Jadilah Lelaki Perkasa, Seperkasa Kuda Putih

Friday, March 28, 2014

Ki Jaya, Dukun Sakti

Dewi

Sudah 2 minggu ini Dewi aktif berangkat kerja di perusahaan suaminya, dan selama 2 minggu itu Dewipun mendapatkan kepuasan melakukan persetubuhan dengan suaminya dan Erwin, selama 2 minggu ini Dewi melayani mereka berdua di kamar hotel Erwin, berbagai posisi telah mereka lakukan, hanya satu posisi yang belum dilakukan oleh mereka yaitu Double Penetration, karena baik Hendro maupun Erwin menjaga agar istrinya tidak kaget jika mereka melakukan DP, mereka takut Dewi menjadi marah dan tidak mau meladeni mereka lagi, tapi mereka tidak mengetahui bahwa Dewi sudah berpengalaman disodomi dan disodok vaginanya berbarengan, dan juga mereka tidak mengetahui bahwa Dewi sangat menginginkan kedua penis mereka itu masuk berbarengan di kedua lubangnya, tapi Dewi juga tidak mau Hendro dan Erwin curiga bahwa dia sudah pernah melakukan hal tersebut, jadi Dewi tidak pernah meminta hal tersebut.
Rumahnya sekarang sudah memakai Satpam sendiri, suaminya sengaja menggunakan Satpam untuk menjaga rumahnya, Hendro merekrut 4 orang Satpam untuk menjaga rumahnya siang-malam, ke 4 orang satpam itu secara bergiliran berjaga siang dan malam, alasan Hendro kepada istrinya agar Dewi menjadi aman saat pulang kerja kalau dirinya sedang tidak berada di Jakarta, tapi alasan utama Hendro adalah agar Dewi tidak dapat membawa pulang lelaki dan ngentot dengan lelaki lainnya, tapi Hendro tidak tahu bahwa Dewi bisa saja melakukan persetubuhan dengan para supir, jongosnya dan anak tirinya, Hendropun sudah menginstruksikan para satpamnya agar memberi laporan kepada dirinya apabila istrinya membawa lelaki ke rumah mereka. Hasan adalah yang paling tua diantara satpam itu usianya sudah 45tahun dan dia bertindak sebagai kepala regu dari mereka, tampangnya memang agak seram, tapi orangnya ramah dan murah senyum, dan Hasan juga sangat tegas dan disiplin, kemudian ada Marno dan Dayat yang berusia 36tahun, tampang mereka juga jauh dari cakep, dan yang terakhir adalah Asep, usianya baru 30tahun, ke 4 satpam itu sudah berkeluarga semua, tapi yang paling menarik hati Dewi adalah tubuh mereka betul-betul tegap dan tinggi, dan tonjolan di celana ketat satpam mereka, Dewi membayangkan bahwa kemaluan mereka pasti lebih besar dari punya suaminya, Dewipun selalu menelan ludah saat mencuri pandang ke tonjolan yang berada di selangkangan mereka, ia selalu menikmati pemandangan pagi saat melihat ke 2 satpam itu berdiri ataupun saat ia pulang dan melihat kedua satpan yang lainnya, ingin rasanya ia menikmati pentungan-pentungan satpam itu mengobrak-abrik vaginanya.

Hari ini adalah hari pertama Dewi berangkat sendiri ke kantor, suaminya dan Erwin sudah berangkat ke luar kota kembali, setelah mereka yakin bahwa Dewi sudah bisa menangani urusan-urusan kantor saat mereka tidak ada di Jakarta, Yono yang hari ini bertugas mengantar Dewi ke kantor, matanya tidak dapat berkedip melihat paha mulus Dewi, sudah lama Yono tidak merasakan jepitan vagina Dewi di penisnya, ingin rasanya ia menyetubuhi nyonya majikannya lagi, tapi mimpinya dipanggil oleh Dewi untuk memuaskan nyonyanya itu tidak kunjung tiba apalagi tuannya selama hampir 1 bulan ini berada di Jakarta, dan nyonyanya mulai sibuk pergi ke kantor dan selalu pulang malam, saat pulangpun pasti bersamaan dengan tuannya, tapi pagi ini harapannya yang sudah mulai pupus kembali merekah, saat Bambang pagi-pagi sudah mengantar tuannya ke airport, dalam hatinya Yono mulai berharap kembali bahwa suatu waktu nanti nyonyanya memanggil dia untuk memasukkan penisnya ke lubang vagina nyonyanya itu. Hari ini Dewi yang mengenakan blazer hitam dengan rok span hitam juga dan blouse putih tanpa lengan dibagian dalamnya, terlihat lebih anggun dan sexy dimata Yono, apalagi saat Yono melihat belahan dada Dewi saat Dewi menaiki mobil, pikiran Yono terbangkit kembali saat dia melumat kedua payudara Dewi tersebut, dan saat Dewi duduk Yono melihat celana dalamnya yang berwarna merah terpampang di kaca spionnya, rok span hitam Dewi yang hanya sebatas pertengahan paha tidak dapat menyembunyikan CDnya tersebut. Yono membayangkan lubang kenikmatan yang bersembunyi dibalik CD tersebut, yang ia bisa lakukan hanya menelan ludah dan membayangkan vagina yang berada di balik CD tersebut. Tapi Yono tidak hanya sendiri yang membayangkan tubuh indah Dewi itu, kedua satpam yang mendapatkan giliran pagi ini juga menelan ludah mereka melihat bentuk tubuh nyonyanya itu. Keduanya dengan mencuri-curi pandang menjelajahi bentuk tubuh Dewi yang aduhai, biasanya kalau nyonyanya keluar rumah dengan tuannya, mereka tidak berani mencuri-curi pandang seperti sekarang ini, karena takut ketahuan oleh tuannya, bisa-bisa mereka dipecat, tapi pagi ini saat nyonyanya ini berangkat sendiri mereka mulai berani mencuri-curi pandang. Dalam hati mereka pantas tuannya menitip pesan untuk melapor bila nyonyanya membawa lelaki pulang kerumah, karena tuannya takut istrinya ini nyeleweng dengan lelaki lain. Merekapun membayangkan kalau mereka bisa menikmati keindahan tubuh nyonyanya ini, tanpa mereka rasa pentungan mereka bergerak bangkit, dan membuat tonjolan yang nampak jelas di celana mereka. Tanpa diketahui oleh kedua satpam itu mata Dewi sempat melirik ke arah selangkangan mereka dan ia melihat tonjolan besar di celana mereka, dan Dewi tersenyum melihat itu, pikiran nakalnya mulai berputar mencari jalan untuk dapat menikmati pentungan-pentungan para satpamnya itu. Dalam perjalanan ke kantor, baik Yono maupun Dewi asyik dengan pikiran masing-masing. Yono asyik dengan mimpi-mimpinya dipanggil oleh nyonyanya untuk memasukkan penisnya ke dalam vagina nyonya itu, dan Dewi asyik dengan pikirannya tentang asyiknya di sodok-sodok oleh pentungan-pentungan satpamnya yang mempunyai tubuh-tubuh yang kekar.

Saat mobil berhenti di lampu merah, mata Dewi terpaku pada sebuah majalah yang ditawarkan oleh pedagang asongan. Hatinya tertarik untuk membeli majalah tersebut, kemudian iapun membeli majalah tersebut. Majalah itu berisikan cerita-cerita tentang hal-hal yang misteri yang terjadi di Indonesia, saat Dewi mulai membuka satu-persatu halaman majalah tersebut matanya tertarik dengan sebuah iklan mini yang nyaris tidak terlihat oleh mata, karena iklan tersebut tidak seperti iklan-iklan yang lainnya,

“Anda ingin tubuh anda kembali segar dan di sukai kembali oleh suami anda, hubungi Ki Jaya, No. HP. 08*********”

begitulah bunyi iklan tersebut, Dewipun penasaran dengan iklan tersebut, ia penasaran dengan yang dimaksud oleh iklan tersebut tentang tubuh yang kembali segar dan disukai lagi oleh suaminya. Dalam hatinya ia bermaksud untuk menelpon no tersebut dan menanyakan hal tersebut. Sesampainya di kantor, setelah menyuruh Yono untuk standby, Dewipun segera melangkah masuk ke kantornya. Para karyawan yang berpapasan dengannya mengucapkan selamat pagi yang dibalasnya dengan sapaan pagi serta senyuman manis, banyak para pria yang berada di kantornya mengagumi atasan baru mereka ini, orangnya yang cantik, murah senyum dan sexy, sementara para wanitanya banyak yang merasa iri melihat bentuk tubuh Dewi yang sexy. Mira menghampiri bossnya sambil membawa agendanya, untuk menyampaikan beberapa agenda bossnya hari ini. Setelah selesai Mirapun keluar ruangan dan menutup pintu kantornya, Dewi segera asyik dengan tugas-tugas rutinnya. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 11.30. Saat itu Dewi teringat dengan iklan yang membuat dia penasaran, diambilnya majalah dari dalam tasnya, kemudian dibukanya halaman yang sudah di tandai olehnya. Dewipun kemudian mengangkat telepon di mejanya dan mulai menekan angka-angka yang ada di pesawat teleponnya sesuai dengan yang tertera di iklan tersebut.
“Haloo…. Halooo,” suara lelaki dengan nada berat terdengar saat sambungan teleponnya tersambung.
“Eh..Haloo…,”sahut Dewi sedikit terpana mendengar suara lelaki tersebut, seolah ia tertarik dengan suara tersebut.
“Ada yang bisa saya bantu, Bu,” sahut suara berat itu.
“Oh..iya pak, saya mau tanya soal iklan bapak yang ada di majalah *****,” jawab Dewi
“Ooohh..itu.. apa yang mau ibu tanyakan? Dan maaf bu, lebih enak ibu panggil saya aki saja,” kembali suara berat itu terdengar menjawab, dan entah kenapa Dewi semakin tertarik mendengarkan suara berat lelaki itu.

