuhan Alya. Laki-laki itu seperti tidak bersungguh-sungguh berusaha memberikan kepuasan orgasme pada dirinya dalam setiap persetubuhan mereka. Beda dengan mang Ujang, yang hanya dalam 1 kali permainan, sanggup membuatnya orgasme berkali-kali. Menyadarinya, Alya meraung menangis. Ia terisak sejadi-jadinya. Mang Ujang yang belum menyadari keadaan sang majikan, terus menggerakkan pinggulnya untuk menggenjot tubuh mulus Alya. Malah kembali ia meraih tubuh wanita cantik itu agar kembali merapat ke tubuhnya. Ketiaknya ia serang habis-habisan. Payudara Alya diremasnya penuh nafsu. Rupanya kakek tua itu juga sudah hampir mencapai puncak. Terasa aliran spermanya sudah merasuk ke batang penisnya, siap untuk ditembakkan ke kedalaman vagina Alya yang sempit dan hangat. Menyadari hal itu, Alya segera tersadar. Ia usap air matanya dan segera melepas jepitan vaginanya pada batang penis sang sopir. Ia tidak mau mang Ujang meledak di dalam. Alya tidak mau hamil karena ulah laki-laki tua itu. Dengan tubuh sempoyongan, ia bergegas turun dari ranjang. Tapi rupanya mang Ujang salah pengertian dengan sikapnya ini. Dia berpikir bahwa Alya ingin mengubah posisi agar bisa dapat meminum air maninya, seperti yang biasa dilakukan si Mar, pembantu sebelah rumah. Jadi begitu melihat sang majikan turun, dia langsung ikut menyusul turun. Dengan tangannya, mang Ujang menekan pundak Alya agar wanita itu jongkok. Kemudian dia jambak rambut Alya yang hitam lebat hingga majikannya itu menengadah.
”Ehm, mang... aku...” Alya ingin protes, tapi terlambat.
”Ayo, mbak Alya, telan... minum pejuku...” sambil berkata, mang Ujang menyodorkan penis besarnya ke mulut Alya, meminta wanita cantik itu untuk menghisap dan menampung spermanya.
Tidak bisa melawan, Alya pun membuka mulutnya. Dia telan penis itu dan dihisapnya dengan rakus. Tapi baru juga beberapa jilatan, tiba-tiba...
“Argghhhhh… mbak Alya! Aku keluar! ARGHHHH…!!!” terdengar suara mang Ujang yang meregang penuh kenikmatan.
Desahan dan rintihannya memenuhi ruang sempit kamar hotel, bersamaan dengan semprotan cairan putih kental yang amat banyak dari batang penisnya, yang tanpa ampun tumpah ruah memenuhi mulut manis Alya.

“Hmph, glek!” Alya segera menelan semuanya agar tidak tersedak.
Dia berusaha agar tak ada setetespun yang tercecer. Di luar dugaan, meski tidak pernah melakukan ini sebelumnya, rasanya ternyata tidak begitu menjijikkan. Ia menyukainya. Kenapa Ramzy tidak pernah melakukan ini sebelumnya? Ah, sekali lagi Alya kecewa dengan laki-laki itu. Kelelahan, mereka sama-sama tergolek di tempat tidur, telentang bersisian di atas ranjang dengan tubuh tetap telanjang. Kenikmatan nafsu birahi sejenak membuat Alya sedikit terlena. Ia agak gelagapan saat mang Ujang mencolek payudaranya untuk menarik perhatiannya. Dia melenguh manja ketika tangan laki-laki itu terus turun untuk mengelus dan memainkan lubang vaginanya yang sudah sangat basah dan memerah. Mereka berpelukan dan saling memagut sesaat.
”Kenapa mang Ujang begitu berani pamer burung tadi?” tanya Alya penasaran. Mang Ujang hanya memberikan senyum tipis sebagai jawaban.
”Apa tidak takut aku teriak?” tanya Alya lagi.
Kembali laki-laki itu tidak menjawab. Alya sebenarnya tidak butuh jawaban, karena 9 dari 10 wanita, entah itu gadis, istri ataupun janda, pasti akan melakukan hal yang sama dengannya. Mereka akan langsung jatuh terduduk apabila dihadapkan pada pemandangan yang sedemikian spektakuler, sebuah tampilan penis super besar yang begitu mempesona dan menggetarkan jiwa.
”Saat pertama datang, mang Ujang terkesan sangat sopan, sama sekali tidak menampakkan akan berlaku 'kurang ajar' kepadaku. Tapi kenapa mang Ujang bisa nekat seperti tadi?” Alya bertanya lagi.
Kali ini mang Ujang mau menjawab. ”Karena ada kesempatan, bu.” Dia kembali memanggil ’Bu’, tanda kalau suasana sudah kembali ’normal’. Mang Ujang bercerita kalau sudah sejak lama ia menginginkan dan mengagumi tubuh mulus Alya. Naluri kelelakiannya mendorong untuk selalu mencari kesempatan, tapi tidak pernah didapat karena Alya memang jarang sendirian. Begitu tahu kalau tadi mereka cuma berdua saja di kamar hotel, Mang Ujang sadar inilah kesempatan emas baginya untuk bisa mencicipi tubuh mulus sang majikan. Dan dia memanfaatkannya dengan baik.
”Jadi tadi spontan aja, gitu?” tanya Alya penasaran.
Mang Ujang mengangguk mengiyakan. ”M-maaf, bu, karena sudah berlaku kurang ajar sama ibu. Saya siap dipecat! Tapi saya mohon, jangan tuntut saya ke pengadilan, saya benar-benar khilaf. Saya takut dipenjara, bu!” rengeknya.
Alya tertawa mendengarnya. ”Siapa juga yang mau nuntut mang Ujang. Saya malah suka dengan kenekatan mamang.”
Perkataan Alya membuat laki-laki tua itu melongo. ”S-suka? Maksudnya?” dia bertanya tak mengerti.
”Ya pokoknya suka. Dan sekarang, saya memutuskan untuk pulang besok pagi aja. Saya mau mang Ujang tidur disini untuk menemani saya malam ini.” sambil berkata, Alya makin mengeratkan pelukannya ke tubuh kurus sang sopir pribadi.
”Ehm, b-baik, bu.” dan sebagai laki-laki normal, tentu saja mang Ujang tidak menolaknya.

By: Iisamu Takeo

Wednesday, December 17, 2014

Antara 13 VS 31

Afreny

Namaku Erlan umur 42 tahun, istriku bernama Afreny umur 31 tahun tinggi 160 cm berat 58 kg.Aku telah mempunyai anak satu orang putra umur 13 tahun dan putri 8 tahun.
Kehidupan rumah tanggaku baik-baik saja tanpa ada hal-hal yang membuat kami berselisih faham. Cuma ada sedikit keanehan dalam diri istriku. Ada perubahan sikap dalam beberapa hari belakangan ini. Baik dalam berbicara maupun dalam perilaku sehari-hari. Kalau biasanya paling bawel dan rada emosi kalau ada masalah yang membuatnya tidak senang. Tetapi sekarang sedikit agak diam , lembut dan bawaan tenang. Aku sebenarnya ingin mengetahui apa sebab yang terjadi, tetapi aku kurang ingin tahu lebih banyak masalah keadaanya. Hal itu aku biarkan dan seolah tidak terjadi apa-apa. Suatu ketika aku melihat anaku yang paling besar pulang dari sekolah. Anakku yang besar sudah SMP kelas 1 di sekolah negeri. Anaku pulang bersama temannya dari sekolah, kulihat badannya sama tinggi dengan anakku kira-kira 158 cm dan perawakan tubuhnya agak berisi dibanding anakku, kira-kira berat badannya 48-50 kg. Kulit anak tersebut sawo matang namun bersih. Sepertinya anak tersebut adalah kawan akrab anakku. Dan baru kuketahui anak tersebut bernama Budi dan sudah sering main ke rumah ketika aku sedang bekerja. Dan kalau aku lagi dinas keluar kota atau ada pelatihan ke luar kota, anakku sering mengajaknya tidur di rumah. Bedanya si Budi anaknya ramah, supel, mudah bergaul dan pandai mengambil hati orang dan lebih dewasa dan mandiri. Lain dengan anaku, sikapnya cuek, belum dewasa, belum bisa mandiri, kurang bergaul dengan teman-temanya, dan tidak dapat mengambil hari orang. Sehingga kalau Budi main ke rumah atau tidur di rumahku, seperti gak ada apa-apa dan seolah masa bodoh. Mungkin Budi tau sikap anak lelakiku dan tau kalau ada sedikit kekurangan atau juga tidak suka mengganggu orang lain jadi Budi senang bermain dengan anakku. Dengan sikap Budi tersebut membuat istriku Afreny simpatik, apalagi Budi sering membantu dirumah entah itu menyapu halaman, membersihkan kamar anak lelakiku bahkan belajar bersama dan mengajari anak perempuanku belajar. Karena sikapnya itu Budi seolah sudah dianggap istriku sebagai anaknya sendiri. Bukan hanya itu, karena sikap kedewasaanya membuat istriku seolah ada tempat curhat mengenai sikap anak lelakiku. Dan kalau aku perhatikan malah si Budi justru lebih sering dekat dengan istriku ketimbang anak lelakiku, entah itu duduk atau nonton TV, makan, bahkan istriku masak, Budi selalu ada di dekatnya. Hal itu membuat istriku semakin simpatik pada Budi dan senang sekali dibuatnya.