“Begini, pak..eh aki.. apa yang dimaksud iklan itu tentang kembali segar dan disukai lagi oleh suami,” Tanya Dewi.
“Oh..itu, begini Bu, saya jelaskan langsung saja yach, saya bisa membuat tubuh ibu segar kembali, maksud dari segar itu adalah saya dapat membuat…eheemmm… maaf bu… kemaluan ibu lebih rapat dan pasti kalau sudah begitu suami ibu akan lebih suka sama ibu khan,” dengan ringkas suara berat itu menjelaskan.
“Oohh…begitu Ki, terus kalau saya tertarik saya harus kemana, soalnya di iklan itu tidak ada alamatnya,” Dewi kembali bertanya.
“Oh..memang bu, saya tidak mencantumkan alamat, karena saya tidak mau sembarangan orang yang datang, jadi saya harus menyeleksinya dahulu lewat telepon, seperti sekarang,”jawab suara berat tadi
“Saya pelajari suara ibu, dan saya mau mengobati ibu, agar ibu lebih percaya kepada saya, saya akan ungkapkan beberapa hal yang rahasia kepada ibu, dan itu juga kalau ibu tidak keberatan dan merasa tertarik untuk diobati,” lanjut suara berat itu.
”Oohh.. pakai acara seleksi juga Ki, saya tertarik untuk diobati Ki, jadi tolong kasih saya alamat Aki dimana?,” sahut Dewi.
“Baik bu, alamat saya di daerah Bogor, tepatnya di desa **** di bawah kaki Gunung Salak,” jelas suara berat tadi
“Dan untuk mengurangi penasaran ibu tentang kehebatan saya, saya beritahu ibu, bahwa pikiran ibu saat sekarang ini sedang membayangkan disetubuhi oleh dua orang satpam yang bekerja dirumah ibu,”kembali suara berat itu melanjutkan dengan sedikit membongkar isi hati atau pikiran Dewi.
Dewi terhenyak kaget atas penjelasan orang tersebut, darimana orang tersebut bisa tahu jalan pikirannya saat sekarang ini, kemudian Dewi segera mengiyakan bahwa dia akan mendatangi tempat orang itu siang ini juga, yang di iyakan oleh orang tersebut, dan orang tersebut menjamin bahwa setelah Dewi diobati olehnya, kemaluannya akan lebih enak dipakai atau dirasakan oleh suaminya. Setelah selesai menelpon orang tersebut, Dewi segera memanggil Mira dan memberitahukan Mira untuk membatalkan agenda siang dan sore hari ini, karena ia merasa sedikit tidak enak badan, dan segera meninggalkan kantornya. Di mobil Dewi memberikan alamat tersebut kepada Yono dan menyuruh Yono untuk mengantarnya ke tempat tersebut.

Yono sedikit bingung dengan perintah nyonyanya ini, tapi namanya dia hanya sekedar supir, ia hanya bisa menganggukan kepala dan mengarahkan mobilnya ke tempat tersebut. Setelah kira-kira 2 jam perjalanan dari Jakarta dan beberapa kali berhenti untuk menanyakan arah jalan, akhirnya mereka sampai ke tempat yang dituju. Dari jalan raya tempat tersebut berjarak sekitar 500 meteran, jalan masuknya yang pas untuk sebuah mobil terlihat rapi walaupun dari tanah dan batu kerikil, samping kiri-kanan jalan ditutupi oleh pohon-pohon yang rindang, pekarangan rumahnya cukup luas untuk menampung 4 mobil sekaligus, sementara rumahnya terlihat sangat sederhana. Walaupun dindingnya dari bilik, tapi rumah itu terlihat bersih dan asri, tidak menampakkan seperti rumah-rumah para dukun yang terlihat sedikit angker, rumah ini jauh dari kesan angker. Saat Dewi turun dari mobil, pintu rumah tersebutpun terbuka dari dalamnya keluar seorang kakek-kakek, kakek itu mengenakan celana hitam gombrang, atasannya kakek itu mengenakan kaos oblong putih dan kemeja hitam berbahan sama dengan celananya tanpa dikancingkan serta kepalanya mengenakan ikat kepala batik. Dewipun menghampiri kakek tersebut, disambut dengan senyuman oleh kakek tersebut. Dewi memperhatikan kakek tersebut juga jauh disebut dari yang namanya dukun melihat penampilan dan mukanya.
“Ayo..Bu mari silahkan masuk ke gubukku ini,”kakek itu mempersilahkan Dewi untuk masuk, dan Dewi mendengar suara berat yang ia dengar saat ia telepon tadi, dan Dewi merasa yakin bahwa orang ini adalah yang tadi ia telepon.
“Dan itu supir ibu, Yono, suruh ia tunggu saja di mobil,” lanjut si kakek
“oh iya..Ki… memang ia menunggu di mobil,”sahut Dewi kaget karena si kakek ternyata tahu nama supirnya itu.
Setelah masuk ke dalam rumah, terlihat keadaan rumah itu memang sederhana, tapi nampak asri terlihat oleh mata Dewi. Lalu kakek tersebut mempersilahkan Dewi untuk duduk di bale bambu yang terletak diruangan tersebut, Dewipun bersimpuh di atas bale bambu tersebut.
“Begini nak Dewi, saya panggil ibu, anak saja yach,” kata kakek itu
“Oh iyach Ki, “kata Dewi dan lagi-lagi Dewi terhenyak saat kakek itu menyebutkan namanya, padahal ia belum memperkenalkan diri.
“Jangan kaget, nak Dewi, saya sebelumnya sudah menerawang keadaan nak Dewi, dari semenjak nak Dewi menelpon saya, jadi saya bisa tahu nama anak sendiri dan siapa saja yang bekerja dengan nak Dewi,” kakek itu menjelaskan
“Ehh…iyach Ki..,” kata Dewi masih belum hilang rasa kagetnya.
Ki Jaya

“Baiklah nak Dewi, pertama kenalkan nama saya Ki Jaya, saya tidak mau mengobati sembarangan orang, saya mengobati orang sesuai dengan pilihan saya, maksud kedatangan nak Dewi kesini adalah nak Dewi ingin kemaluannya kembali rapat seperti semula dan biarpun sebesar apapun kemaluan lelaki yang memasuki lubang senggama nak Dewi, tapi kemaluan nak Dewi tetap rapat, itu tujuan pertama nak Dewi,” Ki Jaya menjelaskan tujuan Dewi tanpa menanyakan kepada Dewi apa maksud tujuannya datang kerumahnya.
Dewi hanya mengangguk kagum, dan tersenyum dengan manisnya.
“dan nak Dewi, ingin suaminya tidak marah kalau ia mengetahui nak Dewi melakukan seks dengan lelaki lain dibelakang dia, itu tujuan kedua nak Dewi,”lanjut Ki Jaya.
Kembali Dewi mengangguk, mulutnya semakin tersenyum, dan ia semakin yakin bahwa Ki Jaya akan mampu mengabulkan keinginannya semua, karena tanpa perlu ia jelaskan Ki Jaya ternyata dapat menebak isi hatinya ataupun jalan pikirannya.
“nak Dewi juga ingin bentuk payudara nak Dewi tidak berubah, walaupun habis diacak-acak oleh suaminya atau para lelaki yang menyetubuhi nak Dewi, tetek nak Dewi tidak jatuh akibat remasan para lelaki, nak Dewi pengen teteknya mengkal terus seperti tetek anak perawan, itu tujuan nak Dewi yang ketiga,”Ki Jaya melanjutkan
Dewi semakin terpana dengan penjelasan-penjelasan Ki Jaya,
“Ki…maaf saya potong, nampaknya aki sudah mengetahui keinginan saya semua, terus saya ingin bertanya, apa aki bisa mengobati saya dan berapa saya harus bayar?,” Tanya Dewi.
“Hehehehe… nak Dewi nampaknya sudah tidak sabar, baik saya tidak perlu jelaskan satu-persatu keinginan nak Dewi, tapi saya bisa mengobati nak Dewi, apa yang nak Dewi inginkan saya bias kabulkan semuanya, dan untuk urusan biaya, saya lebih suka kalau nanti setelah selesai dan nak Dewi merasa puas dengan pengobatan saya, silahkan nak Dewi membayar serelanya nak Dewi,”jawab Ki Jaya.
“Eh..kok gitu Ki, “ tanya Dewi kaget, karena baru kali ini ia mendengar seorang dukun tidak mentarget biaya, biasanya yang ia dengar selalu ada uang maharnya atau apalah isitilahnya.
“jangan kaget nak Dewi, saya selalu begitu, jadi kalau nak Dewi gak puas gak usah bayar tapi kalau nak Dewi puas silahkan bayar saya, berapapun saya akan terima, jadi bagaimana mau diobati sekarang,”Ki Jaya berkata.
“Oh iyach..Ki, lebih cepat lebih baik,”jawab Dewi sambil melirik jam tangannya, ia melihat sekarang sudah jam 2 siang dan ia tidak tahu berapa lama pengobatan ini akan berlangsung.

“yach sudah saya akan memulainya sekarang, tunggu sebentar yach,”kata Ki Jaya sambil beranjak meninggalkan Dewi.
Kira-kira seperempat jam, Ki Jaya kembali dengan baki di tangan. Di atas baki itu ada 2 gelas dan sepiring singkong rebus beserta gula merah. Ki Jaya meletakkan baki tersebut di bale dan memberikan 1 gelas yang berisi teh kepada Dewi dan menyuruh Dewi untuk meminumnya sampai habis, dan kemudian Ki Jaya melangkah keluar rumah dan meletakkan baki di atas bale yang berada di teras rumahnya dan Ki Jaya menyuruh Yono untuk menikmati hidangan ala kadarnya sambil menunggu nyonyanya selesai diobati. Setelah menutup pintu rumahnya, Ki Jaya menghampiri Dewi yang masih bersimpuh di Bale, dan saat ia melihat gelas Dewi sudah kosong, Ki Jayapun tersenyum. Kemudian Ki Jaya kembali kedalam, sekeluarnya ia membawa sehelai kain batik, kemudian ia menyuruh Dewi untuk membuka semua baju yang dikenakannya, termasuk BH dan Cdnya. Dengan malu-malu Dewipun mulai melepaskan baju yang dikenakannya satu persatu, sementara Ki Jaya tanpa berkedip memandangi gerakan Dewi yang melepaskan pakaiannya satu persatu. Ki Jayapun menelan ludahnya saat melihat kedua bukit kembar Dewi yang terpampang di hadapannya. Perlahan dengan pasti pentungannya bergeliat menyaksikan pemandangan tersebut, apalagi saat itu Dewi yang sudah bertelanjang bagian atasnya disibukkan dengan melipat blazer dan blusnya dan menaruhnya di bagian dalam bale tersebut, jadi kedua bukit kembarnya itu bergerak seiring dengan gerakan tubuhnya yang melipat pakaiannya. Selesai dengan menaruh blazer, blus dan BHnya, kemudian Dewi berlutut untuk melepaskan rok spannya, kedua tangannya bergerak ke arah belakang untuk meraih kaitan kancing dan risleting roknya. Setelah kancing dan risleting roknya terbuka, dengan bergerak perlahan Dewi mulai menurunkan rok serta CDnya perlahan ke bawah. Gerakan perlahan Dewi semakin mengguncang kedua payudaranya, kedua payudaranya bergerak ke kiri-kanan. Mata Ki Jaya semakin terbelalak melihat kedua payudara Dewi yang terombang ambing, ditambah dengan pemandangan di bagian bawah tubuh Dewi yang perlahan-lahan mulai memperlihatkan lembah kenikmatanya yang dihiasi hutan hitam yang tertata rapi. Ki Jayapun semakin sering menelan ludahnya, pentungannya semakin mengeras dan menonjol, celana komprangnya tidak sanggup menutupi pergerakan pentungannya apalagi Ki Jaya tidak mengenakan CD di balik celana komprangnya. Setelah selesai melipat dan menaruh rok dan CDnya di atas blazer dan blusnya tadi, Dewi kembali bersimpuh, kedua pipinya merona merah, nafasnya sedikit memburu membuat kedua bukit kembarnya terlihat naik turun dengan teratur saat melihat tonjolan di selangkangan Ki Jaya, sementara di bagian selangkangan Dewi yang terlihat hanya gundukan hitam karena posisi duduknya yang bersimpuh. Saat melihat pandangan mata Ki Jaya, Dewi menjadi malu sendiri dan berusaha untuk menutupi kedua bukit kembar dan selangkangannya dengan kedua tangannya.
“Ehh…gak usah ditutupi nak Dewi, hehehehe… punya badan bagus kok mau ditutupi… jangan biar aki mempelajari bentuk tubuh nak Dewi…, baru aki menentukan pengobatan yang cocok,”kata Ki Jaya.