Dari pengamatanku itu, aku seperti melihat keanehan dalam diri Budi. Sepertinya ada sesuatu yang ia inginkan atau yang rencanakan. Tetapi apa ? aku tidak dapat mengetahuinya. Malah persahabatannya dengan anaku, sepertinya biasa-biasa saja tidak ada yang istimewa, malah dengan istriku Budi seolah menemukan teman wanita yang dianggapnya istimewa atau paling spesial. Dari keanehan-keanehan itu membuatku menjadi penasaran ada apa dibalik kebaikan Budi selama ini? Maka untuk mengungkap perilaku Budi, aku mempunyai rencana sendiri untuk dijalankan. Dan rencana itu adalah aku berpura-pura akan keluar kota bersama teman selama satu hari. Dengan dali itu aku ingin mengetahui apa yang terjadi. Keesokan harinya ketika anak-anakku berangkat ke sekolah, sedangkan aku masih di rumah dengan rencana telah disiapkan. Kubilang pada istriku.
“Mi ... kalau mau ke pasar, pergi saja dan bawa kunci. Nanti aku bawa kunci serep”
“Perginya jam berapa Pi?” tanya istriku
“Bentar lagi, kira-kira jam 7” jawabku.
“Oh ... iyalah kalau begitu aku ke pasar dulu ya Pi” sahut istriku.
“Ya” jawabku yang lagi di kamar mandi.
Setelah istriku pergi, aku telah menyiapkan keperluan seperti sarung, baju trening, racun nyamuk, makanan ringan buat persiapan. Sebab aku bukanya ke luar kota, tetapi bersembunyi di atas loteng rumahku sebagai tempat pengintaianku. Di atas loteng aku tiduran, karena sudah aku persiapan terlebih dahulu untuk mengintai dan tak lama kudengar pintu rumah dibuka, dan rupanya istriku telah pulang dari pasar. Kira-kira pukul 12.30 siang, anak-anakku sudah pulang dari sekolah. Dan samar-samar kudengar ada suara yang sudah hafal di telingaku yaitu suara Budi. Ternyata Budi datang lagi ke rumahku. Setelah makan siang anak-anakku disuruh belajar siang setelah usai makan siang, karena kalau malam jam 22.00 wib sudah wajib tidur. Setelah belajar siang kurang lebih satu jam setengah, anak-anaku wajib tidur siang. Dalam pengintaianku di atas loteng, kulihat Budi yang tidak tidur siang. Memang perumahan di mana tempatku tinggal kalau siang agak sepi, sehingga suasana lingkungan menjadi tenang. Dari atas loteng di mana plafon rumahku telah aku lobangi sebesar uang seratus rupiah. Ada juga plafon rumah rusak karena bocor oleh hujan sehingga tidak perlu aku lobangi. Kulihat Budi duduk di sofa ruang tamu sendirian sambil membaca buku pelajaran sekolahnya.
Selang beberapa menit aku melihat istriku datang dan duduk di dekat Budi lalu berbicara.

“Lagi baca apa Bud ?”
“Ini Bu, Budi lagi belajar pelajaran Biologi, minggu depan kata Bapak guru ada ulangan harian, jadinya Budi  mesti menghafal tentang tumbuh-tumbuhan, sifatnya dan lainnya.”
“Bud, Rio sudah kamu kasih tau kalau ada ulangan minggu depan?” tanya Istriku.
“Sudah Bu“ jawab Budi, “makanya Budi ngajak  Rio belajar bersama, karena Budi perhatikan Rio susah sekali memahi hampir semua mata pelajaran Bu. Karena Rio sudah Budi anggap sebagai saudara, jadi Budi kasihan saja takut nanti Rio tidak dapat naik kelas.” Jelas Budi sembari tetap fokus akan buku pelajaran yang ia baca
Tak lama kulihat istriku terdiam. Tampak matanya sedikit memerah dan tak lama butir-butir air menetes di kedua pipinya. Istriku kulitnya  putih agak kuning langsat, tinggi kurang lebih 160 cm, berat 58 kg. Rambut ikal dan hitam sebahu, hidung mancung, mata bulat, dan bibir sedikit tipis. Wajah cantik meski usia sudah berkepala empat. Bentuk payudaranya 36B dan pinggul bulat dan besar dengan ukuran celana 34. Budi terkejut melihat istriku sesegukan, istriku menangis.
“Bu, ada apa?” suara Budi lembut bertanya “kenapa Ibu menangis?”
Lalu istriku menjawab “Bud, Ibu minta tolong kepada kamu”
“Ya Bu, minta tolong apa?”. Tanya Budi sambil mulai memfokuskan dirinya kepada perkataan istriku.
“Ibu berharap kepadamu, tolong bantu Rio dalam belajar. Rio, kalau Ibu lihat bayak kekurangan, baik dalam belajar, kemauan, kemandirian, pergaulan dan kedewasaan.” ujar istriku dengan mata mulai berkaca-kaca dan melawan emosinya,
“Jadi hanya kepadamu,  Ibu berharap Bud ! Karena kamu teman dekatnya yang bisa diajak ngobrol.Selama ini Ibu merasa kuatir, bagaimana perkembangan Rio ke depannya”  tambah istriku sambil mengusap airmatanya yang mulai menetes turun dari kedua matanya, “tapi syukurlah ada kamu teman yang dianggapnya baik kepadanya.”
Dengan berlinang air mata istriku menyampaikan keluh kesah kepada Budi. Mungkin dengan anak itu dia dapat menyampaikan isi hatinya. Dan Budi seolah memahami apa yang dirasakan istriku.

Dan dengan rasa ibanya tangan kiri Budi merangkul pudak kiri istriku kemudian Budi memeluk istriku sambil berkata,” Bu, Budi janji akan membantu Rio sesuai keingan Ibu.
Tidak hanya kepada Rio, kepada Icak juga Budi akan bantu dalam belajar.”
Sambil dirangkul Budi, pipi istriku diusap, menghapus air mata istriku yang jatuh dipipinya. Kepala istriku terjatuh di pundak Budi. Budi terus membelai pipi dan rambut istriku. Seolah ada tempat mencurahkan isi hatinya, istriku memejamkan matanya.
Tidak hanya itu, Budi sedikit mulai berani mengecup kening istriku. Istriku hanya diam saja atas kelembutan sifat Budi.
Budi berkata lagi, ”Bu, Budi janji akan membantu Ibu, tidak hanya mengajari kedua anak Ibu. Tetapi apapun perkejaan di rumah Ibu, Budi akan bantu mengerjakannya.”
Istriku berkata, “Terima kasih Bud atas kebaikan kamu. Ibu tidak dapat berkata apa - apa kecuali terima kasih kepadamu.” ujar istriku sambil memeluk tubuh budi.
“Tidak apa-apa Bu, dengan di ijinkannya Budi main kesini, Budi sudah senang.”balas Budi sambil membelai belai rambut panjang istriku yang tergerai.
“Bu ...”, Ucap budi dengan ragu tanpa melanjutkan kalimatnya.
“Ada apa Bud, Budi mau bicara apa?” jawab istriku
“Anu Bu, selama ini Bud, kurang deket sama orang tua Budi, terutama sama Emak.
Emak Budi, sering marah saja. Ndak tau sebabnya, Mungkin keluarga Budi kurang mampu, jadi mamak sering marah-marah. Entah kenapa kalo sama Ibu, Budi merasa nyaman, bahagia sekali.”
“Mungkin Mamamu, ada masalah jadi kurang mood terhadap anak-anaknya.
Nanti juga baik lagi Ibu yakin.”  Jawab istriku sambil tersenyum.
“Tapi jujur, bu.  Ibu orangnya baik, ramah tidak pemarah jadi Budi sangat suka dan senang kepada Ibu. Bahkan Budi begitu sayang kepada Ibu. “ Ujar budi kepada istriku.
“Aaah .... Kamu bisa saja Bud !”,
“Ibu juga sering marah-marah juga kok!” jawab Istriku.
“Kamu saja yang belom tau” tambah istriku lagi.

“Bu ... ”, 
“Iya Bud?”,
“Boleh Budi mencium Ibu ?”,
“Kenapa Budi mau mencium Ibu ? ” tanya Istriku.
“Karena Budi sangat sayang kepada Ibu , Budi juga menganggap Ibu sebagai ibu kandung Budi !!!” jelas budi  kepada istriku dan membuat istriku tersenyum manis.
“Bud, Kamu menganggap Ibu sebagai Ibu kandungmu dan Ibu juga menganggap kamu sebagai anak Ibu. Ibu tidak keberatan kamu mencium Ibu” jawab istriku dan Budi membuat Budi ikut tersenyum.
Dari atas loteng tempat aku mengintip kulihat dengan pelan Budi mulai mencium kening istriku, Istriku pun memejamkan matanya. Tidak hanya kening, ciuman Budi berpindah-pindah. Mata, hidung, dan kedua pipi istriku. Masih dalam rangkulan tangan kiri Budi, dan kepala istriku juga masih tersandar di bahu Budi. Sedangkan tangan kanan Budi juga membelai wajah, rambut dan leher Istriku. Kulihat juga bibir istriku agak sedikit terbuka, entah menandahkan apa. Apakah suka atau rasa cinta terhadap anak atau perasaan yang lain.Tapi dengan jelas, ciuman Budi mulai merambat turun keleher putih istriku. Di daerah sekitar leher putih istriku itu ciuman Budi cukup lama.
 Disitu istriku mulai berguman dan berbisik, “Bud, Budi sudah Bud ... jangan disitu Ibu geli Nak.“. Sehingga kini ciuman Budi beralih naik kepipi dan kening terus hidung istriku.
Dari atas dengan seksama aku terus memperhatikan tingkah anak itu.
Dan hatiku berkata , “Dari mana anak ini belajar ciuman seperti itu? Di usia yang masih belia 13 tahunan sudah pandai beradegan cium seperti itu. Apa ini pengaruh teknologi sekarang dan dunia internet yang sedang menjamur?”
Kini sedikit demi sedikit bibir Budi sudah merambat turun dan mendekati bibir istriku.
Dan cup cup bibir Budi mengecup bibir istriku. Kecupan sesaat itu setidaknya menyentakan hati istriku, dapat terlihat dari gerakan bibirnya. Namun hanya sesaat, selanjutnya bibir Budi kembali mengecup bibir istriku kembali.

Entah apa yang ada dibenak dan pikiran istriku, terlihat bibirnya kembali terbuka dan menerima kembali kecupan bibir Budi. Budi sepertinya mulai berani dan sedikit demi sedikit melumat bibir mungil istriku. Istriku sepertinya tidak keberatan dengan lumatan bibir Budi, dan sepertinya istriku mengimbangi lumatan bibir Budi. Maka terjadilah lumatan lumatan bibir antara Budi dan istriku. Dari atas loteng sampai kedengaran bunyi cucpp ... cuuuppp ... cuuupp. Sambil melumat bibir Istriku, kuperhatikan tangan Budi yang ada di pundak kiri istriku mulai bergerak turun. Perlahan tapi pasti tangan itu bergerak turun, dan kini telapak tangan kanan Budi sudah berada di atas sebuah bukit. Yaitu bukit lunak istriku. Aku di atas loteng cukup kaget melihat perilaku anak itu Manakala telapak tangan  itu dengan halus dan lembutnya sedikit mulai aktif bergerak gerak meremasi bukit kembar istriku. Gerakan halus dan lembut telapak tangan Budi diatas payudara istriku itu  membuatku sedikit tegang. Maklum baru pertama kali ini aku melihat anak yang masih muda belia sudah mengerti masalah sexual. Dengan pelan telapak tangan Budi mengusap-usap payudara istriku. Sejauh ini istriku hanya diam dan terus melayani lumatan bibir Budi, belum lagi usapan lembut telapak tangan Budi yang kini mulai berani meremas payudara istriku dengan lembut dan pelan. Di atas sofa yang rendah berbentuk huruf L kedua anak orang yang berbeda usia terus melakukan aksi cium dan melumat bibir. Remasan jari-jari tangan Budi di payudara istriku yang masih utuh memakai daster warna putih dihiasi bunga-bunga biru langit, seolah tidak disia-siakan oleh Budi. Remasan-remasan lembut namun intense dilakukan Budi, membuat istriku sesekali berusaha menjauhkan tangan Budi dari dadanya. Namun usaha itu hanya sebatas memegang tangan Budi, tetapi sejauh itu tidak menepiskan tangan Budi dari payudaranya malah samar-samar aku mendengar gumaman dari mulut istriku yang tersumbat bibir Budi, Hmmmmmm...Aku jadi tambah tegang manakala jari-jari kecil Budi, berusaha melepas kancing-kancing daster istriku. Istriku memang suka memakai daster berkancing depan, entah karena apa aku juga tidak memasalahkannya. Yang jelas daster yang dipakai istriku berkancing sampai ke bawah dadanya. Belum lagi panjang daster yang dipakai istriku tidak seperti daster yang dipakai hari-hari sebelumnya. Daster yang dipakainya tidak terlalu panjang sampai ke pergelangan kaki, dan juga tidak terlalu pendek hingga ke pangkal paha. Tetapi hanya sebatas lututnya saja. Walaupun begitu, bila duduk di kursi sofa agak rendah, mau tidak mau pasti akan naik keatas bagian bawa dasternya. Hal ini juga yang dialami oleh istriku, bagian bawa dasternya naik kurang lebih 15 cm. Dan makin jelaslah kemulusan dan putihnya kedua belah paha istriku.

Ketika kancing pertama terbuka, tampak jelas putihnya permukaan bagian atas dada istriku. Dan kancing kedua terbuka, mulai terlihat lereng gunung kembar istriku walau belum tampak BH yang dipakai istriku. Kini jari-jari Budi, mulai menjamah kancing ketiga. Kancing ketiga mulai dibuka dengan pelan dan lepas. Kini sudah terlihat BH warna putih ukuran 36B yang dikenakan istriku. Kancing keempat juga mulai dilepaskan oleh jari-jari tangan Budi, semakin jelas gumpalan payudara istriku yang putih menghiasi dadanya. Dan kini kancing terakhir mulai akan dilepas oleh Budi, kancing terakhir itu kurang lebih lima jari orang dewasa dibawa payudara istriku mulai dibuka oleh Budi, dan akhirnya lepas lah kancing tersebut. Bibir Budi dan istriku masih bertaut seolah ular cobra yang saling mematuk. Jari-jari Budi sekarang mulai naik kepangkal leher istriku, terus kembali turun dan turun lagi hingga menyentuh bagian atas payudara muluis istriku. Kembali Budi meremas remas payudara istriku dengan pelan dan lembut. Kiri dan kanan payudara istriku diremas-remas oleh Budi. Secara bergantian. Payudara istriku masih terbungkus rapi oleh BH putih ukuran 36B. Payudara istriku masih kencang walaupun sudah tidak muda lagi dan sudah mempunyai dua orang anak. Budi sekarang telah melepaskan lumatan di bibir istriku, sekarang dia mulai menciumi leher putih istriku. Kini mulai kudengar desahan mulut istriku takala Budi mencium lehernya, di tambah jari-jari tangan kanan Budi aktif meremas remas payudara istriku.
“Oohhhhh ..., Jaaa ... ngaaaannn  nakkkk, tolong jangaaaannnn lakukan ini, ibu mohon Bud!!! Aahhhhhh Bud, sudaaaahhhh laaahhhh,  awwwwwhhhh .... “, lenguh istriku terputus putus karena kebimbangan antara menikmati atau menyudahi pemainan anak kurang ajar ini. 