Dewipun menghentikan gerakan tangannya, dan membiarkan tubuhnya terpampang di mata Ki Jaya. Sementara itu Yono yang sedang berada di teras merasa penasaran dengan pengobatan yang disebutkan oleh si aki tadi, maka dari tempat ia duduk tadi Yono berusaha mencari celah dari dinding bilik. Setelah mendapat celah yang bisa untuk mengintip, Yono menjadi kaget karena ia melihat nyonyanya sedang telanjang, dia melihat kedua payudara nyonyanya bergantung dengan indahnya. Tanpa terasa penisnya bergeliat dan iapun membetulkan posisi penisnya itu, ia tidak dapat melihat kemaluan nyonyanya itu karena posisi duduk nyonyanya yang bersimpuh. Ki Jaya mengetahui bahwa supir Dewi sedang mengintip, dalam hatinya ia ketawa, sekarang belum apa-apa tunggu sebentar lagi kubuat dia semakin bernafsu melihat apa yang akan kuperbuat terhadap nyonyanya ini. Kemudian Ki Jaya masuk kembali kedalam, saat keluar di tangannya sudah memegang mangkuk, kemudian Ki Jaya meletakkan mangkuk tersebut di atas bale dan menyuruh Dewi untuk membaringkan tubuhnya.
“nah..sekarang nak Dewi baringkan tubuhnya di atas bale, saya sudah tahu apa yang harus saya lakukan,”Ki Jaya menyuruh Dewi untuk membaringkan tubuhnya di atas bale, setelah terlebih dulu ia lapisi dengan kain batik yang tadi ia bawa keluar.
Dewipun menuruti perintah Ki Jaya itu, ia pun membaringkan tubuhnya di atas bale bambu itu. Bunyi berderit bale itupun terdengar saat Dewi mulai merebahkan tubuhnya. Setelah Dewi terbaring telentang di atas bale, Ki Jayapun menghampiri tubuhnya. Kemudian ia memposisikan tubuhnya dengan berlutut di samping tubuh Dewi. Semua ini disaksikan Yono dengan hampir tidak mengedipkan matanya, lalu Ki Jaya memasukkan kedua tangannya ke dalam mangkuk.
“pertama saya akan obati kedua tetekmu, kalau nak Dewi mau merintih atau menjerit, saya persilahkan gak usah ditahan,”Ki Jaya menjelaskan.
Kemudian kedua tangannya mulai merabai kedua payudara Dewi, tangannya bergerak dari bawah ke atas menuju ke putingnya sambil mulutnya komat-kamit membaca mantera. Dewi melihat Ki Jaya begitu serius memijat kedua payudaranya, dan perlahan-lahan Dewi mulai terangsang dengan pijatan-pijatan Ki Jaya tersebut. Dalam hatinya pantas dia bilang kalau mau merintih jangan ditahan, ternyata pijatannya ini membuatku terangsang.
“Ooohhh….hhhmmmm….aaaahhhhh….ooohhh….,” Dewi mulai merintih menikmati sensasi pijatan Ki Jaya.
Dewi semakin merintih-rintih kenikmatan menikmati pijatan-pijatan Ki Jaya di kedua payudaranya tersebut, matanya meram melek, lubang senggamanya mulai basah, nafsunya mulai menggelora. Sementara itu Ki Jaya masih dengan mulut komat kamit dan kedua tangan yang memijat-mijat payudara Dewi tidak terpengaruh dengan rintihan-rintihan Dewi, yang terpengaruh justru Yono, penisnya semakin mengeras mendengar rintihan-rintihan nikmat Dewi. Pikirannya semakin membayangkan ingin rasanya ia memasukkan penisnya ke dalam lubang vagina nyonyanya itu. Akhirnya Yonopun menurunkan risleting celananya karena ia merasa penisnya yang sudah menegang sempurna terasa sakit terjepit oleh celananya. Penisnyapun ia keluarkan dari balutan CDnya, dan tangan kanannya asyik mengelus-elus batang penisnya itu, sementara matanya masih asyik mengintip kedalam.

“Ooohhh…oooohhh…hhhmmm…aaahhh…Ki…enaakk…Ki…nikmatt …,” rintihan Dewi kerap terdengar.
Akibat pijatan tangan Ki Jaya yang mengarah keatas kearah kedua putingnya itu, kedua puting susu Dewipun mulai mengeras pertanda Dewi nafsu Dewi semakin menggelegak, apalagi saat kedua tangan Ki Jaya sampai pada kedua putingnya, jari jemari Ki Jaya memilin kedua putingnya itu, sensasi nikmat yang Dewi rasakan semakin bertambah dengan aksi Ki Jaya tersebut, cairan nikmatnya semakin membasahi vaginanya, rintihannya semakin sering terdengar, Yono yang mendengarkan rintihan Dewi semakin bernafsu ingin memasukkan penisnya kedalam lubang vagina nyonyanya itu, tapi yang bisa Yono lakukan sekarang hanyalah melihat tubuh bugil nyonyanya itu tanpa bisa melakukan apapun selain hanya bisa mengelus-ngelus penisnya.
“Oooohh….Ki…aaku…keluaaarrr…aaaagghhh….nikmat…Ki…e nak…pijatanmu…Ki,” Dewi mengerang saat mencapai puncak kenikmatannya.
Sssrrrrr….. ssrrrrr…. Srrrrr… Vagina Dewi menyemburkan lahar kenikmatannya, Dewi heran bahwa ia bisa puas hanya dengan pijatan-pijatan Ki Jaya di kedua payudaranya itu. Ki Jayapun tahu bahwa Dewi sudah mencapai puncak kenikmatannya, tapi dia tidak terpengaruh tetap dengan pijatan-pijatannya, sambil mulutnya tetap komat-kamit membaca mantera. Sementara itu Dewi yang baru saja menikmati orgasme pertamanya, mulai terangsang kembali. Lagi-lagi Dewi heran dengan tubuhnya ini, ia merasa aneh bahwa cepat sekali sekarang ini ia terangsang. Ia tidak tahu bahwa minuman yang ia tadi minum adalah teh ramuan yang asli buatan Ki Jaya, kegunaannya untuk menaikkan libido orang yang meminumnya, ditambah dengan mantera-mantera yang dibaca oleh Ki Jaya juga ada mantera perangsangnya. Jadi wajar saja jika Dewi dengan mudah mencapai klimaksnya hanya dengan pijatan dan setelah puas cepat terangsang lagi. Sudah lebih dari setengah jam Ki Jaya melakukan pijatan erotis di kedua payudara Dewi, dan Dewipun semakin terangsang menikmati sensasi pijatan erotis tersebut. Sementara itu Yonopun semakin bernafsu menyaksikan semua itu. Kemudian secara tiba-tiba Ki Jayapun menghentikan pijatannya, yang mana membuat Dewi sedikit kaget karena merasakan sensasi nikmatnya pijatan Ki Jaya tiba-tiba terhenti.

“Nah, tahap pertama sudah selesai, nak Dewi, sekarang nak Dewi bangun, dan lihat hasil pijatan saya,” Ki Jaya berkata setelah menghentikan pijatannya.
Dewipun bangun dari rebahannya dan ia memandangi kedua payudaranya itu, dan ia kaget melihat kedua payudaranya yang kembali seperti saat ia masih gadis dan belum ada satupun tangan lelaki yang menjamahnya, bentuk payudaranya sekarang ini berbeda sekali dengan bentuk payudaranya tadi saat sebelum di pijat oleh Ki Jaya, bentuk payudaranya tadi sudah mulai turun jika tidak mengenakan BH, sementara sekarang ini bulatan dan bentuk payudaranya seolah berdiri menantang walaupun tidak mengenakan BH.
“Ki…. Eehhh… bentuk payudaraku ini bakalan seperti ini terus,” Dewi bertanya memastikan bahwa payudaranya tidak akan berubah seperti sediakala.
“Heemm… pasti biarpun dipegangi berapa banyak lelaki dan biarpun nak Dewi tidak menggunakan BH lagi payudaranya tidak akan jatuh atau turun, bulatan dan bentuk payudara nak Dewi ini akan permanent seumur hidup, kecuali saya tarik mantera saya,” Ki Jaya menjelaskan.
Yonopun melihat kedua payudara Dewi lebih tegak dan lebih membulat dari semula, dan iapun heran akan kesaktian dukun yang satu ini, tanpa operasi, tapi payudara nyonyanya ini betul-betul mencuat dan membulat persis seperti susu perawan saja.
“Nah, sekarang mau dilanjut dengan tahap berikutnya..hehehe..,”kata Ki Jaya sambil terkekeh-kekeh, karena puas ia berhasil merubah bentuk payudara Dewi.
“Iyaahh…Ki…lanjutkan terus sampai semua keinginan saya terpenuhi,” Dewi segera mengiyakan, sekarang ia lebih yakin dengan kesaktian dukun yang satu ini.
“Baik, nak Dewi pasrah saja yach, apapun yang saya lakukan untuk kebaikan nak Dewi sendiri,” kembali Ki Jaya menegaskan.
“Iyach..Ki.. saya percaya dan saya tidak akan protes, terserah Aki melakukan apa saja terhadap tubuh saya ini, yang penting semua keinginan saya tercapai,” Dewi meyakinkan Ki Jaya bahwa dirinya sudah pasrah dengan apa yang dilakukan oleh Ki Jaya.