Budi

Bibir Budi pun sekarang mulai bergerak turun, tidak hanya dileher, tetapi mulai menelusuri bagian dada istriku. Lereng bukit kembar istriku tidak luput dari ciuman dan kecupan-kecupan halus. Belahan payudara istriku tidak luput dari sapuan bibir kecilnya. Reaksi istriku bukannya menolak atau menjauhkan wajah dan kepala Budi, namun seolah membiarkan apa yang dilakukan oleh Budi.Jari-jari tangan Budi, mulai menyusup ke balik BH putih istriku, tak lupa jari itu meremas-remasnya benda kenyal yang tergantung indah di dada istriku. Dengan gerakan perlahan dan lembut, Budi menurunkan tali BH istriku baik kiri dan kanan, dan dengan gerakan yang sedemikian pelannya akhirnya tali BH itu turun dari pudaknya dan sekarang jatuh di lengan kiri dan kanan istriku. Dan dengan tetap kelembutannya Budi membuka cup BH putih itu dan bullll! bullll! kiri dan kanan payudara istriku terpampang cukup jelas dan menantang. Memang kuakui, walau tidak muda lagi, namun bentuk payudara istriku tidak menggantung seperti kebanyakan ibu-bu rumah tangga lainnya. Tetapi masih cukup kencang, padat dan urat-urat biru cukup jelas terlihat. Bentuk putingnya tidak hitam, tetapi warnanya merah hati, begitu juga  lingkaran disekeliling puting susunya juga berwarna merah hati. Puting susu istriku lumayan besar, seukuran ibu jari orang dewasa. Aku yang bersembunyi di atas loteng terus memperhatikan perilaku Budi, bocah perusia 13 tahun itu semakin tegang. Apalagi di bawah sana istriku mulai terdenger desahan-desahannya.
“Oohhhhh .... Budddddd, Jaaa jjaaaannnggaaannn  Buddddd .. awww.....saadarr lahhh nakkkk, Janggannn lakukan inniii ...” Istriku terus merintih dan memohon agar Budi menghentikan aksi-aksinya.
Namun aksi Budi terus berlanjut, bibir Budi sudah mendekat ke puting susu istriku dan suuppp, puting susu istriku diemut-emut oleh Budi. Selanjutnya istriku semakin merintih rintih.
“Awwwhhhh Bud ... sudaahhh lahhh nakkkkk, Cuukupp, .... hentikan, sadarlah nak, nanti dilihat Rio. Hmmnghhh Awwwwhhhh Bud “. lenguhan istriku berusaha menghentikan perbuatan pemuda ini walau lebih terlihat seperti rancau kenikmatan.

“Bu, Budi cuma ingin tahu saja apakah masih ada air susunya apa ngga.” balas Budi sambil terus mengenyot gemas payudara istriku.
“Bud, Ibu sedang tidak mempunyai adik bayi jadi tidak ada air susunya. Jadi sudahla nak, ibu takut dilihat oleh anak-anak ibu dan dilihat oleh orang” ujar istriku.
“Tapi Bu, Budi ingin merasakannya saja, Budi mohon Bu “, ucap Budi sambil memilin milin dada istriku yang bebas dari emutan nakalnya.
“Oooohhhh Bud,  Ibu takut nak  ... eemnghhh”ujar istriku di sertai lenguhan panjang.
Dan akhirnya istriku tidak dapat berbuat banyak selain membiarkan aksi Budi dikedua payudaranya. Kiri dan kanan payudara istriku diemut dan diremas-remas oleh jari tangan Budi, dam desahan  serta rintihan dari mulut istriku terus terdengar halus. Sepertinya jari tangan Budi mulai merambat turun, kalau tadi masih meremas-remas payudara istriku yang sangat kencang itu, kini mulai menyusuri bagian perut istriku. Walau masih terbalut daster yang tergantung di kedua lengannya, tetapi terlihat dari luar daster, perut istriku sedikit rata tidak seperti ibu-ibu lainnya Jari-jari tangan Budi terus turun dan turun, hingga sekarang jari tangan Budi sudah berada di pangkal paha bagian luar istriku. Sambil tetap mengemut-emut payudara istriku, Tangan kanan nya ikut aktif mengelus-elus paha putih istriku. Elusan-elusan lembut jari-jari tangan Budi, membuat tubuh istriku bergerak-gerak dan mengelinjang seperti cacing kepanasan. Entah itu kegelian atau ada perasaan lain, namun akibat elusan itu mau tidak mau daster bawah istriku mulai naik ke atas. Aku yang melihat dari atas bertambah tegang, tak kusangka temannya Rio bisa sepandai dan seliar dari apa yang kubayangkan. Istriku bertambah gelisah dan merintih.
“sudahhhhhh cuuukkkppp  hentikan nakk ...  kita sudah terlalu jauh ...Ingat nakkkk! saddaaaarrrr Awwhhhh” rancauan istriku akibat permainan liar Budi.
Budi seperti tidak memperdulikan rintihan dan permohonan memelas istriku. Jari-jari tangannya terus mengelus-ngelus paha istriku,baik kiri dan kanan. Bagian luar dan dalam pun tidak luput dari jamahan jari-jari Budi. Jari-jari tangan Budi, terus dengan intense mengelus bagian luar dan bagian dalam, hingga waktu jarinya masuk kebagian dalam paha istriku. Tangannya pun ikut terus merambat naik dan masuk ke bagian dalam, hal itu membuat buat istriku terus memohon kepada Budi.

“ampun Bud” ...... Jangan  nak, hentikannnnn ... sudahhh, cukup ... hentikaaann, ooohhhhh ... Bud ... Budi sudahlah nak ... Iiiiiiihhhhhh” jerit istriku dengan lirih.
Teriakan kecil istriku memang sangat kecil, Sebab istriku mungkin sadar atau takut perbuatan merekaakan  terdengar ke tetangga kiri dan kanan rumah kami, dan juga takut akan membangunkan anak-anakku yang sedang tertidur pulas. Tubuhnya bergerak gerak kekiri dan kanan kadang pinggulnya terkadang keatas. Rasa geli dan perasaan lain mungkin melanda dirinya. Tetapi sejauh ini tidak ada usaha untuk menjauhkan diri atau lari dari kenakalan Budi. Hal ini bisa aku mengerti, disamping tangan kiri Budi masih merangkul bahu istriku, belum lagi mulut Budi tidak henti hentinya mengisap-isap puting susu istriku, ditambah jari-jari tangan kanan Budi bergerilya di bagian bawa daster istriku. Entah apa yang ada di dalam diri istriku, jika tadi gerakannya tubuh agak keras, kini mulai agak tenang. Gerakan kedua pahanya yang tadi kuat menjepit tangan Budi agar tidak terlalu jauh masuk ke dalam pangkal pahanya. Namun sekarang sedikit melonggar,  bahkan mulai mengikuti apa yang dilakukan oleh Budi, ketika menggerakan tangannya melebarkan paha kiri atau kanan istriku. Semakin terbuka kedua belah paha istriku, semakin tampak secarik kain putih yang melekat di antara kedua paha bagian atas istriku.
Jari-jari tangan Budi terus merambat naik dan naik, kemudian tak lupa mengelus-elus kedua paha bagian dalam istriku kiri dan kanan. Dan kembali lagi jari-jari tangan Budi bergerak naik hingga menyentuh celana dalam warna putih bagian atasnya. Di bagian atas celana dalam istriku jari-jari Budi semakin berani bergerilya. Kadang ke samping kiri dan kanan kadang keatas perut, kadang kembali lagi ke bagian atas celana dalam istriku. Dalam balik celana dalam warna putih istriku, terdapat rimbunan rumput warna hitam lebat nan keriting. Jari tangan Budi, kembali bergerak-gerak dan kini jari itu mulai menelusuri kebagian bawa celana dalam istriku. Sambil bergerak jari-jari Budi, mengusap dan menekan bagian tengah selangkangannya. Dibagian itu jari Budi berputar-putar lembut, hingga istriku kembali merintih dan mendesah sambil pinggulnya diangkat seperti kegelian.
“Oooohhhhh. ... Budi ... Sudaaaahhhh Bud ...jangan terlalu jauh Bud, ibu malu, Bud kalau ada yang merlihat, aduuuuuuhhhh “ ........ Ibu mohon nakkkkk...hentikan.” Rancauan istriku yang membuatku sedikit geram, namun sedikit membuat diriku merasakansuatu sensasi yang seharusnya tak kurasakan saat melihat istriku di gauli orang lain. 

###################
Suara hati Budi

“Ya ... ampun  sungguh kegilaanku  ini sudah terlalu jauh, Tapi kenapa aku terus melakukan ini, Tapiiiiiii... Aahhhhhhh ... aku hanya menuruti kata hatiku dan pikiran saja. Sungguh aku tidak membayangkan dapat berbuat seperti ini, tapi sebagai seorang  laki-laki, aku perlu tau apa itu perempuan, tentang sifatnya, tentang, kemauannya, tentang rahasia dirinya, apalagi tentang bagian-bagian perempuan yang belum pernah aku bayangkan bahkan ku sentuh selama ini.” ujar hati kecilku yang saat ini sedang berkecamuk “Ibu Afreny ini, sungguh sama sekali tak kusangka selain cantik, tubuhnya memang indah, kulitnya halus dan kencang walau sudah berusia dan punya anak dua. Tanganku sedari tadi menelusuri tengah-tengah bagian luar celana dalam Ibu Afreny. Aku baru merasakan kehalusan kulit Ibu Afreny.” kataku mengagumi kemolekan tubuh moleh seorang ibu rumahtangga yang sedang kugauli.
 “Gila bener ini! Aku jadi gemeteran  melakukan ini! tadi Ibu Afreny berkali-kali memohon untuk kuhentikan perbuatanku terlarang ini. Tapi rasanya aku tidak bisa melakukan itu, sebab aku sudah merasakan hal yang lain yakni gairah seorang lelaki muda, yang pingin tahu hal-hal yang berbau sex. Apalagi kesempatan ini baru aku alami sekarang.” bisikan jahat dalam pikiran nya untuk membenarkan perbuatan nya ini.
Jari-jariku pingin tahu dan pingin menelusuri apa yang ada di dalam celana dalam warna putih milik Ibu Afreny, Ibu sahabatku Rio. Pelan-pelan sekali aku mengusap-usap belahan tengah celana dalam Ibu Afreny, lalu jariku bergerak naik. Aku merasakan halus dan empuknya bagian atas celana dalam seorang wanita,. sepertinya dibagian itu sama seperti punya aku. Rambut hitam yang selalu tumbuh disetiap kemaluan baik perempuan dan lelaki. Sepertinya rambut milik Ibu Afreny sangat lebat sekali. Membuatku makin aku penasaran, aku naikan jari tanganku keatas dan pas dikaret celana dalam warna putih itu, aku selipkan kelima jari-jari ku. Aku semakin gemetar manakala aku merasakan lembut dan lebatnya rambut hitam milik Ibu Afreny. Ibu Afreny menggerakan pinggulnya,  entah karena apa aku pun tak mengerti. Aku teruskan saja sambil ku usap-usap,  terus turun lagi hingga menyentuh daerah yang paling dicari oleh lelaki, terutama aku yang baru pertama kali menyetuh daerah itu. Aku merasakan vagina Ibu Afreny hangat dan sedikit terasa licin. Licin karena apa aku kurang paham. Namun aku terus saja meraba-raba vagina Ibu Afreny. Ibu Afreny semakin merintih dan mendesah, sehingga membuat ku bimbang rntah memang karena ingin aku berhenti atau memang ingin aku terus melakukan hal ini. Jari-jariku semakin sering aku gerak-gerakan  naik dan turun, aku merasakan bertambah licin daerah vagina Ibu Afreny. Tanpa aku sadari sedari tadi. batang penisku sudah lama tegak berdiri, dan membuat aku kurang nyaman karena terjepit oleh celana pendekku. Karena merasa sakit dan kurang nyaman aku terpaksa melepaskan elusan dan rabaan terhadap vagina Ibu Afreny. Dan jari tanganku keluar dari celana dalam Ibu Afreny, lalu aku langsung membenarkan letak posisi batang penisku.  Karena aku merasa masih kurang nyaman juga, maka akhirnya kukeluarkan batang penisku dari dalam celana pendek dan kolor warna putih yang aku pakai ini. Dan bulll! Keluarlah batang penisku dengan tegak bagaikan tonggak kayu dan membuat sedikit agak legah.

#########################
Lain hal dengan Bud, ternyata apa yang dikeluarkan oleh Budi dari celana pendeknya, membuat aku yang sedang mengintip dari atas loteng sedikit tercengang dan berkata dalam hati “ Gilllaaaaa !!!!”,
“Sungguh tidak kupercaya kalau tidak melihat dengan mata kepala kusendiri! Ternyata temannya Rio itu memiliki penis yang melebihi penis ukuran orang dewasa termasuk diriku!” ujarku dalam hati karena sedikit shock.
Sungguh manusia ini banyak keanehan, anak berusia 13 tahun mempunyai penis sebesar dan sepanjang itu. Mungkin panjang penis anak itu  kira-kira 20 cm. Dan bulat lingkarannya  kalau diukur dengan cm bisa mencapai 13 cm lebih, suatu hal yang tidak masuk akan tapi betul-betul nyata! Penis anak itu masih tegak berdiri dengan kepalanya berwarna pink mengkilat, di bawah batang penis baru ditumbuhi oleh rambut-rambut hitam yang masih tipis. Aku takjub dengan apa yang kulihat dan masih terasa belum percaya, sambil terus memperhatikan gerak-gerik dan apa yang di lakukan Budi terhadap istriku. Budi kembali memasukan jari-jarinya ke dalam celana dalam putih istriku, Istriku kembali dibuat gelagapan. Terkadang pahanya mengatub menjepit tangan Budi, kadang juga terbuka seperti memberikan jalan buat Budi agar terus menjamah vagina istriku. Jari-jari Budi semakin sering meraba-raba vagina istriku. Dan kuperhatikan sepertinya jari-jari tangan Budi bergerak kebelakang pinggul istriku. Di sana dia meremas-remas pinggul bulat istriku. Sambil meremas-remas,  Budi menurunkan karet celana dalam istriku bagian belakang hingga turun ke bawah pinggulnya. Di bagian atas mulut Budi masih menyedot-nyedot puting susu istriku dengan lahapnya. Kadang mencium leher istriku serta kembali melumat bibir istriku. Di bawah sana jari tangan Budi sudah mengalihkan tanganya ke pinggul sebelah kanan istriku. Rupanya Budi berusaha menurunkan celana dalam istriku, karena bagian belakang celana dalam istriku sudah turun ke bawa pinggulnya. Dengan gerakan pelan tapi pasti akhirnya karet celana dalam sebelah kanan istriku turun juga dari atas pinggangnya. Namun tidak terlalu turun masih nyangkut di pinggul sebelah kanannya. Akan tetapi dengan hanya turun baru sebatas bawa selangkangannya istriku, sudah tanpak jelas bukit kemaluan istriku yang ditumbuhi rambut hitam yang lebat. Saking lebatnya kurang lebih tiga centi dibawa pusar, rambut hitam kemaluan istriku menyetuh pusarnya.

Budi mencium bibir istriku dengan lembut dan mesra. istriku seolah menyambut dengan hangat kecupan dan lumatan bibir Budi. Diselingi remasan terhadap payudara istriku kiri dan kanan, lalu tangan Budi bergerak turun dan kembali menyusup diantara kedua belah paha putih istriku dan langsung menyetuh bukit kemaluan istriku. Kulihat jam menunjukan pukul 14.00 wib, dibawa sana dua anak manusia berbeda usia terus melakukan aktifitas yang seharus tak lazim. Kulihat kini Budi menghentikan aktifitas tangan kanannya dibawa selangkangan istriku, terus tangannya membelai-belai rambut hitam istriku bahkan pipi mulusnya. Kemudian tak lupa pipi kening dan bibir istriku diciumnya dengan mesra.
Lalu kudengar Budi berkata dengan pelan, “Bu ...”
“ iyahh Bud, Ada apa ?“ sahut Afreny sambil  mendesah lembut.
“Kita ke kamar depan yuk' Bu.“jawab Budi sambil asik menjamahi tubuh molek istriku.
“Kenapa kamar depan Bud? “ tanya Afreny pelan.
“Takut kalau-kalau Icak dan Rio bangun Bu “, ujarnya sedikit terputus karena menyupangi leher jenjang istriku, “Makanya kita ke sana saja ya Bu.“ lanjutnya sambil mengajak Afreny.
“ jangan nak,  tidak usah dilanjutkan lagi!“ pinta Afreny lembut sambil menahan lenguhan kenikmatan yang ia rasakan. “Cukuplah ya Bud “, sambung istriku untuk membujuk Budi menghentikan permainan ini, walau dari dalam lubuk hati istriku ini secara jujur dan gamblang  ia menikmati betapa mendebarkan dan mengasyikan-nya hubungan terlarang ini.
“Gak apa-apa kok Bu “sahut Budi sambil mengelus dan mengecup lembut pipi Afreny.
“Jangan nak, Ibu sekarang sudah merasa bersalah dan berdosa “,
“Ibu takut . apa yang barusan tadi dilihat oleh orang”,
“Ayo' lah Bu “ bujuk budi sambil dengan pelan dan penuh kasih sayang Budi meraih dan menarik lengan istriku Afreny untuk beranjak dari sofa yang dia duduki.dan berbeda dari kalimat penolakan yang ia lontarkan sejak awal, tubuh istriku ternyata lebih jujur dan beranjak dari sofa yang didudukinya mengikuti bujuk rayu jejaka yang umurnya terpaut 20 tahun itu seperti kerbau yang dicolok hidungnya.