“Baiklah, saya akan memulai ritual yang kedua, ritual ini akan memenuhi semua keinginan nak Dewi menjadi kenyataan, tapi sebelum saya mulai, lebih baik saya menyuruh, supir untuk masuk, kasihan dia daripada ngintip diluar nanti jadi bintitan mendingan duduk disini bisa langsung menyaksikan tubuh nyonyanya ini, hehehehehe,” kata Ki Jaya sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Dewi kaget mendengar penjelasan Ki Jaya tersebut, tapi dia hanya menganggukkan kepala saja. Sementara Yono di luar blingsatan mendengar kata-kata Ki Jaya, dengan buru-buru ia menarik risleting celananya ke atas setelah terlebih dahulu memasukkan penisnya ke dalam Cdnya. Tepat setelah itu Ki Jayapun membuka pintu rumahnya dan menyuruhnya masuk, dan ia menyuruh Yono untuk duduk di bangku. Ki Jaya pun menyuruh Yono untuk menanggalkan seluruh pakaiannya.
“Ayo kamu masuk, daripada kamu ngintip, mendingan kamu lihat langsung, dan buka pakaianmu, terus kamu duduk di bangku itu, jangan mengganggu acara ritual ini, kalau kamu tidak saya panggil, jangan sedikitpun kamu menghampiri kami,” perintah Ki Jaya kepada Yono, yang segera dipatuhi oleh Yono.
Dewi melihat Yono mulai melucuti pakaiannya satu-persatu dan ia melihat penisnya Yono sudah berdiri dengan gagahnya. Ingin rasanya Dewi menerkam penisnya itu dan dimasukkan ke dalam lubang vaginanya yang semakin gatal, tapi ia hanya dapat menahan diri sebelum ada perintah dari Ki Jaya. Saat mata Dewi terpaku menyaksikan Yono yang sedang melucuti pakaiannya, tanpa ia sadari Ki Jayapun melakukan hal yang serupa. Yono yang melihat kakek tua renta itu melucuti pakaiannya dibuat kaget karena saat Ki Jaya melepaskan celana komprangnya, pentungan Ki Jaya yang ukurannya hampir dua kali lipat dari kepunyaannya terlihat jelas di depan matanya.

Hatinya menjerit “gila kakek ini, badannya kecil dan kurus, tapi kontolnya besar sekali”

Dewi yang melihat ekspresi Yono yang kaget, mengalihkan pandangannya ke arah pandangan Yono dan iapun terhenyak setelah melihat penisnya Ki Jaya yang besar, ukurannya lebih besar dari Dave (pria Negro yang pernah menyetubuhinya), dan kedua bola matanya terbelalak tanda takjub.
“Kenapa nak Dewi, kaget yach, hehehehe… ini pentungan sakti, nanti kamu akan tahu rasanya dan akibat yang ditimbulkan olehnya,..hehehehe…,” Ki Jaya tertawa terkekeh-kekeh saat melihat mimik muka dan mata Dewi yang terbelalak.

“Iyach…Ki… besaarrr… sekalii… jauh kalau dibandingkan dengan punya suamiku, punyaku pasti terbelah dua kalau dimasukkan pentungan itu,” kata Dewi
“Gak usah takut, kan kamu ingin vaginamu akan bisa menampung penis-penis sebesar apapun dan lubang vaginamu akan kembali peret dan bisa menyesuaikan dengan besar kecilnya batang lelaki yang menyetubuhimu,” Ki Jaya menjelaskan.
Dewi hanya bisa mengangguk mengiyakan, tapi hatinya penasaran ingin cepat-cepat merasakan sodokan-sodokan penisnya Ki Jaya yang super itu.
“Baiklah, kita mulai ritual yang kedua ini, dan kamu Yono jangan sekali-sekali mengganggu acara ritual ini, kamu mau onani disitu silahkan tapi jangan sekali-kali kamu beranjak dari tempat dudukmu untuk menghampiri kami, sampai saya perintahkan, mengerti kamu,” Ki Jaya berkata lagi sambil memberi peringatan pada Yono.
“Iyachh…Ki,”jawab Yono.
Kemudian Ki Jaya menyuruh Dewi merebahkan kembali tubuhnya, dan membuka kakinya lebar-lebar, sehingga kemaluannya terpampang dengan jelas di depan matanya. Kemudian Ki Jaya menekuk kedua kaki Dewi, dan Ki Jayapun mengambil bantal yang ada di bale itu dan menaruhnya di bawah pinggul Dewi, sehingga kemaluan Dewi dengan posisi tersebut lebih terekspos dengan jelas. Kemudian Ki Jaya kembali memasukkan kedua tangannya ke dalam mangkuk, dan mulai memijat perut Dewi dari atas ke bawah. Posisi Ki Jaya yang bersimpuh di dekat kemaluan Dewi membuat penisnya yang besar dan sudah tegang tersebut menggeser-geser bibir kemaluan Dewi. Seiring dengan gerakan memijatnya, mulutnya kembali komat-kamit membaca mantera, sensasi pijatan tangan Ki jaya kembali membangkitkan gairah birahi Dewi, ditambah dengan gesekan-gesekan penisnya yang super besar itu di belahan vaginanya, membuat Dewi kembali mendesah-desah. Yonopun kembali mengelus-elus penisnya mendengar desahan Dewi. Kedua tangan Ki Jaya memijat bagian perut dari batas tetek Dewi terus menurun ke bawah hingga bagian selangkangan Dewi, dan saat sampai di belahan vagina Dewi, kedua tangannya itupun menekan-nekan, kedua belah bibir vagina Dewi. Dewipun semakin kelojotan menahan desakan nafsunya yang semakin menggelora, desahan dan rintihanpun semakin sering terdengar, saat tangan Ki Jaya beralih ke atas lagi giliran penis Ki Jaya yang menekan-nekan belahan bibir vaginanya. Dewi tidak dapat mengungkapkan dengan kata-kata kenikmatan yang melandanya saat ini, kenikmatan yang baru pertama ia rasakan selama ini, dan Dewipun tetap merasa aneh dengan rasa nikmat yang didapatnya hanya dengan pijatan dan gesekan penisnya Ki Jaya ini.
“Ooohhh…Ki…enakk….Ki…nikmaaattt…aaahhh…sshhhh… hhmmmm..ooohhh… aaahh,” Dewi mengerang keenakan menikmati sensasi pijatan Ki Jaya dan gesekan penisnya.

Kedua tangan Dewi meremas-remas kedua payudaranya dan memilin-milin kedua putingnya, tubuh bagian atasnya kadang-kadang melenting menikmati sensasi pijatan tangan Ki Jaya yang sedang asyik memijat-mijat belahan bibir vaginanya dan juga pijatan-pijatan di sekitar kelentitnya, yang nampak semakin mencuat tanda Dewi semakin terangsang oleh pijatan Ki Jaya.
“ooohh… Ki… akuuu…mau…keluaarrr…lagi….ooohh….. Ki..akkuuu.. gak tahan..Ki.. oohhh…enaaakkk…nikmaattt… Ki….akuuuu… keeelluuaaaarrr..,” Dewi mengerang menyambut puncak kenikmatannya yang untuk kedua kalinya berhasil ia gapai.
Ssssrrrr….. sssrrrrr…. Sssrrrrr… ssssrrrrr…. vaginanya kembali basah oleh lahar kenikmatannya. Ki Jayapun merasakan vagina Dewi menjadi basah saat kedua tangannya memijat-mijat vagina dan kelentit Dewi dan juga penisnyapun merasakan hal yang sama dan gesekan-gesekan dengan vagina Dewipun semakin lancar, akibat dari cairan kenikmatan Dewi itu, tapi hebatnya Ki Jaya tidak bergeming sedikitpun, mulutnya tetap komat-kamit membaca mantera sementara kedua tangannya tetap dengan ritme pijatan yang tidak berubah. Tapi Yono semakin tidak keruan menyaksikan adegan live tersebut, penisnya semakin mengeras, elusan-elusannya berubah menjadi kocokan-kocokan, saat mendengar Dewi mengerang dan ingin memuncratkan lahar kenikmatannya, Yonopun semakin bernafsu mengocok penisnya itu, dan saat Dewi mengejang karena berhasil mencapai puncak kenikmatannya, Yonopun mengerang dan penisnya memuncratkan air mani keatas dan jatuh ke lantai, Dewi melihat saat Yono memuntahkan spermanya, dan ingin rasanya Dewi mendapatkan tembakan-tembakan sperma Yono itu didalam rongga kenikmatannya. Ki Jaya tetap dengan ritualnya sendiri, mulutnya tanpa henti komat-kamit membaca mantera, sementara yang dipijat mulai kembali bergairah, yang menyaksikanpun sama. Gairah birahi Dewi kembali bergelora, pijatan-pijatan erotis Ki Jaya betul-betul menaklukkannya, Yonopun kembali bernafsu saat menyaksikan geliat tubuh nyonyanya yang terangsang dan mendengar rintihan-rintihan kenikmatan nyonyanya itu, penisnya kembali tegak dengan gagahnya. Yono sendiri heran biasanya bila ia telah mencapai puncak kenikmatannya, penisnya itu akan mati dan haru menunggu setengah jam untuk bisa bangun kembali, tapi sekarang penisnya langsung tegak kembali setelah mengeluarkan air mani tadi. Keduanya tidak mengetahui bahwa mantra Ki Jaya yang dirapal itu selain untuk mengobati Dewi tapi ada rapalan yang membuat orang yang berada diruangan itu terbangkit birahinya. Jadi biarpun sudah puas dan sudah mengeluarkan cairan kenikmatan, gairah birahi mereka akan terus bangkit.