Dalam kondisi baju daster bagian atas sudah melorot sampai ke lengan kiri dan kanan bersamaan dengan tali BH putihnya ikut melorot ke lengannya, Belum lagi bagian bawah dasternya yang naik ke atas pinggang sehingga celana dalam warna putih yang dikenakan istriku tadi juga sudah melorot kebawa pas dibawa pinggulnya atau bagian depan sudah dibawa pangkal pahanya, Budi merangkul mesra istriku layak nya pasangan pengantin baru menuju kamar depan yang berukuran 3 x3 meter. Sambil kepala istriku bersandar di pundak Budi akhirnya keduanya masuk ke kamar depan dan kliikkkk ... akhirnya kamar itu dkunci dari dalam oleh pasangan yang sedang dilanda birahi itu. Aku pun mengendap-endap seperti maling merangkak menelusuri loteng rumahku sendiri  berpindah posisi menuju kamar maksiat itu. Sebenernya kamar depan jarang dipakai, hanya untuk tamu atau family yang datang saja, sebab loteng plafon yang terbuat dari bahan triplek juga banyak yang rusak dan ada bolong-bolongnya, sehingga dari atas cukup jelas sekali apalagi pintu jendela menghadap ke arah matahari terbenam yang sinarnya cukup terang sekali. Di dalam kamar itu terdapat satu buah springbed ukuran 2x2 tidak memakai tiang dengan satu buah bantal guling dan bantal tidur.Jadi langsung diletakan saja di lantai kadang kamar itu dipakai oleh Budi tidur bila menginap di rumahku. Budi dan istriku mendekati springbed itu, kemudian mereka berdua berhenti. Budi  memutar tubuh istriku hingga keduanya saling berhadapan. Lalu dengan lembut dan mesranya Budi berbisik,
“Buuuu ... Buuuuu ... Buuddii sayang Ibu “ bisik bocah itu dengan gemetaran.
“Ibu tau nak “ jawab istriku.
Dan tiba tiba saja istriku berubah drastis, dengan pengalaman yang ia miliki ia memeluk dan mencium bibir Budi dengan mesra untuk mengusir kegugupan perjakanya itu.

#########################
Suara hati Afreny

“Oh Tuhan apa yang kulakukan, dan mengapa bisa  berakhir seperti ini. Sebari tadi aku berusaha  memegang teguh janji perkawinanku dengan mas  Erlan ... tetapi kini aku malah mencumbui anak ini.”
Aku merasakan secara perlahan tangan Budi meraih pinggangku. Dan aku sadar bahwa celana dalamku sudah melorot ke bawa pinggulku. Ini akibat tangan nakal Budi yang kubiarkan bebas bergerilya. Akupun bingung kok bisa-bisanya anak itu berbuat nekad seperti ini, padahal usianya masih muda baru 13 tahun, tetapi hal-hal yang hanya di ketahui  oleh orang dewasa seperti ini ia sudah dapat  mengerti. Aku juga heran sampai saat ini aku sepertinya tidak bisa berbuat banyak dan seolah ada perasaan lain pada anak ini. Kini tubuhku sudah sedikit merapat ke tubuh Budi dan ketika itu ada sesuatu yang membuatku sedikit bergetar, dan getaran tersebut adalah getaran getaran yang telah sudah sejak lama tak kurasakan bahkan tidak pernah kurasakan sama sekali saat bersama suamiku.  Aku merasakan ada yang mengganjal di bawah daerah kemaluanku. Benda yang mengganjal di bawah pusarku paling bawa terasa sekali, menyentuh nyentuh daerah kemaluanku. Budi semakin menarik pinggulku ke arah tubuhnya, dan benda itu semakin kuat mengganjal bahkan menyodok daerah kemaluanku. Aku dapat menduga benda itu adalah batang penis Budi yang sudah menegang dan sangat keras sekali. Tapi entahlah apakah memang benar benda itu bantang penisnya Budi yang mengganjal di daerah kemaluan, apakah ada sesuatu yang disimpan Budi di kantong celananya. Kami masih saling lumat bibir, tidak hanya itu Budi berusaha melepas dasterku yang sudah jatuh di kedua lenganku. Tidak sulit bagi Budi untuk melepaskannya karena dengan pelan dia menurunkan kedua tangaku dan menurunkan secara perlahan dan terus melewati kedua  jari tanganku, kemudian terus diturunkan lagi melewati pinggulku, terus dilepaskan saja oleh Budi hingga jatuh di kedua kakiku.

Sekarang kini hanya tinggal BH dan celana dalam putihku yang masih melekat, itupun sudah  tak sempurna lagi. Tali BH-ku  sudah jatuh kedua lenganku, sedangkan cupnya berukuran 36B sudah terbuka yang menampakan keindahan payudaraku. Rasa malupun mulai menyelimuti diriku, di hadapan anak yang baru berusia 13 tahun ini aku seperti bahan mainannya. Walau sebenarnya anak ini seusia dengan anakku Rio, yang kadang sering melihatku telanjang dada bahkan telanjang bulat di kamar ketika selesai mandi.
Namun dalam keadaan seperti ini rasa kuatir dan was-was dan malu muncul, maklum aku sebagai seorang perempuan bahkan seorang ibu tidak pantas diperlakukan seperti ini. Itu semua hanyalah pikiranku saja, tapi ternyata berbeda dari apa yang kuhadapi.
Budi menatapku dengan tatapan penuh arti, tatapan sebuah permintaan, dan tatapan birahi seorang anak yang baru beranjak remaja. Lalu Budi juga membuka baju kaosnya dengan sangat cepat sekali, aku hanya menatap wajahnya dengan penuh kecemasan, aku tidak mengetahui kapan dia membuka celana pendeknya, yang kutahu tiba-tiba Budi meraih pinggulku dirapatkannya ke tubuhnya sambil meremas-remas pinggulku.
Kembali aku merasakan benda tumpul menyodok daerah kemaluanku. Akupun berciuman kembali dengan Budi tidak hanya itu Budi telah berhasil melepaskan pengait BH ku. Dan BH ku dilepaskannya dari kedua belah tanganku. Kemudian aku berbicara pelan kepada Budi,
“Kenapa kamu berperilaku seperti ini nak ?“.ujarku sambil menatap dalam matanya yang terlihat memang agak gugup “Tidak kau merasa takut apa yang akan kamu lakukan ?“.
Kulihat tampaknya Budi hanya diam, tidak menjawab pertanyaanku dan mengalihkan pandangannya dari tatapanku. Aku pegang bahunya, dan ia menatapku sembari membelai pipiku. Perasaanku tidak menentu, tiba-tiba aku memeluknya dengan erat. Lalu aku rasakan celana dalamku terasa pelan-pelan melorot turun dan terus turun ke bawah hingga jatuh di bawa kakiku seperti halnya baju dasterku. Aku semakin erat memeluknya  tidak hanya itu sambil meraba, Budi menekankan pinggulku ke arahnya hingga terasa sekali benda yang dari tadi mengganjal itu tidak lain batang penisnya yang sudah semakin tegang. Itu kutahu karena ketika berpelukan, tanganku sedikit turun ke pinggul Budi dan tak ditemukan lagi kolor yang melekat di pinggulnya.