Dewi semakin bernafsu, birahinya semakin menggelegak, vaginanya semakin gatal ingin secepatnya merasakan sodokan-sodokan batang kemaluan. Saat birahinya semakin memuncak Ki Jayapun menghentikan pijatannya dan membalikkan tubuh Dewi. Posisi tubuh Dewi sekarang ini menungging di hadapan Ki Jaya dengan kepala rebah di bale dan pantat yang terangkat, dan kedua kaki yang mengangkang, sehingga kemaluannya terpampang jelas di hadapan Ki Jaya. Kemudian Ki Jaya melanjutkan pijatannya setelah memasukkan kedua tangannya ke dalam mangkuk. Sekarang giliran pantat Dewi yang dipijat, pijatan yang dilakukan oleh Ki Jaya bergerak dari paha ke atas ke arah pantatnya. Kemudian kedua tangannya memutar saat sampai di pantat Dewi setelah terlebih dahulu kedua jempolnya memijat dari kedua belahan bibir vagina Dewi ke arah anusnya. Lagi-lagi Dewi merasakan sensasi nikmat yang luar biasa, ia merasakan kegelian di lubang anusnya saat kedua jempol Ki Jaya memijat-mijat lubang anusnya itu.
“Oohhh…Ki…aaaahhh…eenaaak…Ki…terusss…nikmat..Ki…,” Dewipun mengerang-erang keenakan menikmati sensasi pijatan erotis Ki Jaya.
Mulut Ki Jaya tidak henti-hentinya merapal mantra dan kedua tangannyapun terus melakukan pijatan-pijatan sensual di paha, di belahan vagina, di anus dan di pantat Dewi membuat wanita itu semakin merintih-rintih keenakan. Yonopun semakin bernafsu menyaksikan tubuh nyonyanya yang menggeliat karena desakan birahinya dan rintihan-rintihan nyonyanya.
“Ooohhh…enaaknyaa… nikmaatnya…pijatan aki…sshhhh…aaaahhh… Ki… aaaahhh… hhhmmmm…sshhhh… aaaaahhhh…,” Dewipun merintih kembali.
Vagina Dewi semakin basah akibat pijatan erotis Ki Jaya, ia sudah tidak dapat menahan deraan nafsu birahi yang melanda dirinya. Yono melihat tubuh nyonyanya itu sudah mulai gemetaran menahan gelegak nafsu birahi yang menerpanya, erangan-erangannyapun semakin sering terdengar. Ki Jayapun terus memijat-mijat daerah-daerah sensitif Dewi, membuatnya semakin kelojotan, dan tak lama kemudian Yono mendengar nyonyanya menjerit panjang saat berhasil mencapai puncak kenikmatannya.

“aaaahhhhhhh…. Ki….. aaakkuuuu…. Keluaaaar… lagi… oooohhh…. Eeenaaaak… Ki… enaaaakkk…,” Dewi mengerang menyambut puncak kenikmatannya yang berhasil dia raih untuk ketiga kalinya.
Sssrrrr… Ssrrrr… Srrr….. Srrrr…. Vagina Dewi kembali memuntahkan lahar kenikmatannya, lubang senggamanya semakin banjir. Dan saat Dewi berhasil memuntahkan lahar kenikmatannya, Ki Jayapun menghentikan pijatannya sambil tersenyum puas.
“nampaknya nak Dewi, puas lagi atas pijatanku.. hehehehe…,” Ki Jaya terkekeh-kekeh.
“Iyaaacchhh… Ki..eenaaak…pijatan aki..betul-betul enaaak…,”kata Dewi sampil tersipu malu.
“Sekarang nak Dewi lihat hasil pijatan aki,” Ki Jaya kembali berkata.
Dewi sambil tersipu malu melihat bentuk perut dan pantatnya, ia melihat perutnya kembali kempis seperti saat ia sebelum nikah dan bongkahan pantatnya yang awalnya sudah turun, sekarang posisi bongkahan pantatnya kembali ke saat ia masih gadis. Dewi merasa puas dengan hasil pijatan Ki Jaya, Yonopun terpana melihat bentuk tubuh Dewi yang lebih sexy, pantat yang bahenol, perut yang kempis serta payudara yang menggantung dengan indahnya, betul-betul seperti tubuh perawan saja sekarang ini.
“Kita lanjutkan dengan bagian dalamnya?” Tanya Ki Jaya kepada Dewi.
“Iyach..Ki..di lanjutkan saja pengobatannya,” jawab Dewi sambil penasaran bagaimana caranya Ki Jaya mengobati rongga dalam lubang vaginanya.
“Yach sudah, sekarang nak Dewi rebahan kembali,” kata Ki Jaya,
Kemudian Ki Jaya meletakkan bantal di bawah kepala Dewi dan kembali kedua kaki Dewi ditekuk dan direnggangkan sehingga kemaluannya terpampang kembali di hadapan mata Ki Jaya. Kemudian Ki Jaya kembali memasukkan kedua tangannya ke dalam mangkuk, setelah itu kedua tangannya mengusap-usap penisnya yang super besar itu. Dewi melihatnya dengan terkesima saat kedua tangan Ki Jaya itu tidak mengarah ke tubuhnya untuk memijatnya tapi malah ke penisnya dan mengusap-usap penisnya dan Dewi baru mengerti setelah Ki Jaya bersimpuh di hadapannya dan mengarahkan penisnya yang super besar itu ke vaginanya. Ia mendesah lirih saat kepala penisnya Ki Jaya mulai menyentuh belahan bibir vaginanya. Ki Jaya mulai menggeser-geserkan kepala penisnya itu di belahan vagina Dewi serta di kelentitnya. Dewi merasakan geli dan nikmat yang luar biasa bercampur aduk, ia semakin mendesah menikmati sensasi birahinya ini. Yono yang menyaksikan vagina nyonyanya itu digesek-gesek oleh penisnya Ki Jaya yang berukuran monster itu menjadi bergidik. Ia membayangkan setelah dipakai oleh Ki Jaya pasti vagina nyonyanya itu gak akan enak dipakai oleh penisnya yang ukurannya jauh lebih kecil.

Dewi melihat mulut Ki Jaya komat-kamit saat menggesek-gesekkan kepala penisnya itu, tapi ia sudah tidak perduli lagi dengan mulut Ki Jaya yang komat-kamit, yang ia pedulikan ialah penisnya Ki Jaya yang besar itu menyodok-nyodok vaginanya yang sudah semakin gatal.
“Ach, akhirnya keluar juga.. hehehehe,” tiba-tiba Ki Jaya berkata sambil menghentikan kegiatannya dan tangannya meraih sesuatu dari vagina Dewi.
Dewi sendiri kaget saat Ki Jaya menghentikan gesekan kepala penisnya di bibir vaginanya, apalagi saat tangan Ki Jaya meraih sesuatu dari lubang vaginanya, dan Dewi melihat spiral KB yang berada di dalam lubang vaginanya sekarang berada di tangan Ki Jaya.
“Gak usah takut nak Dewi, biarpun spiral ini saya angkat, tapi nak Dewi gak akan bisa hamil lagi kalau saya tidak cabut mantra saya,” Ki Jaya menjelaskan setelah melihat mimik muka Dewi yang kaget.
Dewi hanya bisa tersipu malu mendengar perkataan Ki Jaya, karena jalan pikirannya kembali dapat dibaca oleh Ki Jaya. Kemudian Ki Jaya kembali menggesek-gesekkan kepala penisnya di kelentit Dewi, ia pun mengerang kembali, sambil mulut Ki Jaya tetap komat-kamit, tak lama kemudian Ki Jaya mulai menekankan kepala penisnya kedalam lubang senggama Dewi. Dengan perlahan tapi pasti kepala penisnya yang besar itu mulai terjepit di lubang vagina Dewi, ia melenguh saat merasakan lesakan kepala penisnya Ki Jaya di lubang vaginanya. Yang Dewi heran ia tidak merasa sakit saat kepala penisnya Ki Jaya yang sangat besar itu mulai menyeruak di lubang vaginanya, tapi malah geli dan enak yang ia rasakan.
“Oohhh….Ki….kontolnya besaaarr..sekaaaliii… enaaakkk… memekku…dibuat penuh oleh kontolmu…aaaahhhh…. Ki…puaskaaann…akuu…Ki…,” Dewi melenguh keenakan merasakan pintu gerbang vaginanya yang penuh tersumpal oleh kepala pentungan Ki Jaya.
Dewi merintih-rintih keenakan merasakan kepala penisnya Ki Jaya yang mulai menerobos masuk di lubang vaginanya. Ki Jaya dengan mulut yang masih komat-kamit mulai melesakkan penisnya sedikit demi sedikit, centi demi centi penisnya Ki Jaya mulai menyeruak masuk di lubang vagina Dewi. Dewi semakin mengerang-ngerang menikmati sensasi lesakan penisnya Ki Jaya, dan geseran-geseran batang kemaluan itu dengan dinding vaginanya, Dewi merasakan dinding vaginanya seolah-olah menempel dengan ketat di penisnya Ki Jaya.
“Ki…ooouugghhh… enaaaakkk…. Ki…. Masukkan semuaaa… kontolmu yang besaaarrr itu…. Aaaghhh… Ki…nikmaaattt…Ki….Ki….terussss…. tekaaannn yang dalam..,” Dewi mengerang kembali.
Ki Jaya semakin melesakkan penisnya yang super besar itu lebih dalam di lubang senggama Dewi, mulutnya tanpa henti komat-kamit merapal mantra, Dewi semakin menggelinjang saat penisnya Ki Jaya melesak lebih dalam lagi di lubang vaginanya, lenguhan dan erangannya semakin sering terdengar, Yonopun semakin bernafsu melihat hal itu, geliat tubuh nyonyanya saat menikmati lesakan penisnya Ki Jaya membuat Yono semakin terangsang apalagi mendengar lenguhan dan erangan nyonyanya yang merasa keenakan. Dan saat penisnya Ki Jaya terbenam seluruhnya di lubang kenikmatan Dewi. Dewipun terbeliak, bola matanya hanya terlihat putihnya saja, ia betul-betul merasa keenakan saat lubang kewanitaannya itu di jejali oleh penisnya Ki Jaya yang panjang dan besar, apalagi batang penisnya Ki Jaya itu berdenyut-denyut seolah-olah membuat bergetar dinding vaginanya, yang menimbulkan sensasi kenikmatan tersendiri. Dewi belum pernah merasakan kenikmatan bersetubuh seperti yang sekarang ia alami, ia semakin merintih-rintih keenakan merasakan semua itu.
“ooughh… Kiii…. Aakiii…. Oouuughh… kontolnya enaakk..betulll… memekku kerasa penuh…oougghhh… Kiii… aakiiii… eenaaaakkk…. Nikmaaaat…,”rintih Dewi.
Setelah penisnya terbenam seluruhnya, Ki Jaya hanya mendiamkan penisnya itu dan mulutnya tetap komat-kamit, selang tak lama kemudian mulut Ki Jaya berhenti komat-kamit, dan mulai menarik mundur penisnya. Dewi merasakan dinding vaginanya seolah ikut tertarik keluar saat Ki Jaya menarik penisnya itu, Dewipun mengerang sejadi-jadinya.
“Oooohhh…. Ki.. enaaakk… memekku seperti tertarik keluarr… aaaghhh…. Ki… kontolmu betul-betuulll…. Nikmaaat….,”Dewi mengerang.
Ki Jaya menghentikan tarikan mundurnya saat kepala penisnya hampir terlepas dari jepitan vagina Dewi, kemudian ia mendorong masuk kembali penisnya itu dengan perlahan. Berulang-ulang Ki Jaya melakukan hal tersebut, Dewi merasakan nikmatnya surga dunia saat Ki Jaya menarik mundur penisnya dan mendorong masuk penisnya itu, dinding vaginanya yang melingkar ketat di batang penisnya Ki Jaya seolah-olah ikut tertarik dan terdorong, untuk pertama kalinya Dewi merasakan nikmat yang luar biasa saat melakukan senggama, walaupun gerakan keluar masuk penisnya Ki Jaya perlahan-lahan, tapi sensasi nikmat yang ditimbulkan saat dinding vaginanya bergesekan dengan batang penisnya Ki Jaya betul-betul memberikan kenikmatan yang sangat luar biasa.

“ooouughh… Ki… eenaaaakk… eenaaakk… terusss… kocok kontolmu di memekku… akiii aaagghhhh… aaakiii… ,” Dewi mengerang kembali, tubuhnya melenting merasakan sensasi nikmat persetubuhan ini.
“Oooughhh Ki… akii… akiii… aakuuu… gak tahan …Ki… aaaaghhh… aakuuuu…ki.. akiii aaakuuu… kheluaaaarrr… aakiiiii…,” Dewi menjerit panjang saat puncak orgasme ia raih, ini adalah orgasme pertama Dewi saat vaginanya di sodok penisnya Ki Jaya, dan orgasme atau orgasme yang ke 4 kalau dihitung dengan orgasme hasil pijatan tangan Ki Jaya.
Sssrrrrrr…. Sssrrrrr… Sssrrrr….. vaginanya menyemburkan lahar kenikmatannya dan membasahi batang penisnya Ki Jaya yang sedang terbenam di lubang vaginanya. Ki Jayapun membenamkan penisnya di lubang vagina Dewi saat Dewi meraih puncak kenikmatannya dan mulutnya kembali komat-kamit. Saat nafas Dewi sudah tidak terdengar memburu lagi, saat itu juga Ki Jaya berhenti dari merapal mantranya dan menarik keluar penisnya dari jepitan dinding vagina Dewi. Dewi melihat batang penisnya Ki Jaya basah oleh cairan kenikmatannya, dan Dewi juga merasakan kehilangan saat penisnya Ki Jaya terlepas dari jepitan vaginanya. Dewi masih ingin merasakan penisnya Ki Jaya menyodok-nyodok vaginanya, tapi karena sudah berjanji bahwa dia akan mematuhi apapun yang dilakukan oleh Ki Jaya, jadi ia hanya bisa diam saja.
“hehehehe… enak..kontolku nak Dewi,” tanya Ki jaya sambil terkekeh-kekeh.
Dewi tidak menjawab pertanyaan Ki Jaya, ia hanya dapat tersipu malu, tapi dalam hatinya mengakui bahwa penisnya Ki Jaya betul-betul enak, itu terbukti hanya dengan beberapa kali keluar masuk di lubang vaginanya, ia telah mencapai kepuasan. Ki Jayapun tersenyum melihat Dewi tersipu malu. Ia ingin membuktikan kepada Dewi bahwa pengobatannya telah berhasil, iapun menoleh kearah Yono, dan….
“Kamu sini,”perintah Ki Jaya kepada Yono
Dengan perasaan senang Yonopun segera menghampiri bale bambu di mana nyonyanya sedang berbaring itu.
Yono

“nak Dewi bangun, dan Yono tiduran di situ,”kembali Ki Jaya memerintahkan mereka, yang segera dipatuhi oleh keduanya.
“sekarang nak Dewi naiki tubuh si Yono, dan masukkan kontolnya ke dalam memek nak Dewi,” Ki Jaya memerintahkan selanjutnya apa yang harus mereka lakukan.
Dewipun segera melakukan perintah Ki Jaya, dikangkanginya tubuh Yono dan penisnya Yono yang sudah sangat mengeras itu dipeganginya dan diarahkan ke lubang vaginanya. Setelah kepala penisnya Yono terjepit oleh bibir vaginanya, Dewi mulai menurunkan pantatnya sehingga batang kemaluan Yono mulai menerobos masuk ke lubang vaginanya. Dewi merasakan batang penis Yono menggesek perlahan di dinding vaginanya, dan Yono sendiri merasakan lubang vagina Dewi lebih ketat dari waktu dia untuk pertama kalinya bersetubuh dengan nyonyanya ini. Baik Dewi dan Yono merasa heran akan hal tersebut, padahal barusan vagina Dewi itu habis diterjang penisnya Ki Jaya yang luar biasa besar dan panjang.
“hehehehe….gak usah kaget nak Dewi, vaginamu sekarang ini akan langsung menyesuaikan dengan besar kecilnya batang kemaluan yang menyetubuhimu,” Ki Jaya menjelaskan.
Dewi dan Yono semakin yakin dengan kesaktian sang dukun ini setelah mendengar penjelasan dari Ki Jaya itu. Kemudian Ki Jaya memasukkan tangannya ke dalam mangkuk dan mengusapkan tangannya itu ke batang kemaluannya, setelah itu Ki Jaya mulai mengarahkan kepala penisnya ke anus Dewi.
“Nah…ini ritual yang ketiga, nak Dewi, sekarang anusmu akan kubuat sama dengan vaginamu, jadi sebesar apapun batang kemaluan lelaki yang menyetubuhimu, lubang anusmu akan menyesuaikannya dan saat selesai lubang anusmu akan kembali normal,” Ki Jaya menjelaskan.
“dan kamu Yono, kamu diam saja, nikmati saja memek nyonyamu itu, kamu jangan gerakkan kontolmu, nanti dia akan keluar masuk dengan sendirinya, kamu boleh menikmati tetek nyonyamu itu,” kata Ki Jaya.
“iyaaah… Ki,” jawab Yono yang saat itu merasakan enaknya jepitan vagina Dewi dan Yono merasa dinding vagina Dewi berdenyut-denyut seolah-olah sedang memijat-mijat batang penisnya.
Kemudian dengan mulut komat-kamit merapal mantra, Ki Jaya mulai mendorong masuk penisnya itu ke dalam lubang anus Dewi. Dengan perlahan tapi pasti batang penisnya terbenam seluruhnya di anus Dewi. Dewipun melenguh sejadi-jadinya merasakan lesakan penisnya Ki Jaya di anusnya ditambah dengan sumpalan penis Yono di vaginanya.

“Ooouuuhhhhhhh……aakii…. Enaaaakkkk…. Nikmaaattt…. Ki..,”lenguh Dewi.
“hhhmmm… ssllrrrppp…. hhmmmm…. ssslrrrppp… aaahhh… tetek nyonya enaak, memeknya juga tambah peret…ooohhh… nikmaatt… ngentot nyonya enaaakkk…dan nikmat…sssslrrrppp,” Yonopun mendesah sambil mulutnya sibuk bergantian menghisap-hisap kedua payudara Dewi.
“Ouughh…Yon… kontolmu juga enaaakk…sampe penuh memekku rasanyaa… terus hisap.. tetekku…Yooon… aaaghhh.. enaakk.. dientot kalian…dua lubangkuuu… penuh sesak oleh jejalan kontol kaliaannn…aaaghhhh… Yooonn… aaaagghh akii..,” Dewipun tambah mengerang menikmati hisapan dan jejalan kedua batang kemaluan di anus dan vaginanya.
Ki Jaya sambil mulut komat-kamit, kedua tangannya mulai memegangi pinggang Dewi, kemudian dengan tangannya ia mulai memaju-mundurkan tubuh Dewi dengan perlahan sehingga penisnya dan batang kemaluan Yono keluar masuk dengan sendirinya. Gesekan batang kemaluan kedua lelaki ini dengan ketatnya menggesek dinding vagina dan anus Dewi. Dewipun semakin mengerang sejadi-jadinya dan Yono sendiri semakin merasa keenakan.
“aaaghhh… Kii… terusss…. Jangan berhenti… beri akuuu… kepuassaaann.,.. lagiii… aaagghhh…. Kiii… ooohhh… nikmaaaatt… Kii… teruss… terusss… tekan kontolmu yang besar itu Ki, lebih dalam …aaaaghhh…. Ki…,”erang Dewi
“Nyonyaaaa.. enaakkk….memekmu…tambaaahh… nikmaatt….ssslrrrppp….hhmmm… ssslrrrppp… hmmmm..aaagghhh,” Yonopun mengerang.
Yono yang untuk kedua kalinya menyetubuhi Dewi dengan orang lain merasakan perbedaan yang sangat jauh, saat dia melakukan DP dengan Pono tidak senikmat yang ia lakukan sekarang dengan Ki Jaya. Vagina Dewi lebih ketat melingkari penisnya sehingga pergesekan batang penisnya dengan dinding vagina Dewi menjadi lebih enak apalagi penisnya Ki Jaya yang luar biasa besar itu menyumpal penuh anus Dewi sehingga menekan lebih kuat ke dinding vagina Dewi, ditambah vagina Dewi yang sekarang ini dapat memijat-mijat. Ini semua dapat dia rasakan karena Ki Jaya yang perlahan-lahan memaju mundurkan tubuh Dewi.