Kini aku dan Budi sudah sama-sama telanjang bulat dan akupun tidak dapat berkata apa lagi, karena kondisi sudah seperti ini hingga tidak dapat berbuat banyak. Apalagi sekarang tangan kanan Budi menaikan kaki kiriku ke atas springbed sehingga bagian bawah selangkangan agak terbuka. Dengan begitu batang penis Budi semakin terasa mengenai daerah vaginaku, bahkan sedikit mengenai bibir vaginaku. Aku semakin erat memeluk Budi, seperti ada kehangatan dan kenyaman dalam pelukan anak ini, getaran-getaran cinta seorang anak terhadap ibu, sebalik getaran cinta ibu terhadap anaknya. Batang penis Budi terasa hangat walau hanya menyenggol bibir luar vaginaku. Kini Budi membimbingku duduk di pinggir springbad, setelah duduk kami saling berpandangan dengan mesra. Kemudian Budi mengecup keningku, terasa sekali sentuhan lembut penuh kasih sayang diberikan anak ini.Sekilas aku melihat batang penis Budi yang tegang berdiri, Aku tercekat kaget dibuatnya. Astaga ... Penis Budi ... bisa sebesar dan sepanjang ini !? Apakah aku bermimpi? Aku tidak tahu ukurannya tapi yang jelas aku merasa ngeri, dan tiba-tiba aku memeluk Budi dengan erat sambil kepalaku kusandarkan ke bahunya. Walau gelora birahi ku sudah sampai ubun ubun, namun karena kengerian akan ukuran kemaluan anak ini akupun menjadi merasa sedikit takut dan ngeri sehingga aku berusaha untuk menghentikan permainan ini,
“Hentikan saja ya nak  perbuatan ini. Kita sudah melampaui batas, seharusnya kita tidak melakukan perbuatan semacam ini. Seharusnya ibu memberikan pengertian kepadamu Bud, bukan menyesatkanmu dengan melakukan perbuatan tidak terpuji dan terlarang seperti ini.“
“Tapi Bu, rasanya sulit untuk Budi hentikan. Karena dada ini, hati ini, otak ini, telah diselimuti dirasuki perasaan yang tidak bisa dihentikan. Apalagi keinginan itu sangat kuat Bu.“ ujar Budi membantah omonganku.
“Tapi nak , kamu masih muda harus melawan hawa nafsumu “,
“Bu Afenry, Budi mohon berikan kesempatan pertama buat Budi. Budi pingin sekali mencoba apa yang belum pernah Budi rasakan. Bolehkan Bu ? Tolonglah Bu hanya bersama Ibu saja.“ ujar Budi mengiba
Mendengar hal tersebut sebagai seorang wanita khususnya sebagai seorang ibu hatiku menjadi luluh dibuatnya, apalagi pemuda ini memintanya dengan sopan penuh kesabaran dan kasih sayang. Tapi apakah pantas aku melakukannya ? Oooohhh apa yang mesti aku lakukan ?

Setelah mempertimbangkan baik buruknya dan apa yang dilakukan Budi selama ini, maka dengan ketulusan hatiku yang bulat, akihirnya aku mengangguk kepada Budi sambil berbisik pelan.
”Baiklah  nak , Ibu mengijinkanmu.”. Sambil tersenyum kulanjutkan  perkataan ku, ”tapi Ingat ya Bud, Hanya sekali ini saja!“ tegasku kepadanya.
Mendengar hal tersebut Budi-pun tersenyum,“ ....... Baik Bu “ ... untuk Ibu, Budi akan turuti semua  kemauan ibu.”.
Dengan senyum kekanak-kanakannya  Ia merebahkan tubuh polos ku keperaduan dengan  sangat lembut sekali, kemudian ia mengambil bantal lalu direbahkannya kepalaku ke bantal tersebut dengan lembut dan mengecup keningku dengan mesra. Sehingga kubandingkan dengan suamiku, kalau sudah ada maunya tidak bisa ditahan. Gerasa grusu saja, tanpa ada rasa sayang terhadap istri. Kalau dengan Budi terasa beda, anak ini lebih memberikan kasih sayangnya kepada seorang perempuan dan bisa menyenangkan hati perempuan seperti diriku. Sebagai seorang perempuan ada sedikit perasaan cemas, was-was, takut dan gemetaran. Maklum kalau dengan suamiku aku tidak ada getaran dan kecemasan, tetapi dengan orang lain yang belum lama kukenal perasaan semua itu muncul. Apalagi saat ini Budi berbaring disisiku kemudian dengan mesranya dia mencium dan melumat bibirku, kemudian tangannya aktif meremas-remas kedua payudaraku. Tangan itu bergerak turun dan turun menyusuri perut dan turun lagi kepinggulku sedikit diremasnya, kemudian kedepan dan tepat diatas tumpukan jerami hitam milikku yang hitam dan lebat. Aku bertambah cemas, rikuh, dan gelisah, bercampur  perasaan geli dan enak ketika Budi menyentuh daerah kemaluanku. Aku berusaha menjauhkan perasaan itu ketika  Budi sudah menyentuh bibir vaginaku. Dan akhirnya aku tidak tahan juga untuk mengeluarkan suara.
“Ooooohhhh .... Buuuuuudddddd ....sudaahh ...... iiihhh ....jnngaaaaaan dimaaaiinnnkan itu .... Ibuuuuuuuuu Budddddd....geeeeliiii..... eeeehhhhhhhh .... Enakkkkkk”, eranganku meledak terputus putus, walau aku sedikit dapat menahannya karena aku masih takut membangunkan anak anak ku atau terdengar oleh tetangga.

Kemudian Budi mengehentikan aksinya di vaginaku. Lalu dia memandangku, aku paham maksud pandangan itu. Lalu aku mengangguk dan berbisik pelan,
“Lakukanlah nak, hati-hati ya sayang, pelan pelan saja“  sambil kubelai wajah dan rambutnya., “Ibu takut dan ngeri ...“,
“Takut dan ngeri karena apa Bu?”, potong Budi dengan polosnya.
“Batang penismu ini sayang, diluar perkiraan Ibu.“ ujarku sambil meremas remas lembut batang  kemaluannya yang sudah siap maju ke medan tempur itu, “Besar dan panjang , Tidak seperti punya Om Erlan. Ibu  takut nanti tidak muat.“,
“Ajarin Budi ya bu, Budi belum pengalaman Bu.“ ujarnya sedikit gugup.
Aku tersenyum kepada Budi sambil berbisik aku berbicara, “Baiklah Ibu akan membimbing kamu sayang.“, jawabku sembari memberi ciuman lembut ke bibirnya, sambil tanganku masih meremas remas lembut batang kemaluan yang besar dan keras tersebut.
“Sekarang kamu naiki tubuh Ibu”, pintaku, Budi pun menurut, dia menaiki tubuhku lalu tak lupa dia menciumku, akupun dengan mesranya memeluk tubuhnya dengan erat.
Lalu aku berbisik lagi ditelinganya, “ Sayang, sekarang kamu jongkok di kedua paha  Ibu ya.“
Ternyata Budi sudah mengerti, dia lalu mendekatkan batang penisnya ke arah bibir vaginaku. Aku sendiri mulai tegang, karena batang penis Budi di atas anak seusianya. Di samping itu hanya penis suamiku yang selalu masuk ke dalam liang vaginaku, itupun ukuran panjangnya lebih kurang 11 cm yang lingkarannya lebih kecil 9 cm. Sekarang kepala penis Budi yang sedari tadi sudah tegang, sudah menempel di bibir vaginaku.
Aku turut membantu Budi dengan sedikit melebarkan kedua pahaku, sehingga lubang vaginaku sedikit membuka. Dan baru aku sadari kalau sedari tadi ternyata di sekitar bibir vaginaku telah mengalir cairan kewanitaan ku sendiri, sehingga daerah sekitar vaginaku menjadi licin, dan mempermudah penis jumbo itu masuk ke liang kenikmatanku. Kepala penis Budi sudah mulai memasuki belahan vaginaku. Ada perasaan nyeri di sekitar vaginaku, sebab kepala penis Budi yang besar berusaha menyeruak masuk kedalam lubang vaginaku. Sehingga membuatku merintik rintih kesakitan segaligus keenakan karenanya

“Aduh Buddddd besarr sekaliiii, pelannnn sayangggggg ......ibu merasa nyeri nih...aiiihhhh begituuuu sayangghhhhh enakkkkkkkk.“, rancauanku akibat perbuatan Budi.
Kepala penis Budi terjepit di muara lubang vaginaku, akupun semakin merintih, merancau, dan sekaligur mengajari perjakaku ini bagaimana caranya memuaskan seorang wanita dengan penis besar dan nikmat yang dimilikinya itu. Kepala penis dan batang penis Budi terus menyeruak masuk secenti demi secenti, semakin bergerak masuk semakin otot vaginaku semakin menegang. Budi berusaha terus memasukan batang penisnya ke dalam lubang vaginaku. Akhirnya Budi baru menemukan teknik untuk memasukan batang ajaib miliknya itu di dalam liang vaginaku. Dia memaju mundurkan batang penisnya secara perlahan. Dengan begitu batang penisnya yang besar itu mulai bertambah dalam masuk. Kalau tadi baru seperempat saja, sekarang sudah setengahnya. Makin intense Budi memaju mundurkan batang penisnya, makin lama makin masuk batang penisnya. Usaha Budi ternyata membuahkan hasil dan dengan sekali genjotan saja batang penis Budi yang tinggal 2 centi akhirnya masuk semua, bersamaan dengan itu aku menjerit-jerit kenikmatan dan kurangkulkan tanganku ke leher kekasih mudaku ini sambil memberikan kecupan selamat ke pipinya. Aku terdiam, begitu juga Budi. tidak beberapa lama rupanya Budi sudah paham apa yang dia lakukan.Dia mulai memaju mundurkan batang penisnya di dalam liang vaginaku. Walau terasa sakit dan ngilu, aku berusaha tahan karena aku tidak ingin mengecewakan anak ini. Dan lambat laun, rasa perih dan ngilu tadi berubah menjadi enak dan nikmat, tak kubayangkan walau tubuh anak ini kecil, tetapi mempunyai senjata yang besar yang kini membuatku menikmatinya. Tidak dapat kubayangkan juga kalau batang penis Budi yang besar dapat ditampung oleh liang vaginaku. Aku berusaha mengimbangi goyangan dan maju mundurnya batang penis Budi dengan memutar mutar pinggulku hingga mengangkat pantatku.
“Ooohhhh ..... Gilaaaa Kamu  ... saaayanghhhh ...ibu gak sanggupp....ampun sayang...uuhhhh ...ohhh... nikmathhhh”, pekikku sembari menciumi bibir pengantin sehariku ini dengan penuh nafsu.