“Aagghhh… nyonyaaaa… ssslrrpppp…hmmmm… enaaakk… ssslrrrpp…sssllrrppp…. Nikmaaat…memekmu pereet..sekaaalii…ooohhh… nyaaaa…. Aakuuu mmaau keluar.. aaaghhh gak tahann kontolku dipijaat..pijaaat..memek… nyonyaaa…,”Yono mengerang
“Aaakuuu…jugaaa…gak tahaaan… lagiii oooughh… nikmaaattnnyaa… dientot kalian berdua….aaaaaghhh…. sedaaaappp….enaaaakk… teruussss….Ki…. dorong yang lebih dalam…Ki….aaaku mau keluaar…,” Dewipun mengerang
Ki Jaya yang masih tetap merapal mantra itu tetap asyik memaju mundurkan pantat Dewi, dan saat ia mendengar erangan Dewi yang mau mencapai puncak kenikmatannya yang ke lima kalinya itu, dengan hentakan yang pasti, tangannya menarik pantat Dewi ke arah tubuhnya sehingga penisnya melesak jauh ke dalam lubang anus Dewi, begitu pula dengan penisnya Yono yang ikut melesak lebih dalam di vagina Dewi. Kemudian Ki Jaya menghentikan gerakan tangannya yang mendorong dan menarik pinggang Dewi itu. Ssssrrrrrr….ccreeeettt….ssrrrr….creeeetttt…ssssrrr r…cccreeeett… hampir bersamaan vagina Dewi dan batang kemaluan Yono memuntahkan lahar kenikmatan mereka.
“Ooooggghhh…Yooonn… Kiii… aaakuuu… keluaaarrr….. enaaaaakkk sekalii… aaaaghhhh…. ,”Dewi mengerang saat menyambut puncak kenikmatannya yang berhasil ia rengkuh kembali.
“Aaaaaaaghhh… Nyyaaaa… enaaaaakkk.. aaakuu juga keluaaar…. Nikmatnya ngentot nyonyaaaa… aaaaagggghhhh….,” Yonopun mengerang menandakan ia juga berhasil meraih puncak kenikmatannya.
Ki Jaya tersenyum mendengar itu semua, mulutnya berhenti merapal mantra, selang tak lama setelah nafas Dewi dan Yono tidak terdengar memburu lagi, Ki Jaya mulai menarik keluar penisnya dalam jepitan lubang anus Dewi.
“hehehehe… gimana enak nak Dewi, dan kamu Yono gimana rasanya memek nyonyamu itu, lebih enak kan,” tanya Ki Jaya kepada Dewi dan Yono.
Dewi kembali tersipu malu mendengar pertanyaan Ki Jaya itu, sambil ia mengangkat tubuhnya sehingga penisnya Yono terlepas dari jepitan vaginanya. Dengan perlahan dari lubang vaginanya mengalir keluar sperma Yono. Yono sendiri tidak menjawab tapi tersenyum puas dapat merasakan kembali vagina nyonyanya itu, apalagi vagina nyonyanya sekarang lebih peret.

Ki Jaya kembali memasukkan tangannya ke mangkuk dan mengusapkan kedua tangannya ke batang kemaluannya yang masih berdiri dengan gagahnya, kemudian ia berdiri di atas bale dan menghampiri Dewi yang sedang duduk, dan mengasongkan penisnya itu ke mulut Dewi.
“nah sekarang ritual yang ke empat, jilatin dan hisap penisku nak Dewi, masukkan penisku semampu mulutmu menampung penisku ini,” kata Ki Jaya.
Dewipun segera mematuhi perintah Ki Jaya, dengan bernafsu penisnya Ki Jaya ia masukkan ke dalam rongga mulutnya, tapi karena terlalu panjang dan besar, batang kemaluan Ki Jaya hanya bias masuk setengahnya saja, itu juga sudah membuat Dewi gelagapan dan terbatuk-batuk saat kepala penisnya Ki Jaya menyentuh anak tekaknya. Kemudian dengan lincahnya Dewi mulai memainkan mulutnya di batang kemaluan tersebut, dijilatinya batang kemaluan tersebut dan juga dihisap-hisapnya. Yono melihat mulut Ki Jaya kembali komat-kamit, sementara Dewi semakin asyik mengulum-ngulum dan menghisap-hisap batang kemaluan Ki Jaya itu. Kurang lebih sepuluh menit sudah Dewi mengoral penis Ki Jaya, tapi terlihat Ki Jaya belum menampakkan tanda-tanda mau keluar. Sementara Yono sudah terbangkit lagi gairah nafsu birahinya, begitu pula dengan Dewi yang sedang asyik mengkaraoke penis Ki Jaya itu mulai terbangkit lagi gairah birahinya. Dewi merasakan cairan pelicin Ki Jaya semakin sering keluar dan tanpa rasa jijik sedikitpun ia menelan air ludahnya yang sudah bercampur dengan cairan pre-cum penisnya Ki Jaya.
“Nah, sekarang nak Dewi kembali tiduran, dan kamu Yono geser sana, kamu nonton saja dulu,”kata Ki Jaya, saat dia telah selesai merapal mantranya dan menarik penisnya dari kuluman mulut dan genggaman tangan Dewi.
Dewi segera mematuhi perintah Ki Jaya, begitu pula dengan Yono yang segera menggeserkan pantatnya ke pinggiran bale. Setelah Dewi telentang di hadapannya, Ki Jaya mulai mengarahkan penisnya ke lubang senggama Dewi. Saat kepala penisnya berada dalam jepitan bibir vagina Dewi, Ki Jaya mulai menekan masuk penisnya itu ke dalam lubang senggama Dewi. Dengan perlahan tapi pasti penisnya itu terbenam seluruhnya dalam rongga kewanitaan Dewi. Kemudian Ki Jaya mulai mengeluar masukkan batang kemaluannya itu, Dewi merintih-rintih akibat perlakuan Ki Jaya itu.
“Eehhh…enak…nak Dewi..hehehehe,” tanya Ki Jaya sambil terkekeh-kekeh, sekarang Ki Jaya tidak merapal mantra lagi, yang ada sekarang ia ingin juga menikmati vagina nyonya sexy ini, hasil karyanya sendiri.
“Iyaaa.,…Ki,.. enaaak…kontol aki enaak betul…aaaagghh…terus…Ki…yang dalam… tekaaann… yang dalam…Ki… aaaghhhh…yang kuat….puaskan aku…Ki, entot akuu… Ki oooughhh…Ki….,”rintih Dewi

Sodokan-sodokan Ki Jaya semakin bertambah cepat dan semakin menusuk lebih dalam di lubang vagina Dewi. Dewi semakin blingsatan dibuatnya, kepalanya bergoyang ke kiri dan kanan merasakan nikmat yang sangat, mulutnya tak hentinya mengeluarkan suara rintihan dan desahan. Penis Yonopun semakin mengeras menyaksikan itu, terlebih mendengar suara erangan dan rintihan kenikmatan nyonyanya. Ki Jayapun semakin gencar menyodok-nyodokkan penisnya, ritme keluar masuk penisnya di vagina Dewi semakin bertambah cepat, membuat Dewi semakin merintih-rintih keenakan, sementara itu Yono hanya bisa menelan ludah saja melihat nyonyanya kelojotan dan merintih-rintih keenakan disodok oleh penis Ki Jaya sambil ia memainkan penisnya sendiri.
“Ooouughh..akiii.. enaaaakkk…. Terussss….Kiiii…. terussss…. Ssodddoookk.. yang lebih dalaaaam… kontolnya.. aaaaghhh….sssshhhh..aaaahhh…oohhh…aaahhh…oohhh nikmaaaattt…Kii….. dientoooottt… akii… memang enaaakk… aaahhh…ooohh..aaahh…,” Dewi semakin merintih-rintih.
Yono yang mendengar rintihan Dewi dan melihat penisnya Ki Jaya yang semakin cepat keluar masuk di lubang vagina nyonyanya itu, semakin cepat gerakan tangannya mengocok penisnya sendiri, nafsu birahinya semakin memuncak melihat permainan seks Ki Jaya dan Dewi. Sementara itu Ki Jaya semakin menghentak-hentakkan penisnya saat batang kemaluannya itu masuk ke relung lubang senggama Dewi, sehingga membuat tubuh Dewi terguncang dengan hebatnya. Dewipun semakin merasa keenakan merasakan hujaman penis Ki Jaya itu yang masuk lebih dalam di lubang senggamanya. Dewi merasakan puncak kenikmatannya yang untuk kesekian kalinya itu akan segera di rengkuhnya. Ki Jayapun merasakan hal yang sama juga, Ki Jaya merasakan desakan spermanya sudah berada di kepala penisnya, ia pun semakin mempercepat gerakannya, dan mulutnya kembali komat-kamit, Yonopun sudah mendekati puncak birahinya.
“Oooohhh.. Ki.. aku keluaaarrr…aaaahhh….aaaahhh…. ssshhh… oooohhhh.. enaaakk.. Ki, aku puaaaassss…. Dientoottt..aki…hhmmm…aaaahhh….,” Dewi mengerang saat vaginanya menyemburkan cairan birahinya.
“ooohhh….ooohhh…aku juga keluaarrr…nyonyaaa…..,”Yonopun mengerang saat penisnya menyemprotkan air maninya.

“Naaak… Dewiii… sambuttt pejuhkuu…iniii… ddaaann…ini aadalahh. ritual terakhir…”Ki Jayapun mengerang sambil penisnya menyemprotkan air maninya di dalam rongga rahim Dewi.
Sssrrrr…creeeett….sssrrrr…ccreeeett! Kemaluan mereka secara bersamaan menyemburkan lahar kenikmatannya yang berhasil mereka rengkuh, penis Yono menyemburkan spermanya ke atas dan jatuh ke lantai, sementara penis Ki Jaya menyirami rahim Dewi dengan kuat. Dewi merasakan rahimnya hangat oleh spermanya Ki Jaya, sementara itu vagina Dewi membasahi batang kemaluan Ki Jaya yang terbenam di dalam lubang rahimnya. Setelah mendiamkan dan menikmati pijatan vagina Dewi, Ki Jaya perlahan-lahan menarik keluar penisnya yang sudah mulai lemas, diikuti dengan spermanya yang perlahan-lahan mulai menetes dari lubang vagina Dewi.
“Nah, nak Dewi, tuntas sudah ritual pengobatan ini, ritual terakhir adalah agar nak Dewi tidak bisa hamil, makanya saya harus menyemprotkan pejuh saya kerahim nak Dewi,” Ki Jaya menjelaskan pengobatannya sudah selesai dengan keluarnya sperma dari penisnya.
“Pokoknya, sekarang ini siapapun lelaki yang menggauli nak Dewi, akan selalu patuh dan taat kepada nak Dewi, terutama kemaluan nak Dewi bias menyesuaikan dengan segala ukuran kemaluan lelaki,” Ki Jaya menambahkan tapi sambil berbisik.
Dewi yang mendengar semua itu, menganggukkan kepalanya tanda mengerti, tak lama kemudian Dewi mulai mengambil seluruh pakaiannya dan mengenakannya satu-persatu, kemudian Dewi mengambil sejumlah uang dari dalam tasnya dan diberikannya kepada Ki Jaya.
“Ki, ini saya bayar seadanya dulu, besok saya akan kembali lagi untuk membayar lagi,” kata Dewi saat memberikan uang tersebut kepada Ki Jaya.
“Baik, nak Dewi, yang penting nak Dewi puas dengan hasil pengobatan saya, kapanpun pintu rumah ini terbuka untuk nak Dewi datang kembali, tidak usah dipaksain harus besok,” Ki Jaya menjawab
“Baiklah Ki, kami pamit dulu,”kata Dewi berpamitan setelah lengkap berpakaian.
Dewi dan Yonopun kembali lagi ke Jakarta dan mereka langsung pulang ke rumah. Dalam perjalanan Dewi merasa hari ini dia betul-betul beruntung dapat menikmati kepuasan bersetubuh sampai beberapa kali dan yang penting kemaluannya bisa menyesuaikan dengan kemaluan siapapun yang akan memakainya, dan yang jelas suaminya nanti akan patuh terhadap dia walaupun dia ML dengan siapapun di hadapan suaminya sekalipun. Sementara Yono merasa puas juga karena dia yang pertama mencobai vagina nyonyanya yang telah diobati dan dia merasakan vagina nyonyanya itu bertambah sempit dan bisa memijat-mijat sekarang ini.