Goyongan dan kocokan batang penis Budi, tak terasa sudah mencapai 30 menit. Aku merasakan ada letupan kecil di dalam liang vaginaku, Badanku seperti tegang dan urat sarafku seperti mengencang, persendianku seolah mau lepas, dan ooughh !! Aku rasanya tidak sanggup lagi, ada sesuatu yang kuat sepertinya akan keluar dari tubuhku, kedutan-kedutan kuat dari dalam liang vaginaku. Dan ...
“awwwhhhhhhh sayanghhhhhhhhhh ....”, pekikku panjang dan tubuhku melenting ke atas  dengan pinggul terangkat lalu
Seeeeerrrrr....serrrrrr...suara cipratan cairan orgasmeku yang menyembur keluar seperti ledakan gunung berapi,
“Ammmpunnnnn ...saaaaayyyyy ibu ...keluarrrrr...oooohhhh“ .
Kujepit pinggul Budi kuat-kuat dengan kedua pahaku. Dan kupeluk tubuhnya dengan eratnya. Tubuhku lemas, tapi Budi masih juga menggoyangkan pinggulnya, sebab batang kenikmatan-nya masih keras dan menancap di lubang vaginaku. Budi belum juga mencapai orgasme, aku akan membantunya mencapai orgame dan dengan menyemangatinya Budi terus mengocok batang penisnya. Aku menyuruh Budi memelukku dan kusuruh dia berbalik dan gantian dia yang tidur terlentang tanpa melepaskan bantang penisnya yang masih menancap di liang vaginaku. Budipun menurut, ketika dia terlentang sekarang aku yang aktif menggoyangkan pinggulku sehingga batang penisnya semakin terasa masuk di dalam liang vaginaku. Gerakan pinggul semakin kencang tiba-tiba Budi  mengerang.
“ Oooohhhhhhh Buuuuu ...  Budddiii mau kencinggggggg ... Buuuu ... “
“Kecinglah sayang,  kencinglah di dalam lobang vagina ibu sayang.“, ucapku sambil kucondongkan badanku ke depan dan memeluk tubuhnya sembari kutunganggi batang penisnya yang besar dan perkasa itu.
Dan tiba-tibas aja, budi merangkul badanku erat seakan tidak akan meloloskanku kemana-mana dan menghujamkan batang kenikmatannyadengan hebat ke vaginaku.
Dan...crotttttt....crottttt... crotttt, senjata  Budi memberondongkan air maninya ke dalam rahimku dengan banyak, sambil tangannya menekan pantatku kuat-kuat.

Akupun secara bersamaan orgasme yang kedua kalinya. Lalu aku jatuh di dada anak itu, kemudian tangan Budi memelukku dengan erat, akupun begitu memeluknya dengan erat sambil memejamkan mataku. Dalam keterpejamanku aku meresapi dan menikmati pengalaman pertamaku bersama seorang anak berusia 13 tahun, sahabat anakku Rio. Walau Budi masih muda belia, tetapi dia sudah memberikan kenikmatan dan kepuasan terhadapku. Akupun tadinya hanya berharap Budi sebagai teman akrab anakku, sekarang malah menjadi teman bercintaku.
“Ohhhh...  kau harapanku segalanya. Akankah ini harus terus berlanjut selamanya...entahlah“ desah hatiku.
Kurasakan tangan Budi mengelus punggungku. Akupun merasa nyaman dalam pelukan anak ini, kendati aku kuatir berat tubuhku lebih berat dari tubuhnya tetapi Budi tidak merasakan itu. Lalu tangannya sesekali meremas-remas pantatku.
“Bu...”, bisik Budi halus
“Iya sayang ... ada apa sayangku?” balasku lirih karena barukali ini aku merasakan orgasme sehebat itu, bahkan multi orgasme hebat seperti itu  sambil mendekap terus lembut tubuhnya.
“Terima kasih ya Bu atas pengalaman pertama diajarkan pada Budi.”, ucapnya sambil menatap  diriku dengan penuh arti.
Aku tersenyum menatap mata anak ini yang masih di bawah tubuhku.
 “Iya nak , Budi harus janji tidak menceritakan persetubuhan kita berdua kepada siapapun ya!“,
“Budi janji Bu  akan merahasiakan ini.”
“Terima kasih anakku, sayangku”, ujarku dengan mesra sambil mengecup bibir Budi .
“Ngomong-ngomong sayang, kenapa kamu ingin menyetubuhi Ibu? Padahal kamu sahabat Rio.”, tanyaku karena tiba tiba saja pertanyaanku terngiang di kepalaku.
“Entahlah Bu, Budi tiba-tiba saja pingin menyetubuhi Ibu.”,jawab Budi sekenanya.
“Pasti kamu suka baca sesuatu atau nonton film dewasa ya!“ selidiku dan dijawab dangan anggukannya dengan malu-malu.
Aku mengusap-usap rambutnya, “Pantesan kamu ngebet bange. Udah ya jangan sering-sering nonton dan baca hal begituan, ingat sekolah kamu ya nak.“,  pintaku menasehatinya, kali ini sebagai seorang ibu kepada anaknya, bukan sebagai seorang wanita yang telah diberikan kepuasan dan kenikmatan biologis dari seorang lelaki.

“Iya... Bu”, tukas  Budi dengan  sedikit kecewa.
“hemh”, balasku singkat sekedar mengiyakan perkataannya, dan menghiraukan kekecewaan pemuda ini.
“Tapi Bu kalau Budi ingin lagi gimana ?”, celetuknya sambil meringis.
“Nahhhh kan kamu sudah janji hanya sekali saja kan ?”, balasku dengan mengingatkan perjanjian  yang kami buat tadi.
“Tapi kalau kebelet gimana dong Bu “, ujarnya lagi karena tak mau kalah begitu saja.
Aku pun tersenyum dan  mencium bibir mungilnya, “Ya sudahlah” ..... masalah itu nanti kita bicarakan lagi.
“ ngomong ngomong sayang,  apakah kamu merasa puas  ?”. tanyaku untuk mengalihkan topik pembicaraan kami.
“Ya Bu ....  Budi puas sekali, Ibu bagaimana?”, balasnya sambil melontarkan pertanyaan yang sama kepadaku sembari tangannya dengan lembut membelai belai kepalaku yang kini tertidur lemas di atas badannya.
“Hmmmmmm  ... Ibu lebih dari itu sayang dan sulit Ibu ceritakan.” jawabku sambil kepalaku tiduran di dada Budi.
Kupemejamkan mataku dan memeluk erat tubuh Budi. Kelamin kami masih menyatu, aku seolah tidak mau melepaskan tubuh anak ini, biarlah batang penis anak ini berlama-lama di liang vaginaku dan sepertinya batang penis anak ini belum mengecil juga. Kamipun tertidur bersama, dalam pelukan kehangatan penuh birahi sehabis berpacu mengarungi lembah kenikmatan. Entah Jam berapa kami tertidur dengan mimpi indah kami berdua.

##########################

Di atas loteng aku dari awal sampai akhir menyaksikan adegan panas antara istriku dan Budi, sahabat anakku Rio, yang berbeda usia sangat jauh 31 dan 13 tahun. Sungguh tidak masuk dalam akal sehat. ABG di usia yang masih muda belia sudah mengetahui perilaku seks. Bahkan istriku saja dibuatnya buta segala-galanya, dunia terkadang memang aneh. Entah apa yang terjadi selanjutnya antara istriku dan anak itu. Dari apa yang dibicarakan  mereka berdua, sepertinya akan ada kelanjutan lagi. Akhirnya aku hanya menghela nafas panjang lantas berbaring di atas loteng dan akupun tertidur dengan batang kemaluanku masih mengeras.

S e l e s a i
By: Kelana Jam
Sungguh Puaskah Istri Anda ?