TAMAT

By: Yan19

Friday, March 21, 2014

Hukuman Untuk Tiga Polwan Cantik

Herman belum pulang dari liburannya di Singapura, sehingga terpaksa aku dan Tono yang menjaga usaha pijat plus-plusnya ini. Teman yang lain sedang sibuk dengan kegiatan mereka, hanya aku dan Tono yang menjadi orang kepercayaan Herman. O ya, namaku Satorman, aku sudah sering menceritakan kisahku dan kisah teman-temanku. Kali ini, aku, Tono, dan empat gadis teman kami yang standby di tempat ini, tempat pijit plus-plus yang masih sepi hingga hari ini. Hanya penambahan anggota baru dua hari yang lalu. Namanya Fenny, gadis keturunan yang cantik, melebihi tiga teman gadis kami yang pribumi. Entah dasar apa yang menyebabkannya mau bekerja di sini, yang jelas aku menduga adalah himpitan ekonomi. Tapi lambat laun aku juga bisa mengorek informasi mengenai alasannya. Fenny, Ayu, Lisa dan Widya menunggu di bawah, siapa tahu ada konsumen yang masuk. Sedangkan aku dan Tono sedang asyik main playstation tiga yang baru saja kubeli dan kusimpan di kamarku. Sejak ikut Herman, aku tidak terlilit hutang lagi, bahkan aku tidak sulit mendapatkan uang, karena Herman selalu memberikan uang kepada kami, walaupun usaha sepi, dia tetap membayar gaji kami. Jam sudah menunjukkan pukul 22:00, tiba-tiba aku mendengar dering telepon,


"Iya, ada apa?" tanyaku ketika mengangkat telepon di meja yang tersambung dengan telepon lantai bawah.

"Ada masalah, turun bentarlah, ada polisi nih..." kata Ayu yang menelepon dari lantai bawah.

Aku pun kaget mendengar ada polisi yang datang, apa ini razia? Aku segera ajak Tono untuk menuju ke bawah.

"Gawat nich, semua suratkan ada sama Herman..." kata Tono.
Asli lebih terkejut lagi ketika kami sampai di bawah dengan apa yang kami lihat? Ada tiga polwan muda dan cantik sedang berbicara dengan Ayu dan yang lainnya.

"Selamat malam pak!" sapa salah satu polwan ketika melihat kami.

Wajahnya cantik sekali, rambutnya pendek dan postor tubuhnya seperti model, kulihat di seragamnya tertera namanya Felicia. Sedangkan dua polwan lainnya sedang berbicara sambil melirik-lirik kondisi tempat usaha kami. Mereka sepertinya baru, karena kulihat umur mereka mungkin baru menginjak 20 atau lewat sedikit.



"Iya, selamat malam, ada yang bisa kami bantu?" jawab Tono dengan sopan.

"Maaf, ini kunjungan mendadak, kami mau lihat surat-surat pendirian usaha ini" kata polwan tersebut. Tono langsung terlihat pucat, seperti yang kami khawatirkan, usaha gelap ini sangat riskan.

"Hmm, bos kita lagi tidak ada di tempat bu, surat menyuratnya ada sama beliau, kalau ibu mau, nanti kalau beliau sudah pulang, kita laporkan lagi?" kata Tono.

"Kami mau lihat sekarang juga, masa buka usaha tanpa ijin?" sindir polwan lainnya yang tadinya sedang berbicara dengan Ayu, muka polwan tersebut terlihat judes sekali.

"Oh, tunggu..." kata Tono. Lalu Tono mendekatiku dan berbisik padaku,

"Mereka kayaknya minta jatah... Ambilin tiga juta lah buat mereka..."

Mungkin juga mereka minta uang pelicin, jadi aku naik ke atas kembali ke kamarku untuk mengambil sejumlah uang. Sampai kembali di bawah, aku langsung menyodorkannya ke Felicia, polwan yang tadinya berbicara dengan kami.

"Loh, apa ini maksudnya?" tanya polwan itu. "Kalian bermaksud menyogok kami?" tanyanya lagi. Kami semua terdiam melihat ketiga polwan itu sedikit marah.

"Ayo ikut kami ke kantor polisi!" perintah Felicia.

"Tapi?..." jawab Tono. "Berikan waktu agar kami bisa menelpon bos kami dulu..."

"Kau dan kau ikut!" perintah polwan itu sambil menunjuk kami berdua.

"Tutup saja Yu, nanti Ayu coba telpon bos Herman..." pesan Tono ke Ayu, dan kami pun digiring keluar.

Kami disuruh naik ke mobil polisi yang dengan bak terbuka. Sial sekali, kami diperlakukan seperti penjahat, kami disuruh duduk di belakang dan dijaga dua polwan, sedangkan Felicia yang mengendarai mobil. Untungnya sudah agak malam sehingga jalanan sedikit sepi, dan kami pun melewati jalan yang dikelilingi hutan, karena kantor polisi terletak agak jauh. Aku lihat raut wajah Tono sangat kesal, aku paham, kami malu sekali diperlakukan begini, andai Herman ada di tempat, tentunya dia tak akan membiarkan kami begini. Sesampai di kantor polisi, kami pun disuruh turun dan menemui atasan mereka. Seorang pria gemuk besar dengan kumis tebal duduk santai di sebuah ruangan, sepertinya dia lah atasan di sini. Saat masuk, pria yang merupakan kapolsek daerah sini hanya tersenyum-senyum mendengar penjelasan polwan-polwan tersebut. Tak lama dari itu aku melihat pria berkumis tebal itu ditelpon seseorang, dan saat dia menutup telponnya, dia pun menyuruh kami pulang. Kini giliran polwan itu yang protes,

"Tapi pak?..." sepertinya polwan tersebut tidak terima dengan keputusan polisi berkumis itu.

"Antar mereka pulang, perlakukan mereka dengab baik..." itu saja yang dikatakan polisi kumis tersebut tanpa mau berbicara panjang lagi.
Aku dan Tono baru merasa lega, kami pun kembali naik ke mobil itu layaknya penjahat, kami kembali harus dibawa di belakang. Sebelum naik, sepertinya Tono mendapatkan sms dari seseorang, setelah membacanya dia pun menunjukkannya padaku. Itu adalah sms dari Ayu yang berisi: 'Gw uda telp bos, nti tmn2 lain ada kejutan'. Sms yang sangat singkat, aku pun tidak tahu apa maksudnya.
Mobilpun mulai bergerak ketika kami naik. Masih tiga polwan tersebut yang menemani kami. Entah sial apa, pas sampai di tengah hutan yang harus kami lalui, tiba-tiba ban mobil bocor.

"Waduh, mana gelap lagi nih... Gak bawa ban serep..." kata Felicia yang keluar dari mobilnya.

Kami pun turun dari bak mobil,

"Sial, siapa yang nebar paku begitu banyak?" kata Felicia setelah mengecek ban mobilnya.

Sepertinya ada yang menaruh ranjau paku di sepanjang jalan ini. Apa ini kejutan yang dimaksud Ayu? Soalnya siapa yang iseng menebar ranjau paku di sini? Tidak ada bengkel dekat sini, paling-paling perampok saja yang melakukan hal seperti ini di tempat sepi tengah hutan begini.

"Tunggu di sini, kita cari tumpangan", kata Felicia memandang ke ujung jalan yang gelap.

Hanya terang bulan dan cahaya lampu dari mobil yang menyinari sekitar. Dan dari ujung jalan terlihat ada sinar, ada mobil yang menuju ke sini, Felicia pun maju berdiri di tengah jalan untuk menghadang mobil itu.
"Wah, mogok ya?" tanya seseorang yang menggunakan topeng dalam mobil tersebut ketika dihentikan Felicia.

Tak sempat bertindak, tiba-tiba dengan secepat kilat, beberapa orang bertopeng turun dari mobil itu dan menyergap tiga polwan tersebut. Mungkin ada sekitar tujuh pria bertopeng yang langsung melumpuhkan tiga polwan tersebut. Para polwan itu tak bisa melawan karena kalah jumlah.

"Ayo ikut!" pria bertopeng itu langsung menyeret tiga polwan tersebut masuk ke dalam hutan.

Aku dan Tono tidak bisa berbuat apa-apa, kejadiannya sungguh cepat, kami tak mungkin melawan, karena mereka membawa senjata tajam. Kami semua digiring masuk hutan, apa selanjutnya yang akan terjadi? Aku takut kawanan penjahat ini akan membunuh kami semua. Sampailah kami di tanah yang sedikit lapang, kuhitung jumlah mereka... satu... dua... tiga... semua ada tujuh orang. Pria misterius bercadar itu sepertinya sangat brutal, mereka mengacungkan senjata mereka di hadapan kami. Aku, Tono, dan tiga polwan itu tak bisa berkutik, kami disuruh berlutut dengan tangan di kepala. Salah satu pria tersebut kemudian mendekati kami, kemudian menarik satu polwan ke depan. Empat pria lain menjaga kami agar tidak berontak, sedangkan tiga lainnya seperti akan melakukan sesuatu terhadap polwan itu.

"Cantik juga ya polwan ini..." sahut pria tadi yang menariknya, kemudian berdiri di depannya dan mengangkat dagu polwan tersebut. "Hmm, Eka..." pria itu membaca nama yang tertera di seragam polwan tersebut.

Dari barisan kami tampak Felicia berusaha melawan, tapi ia ditendang dari belakang oleh pria yang mengawasi kami, hingga ia tersungkur dan kesakitan. Sedangkan di depan kami, hanya bisa melihat aksi pria bercadar mengerjai polwan yang disebut bernama Eka tersebut. Aku lihat dengan jelas, walaupun penerangan hanya menggunakan senter dan mengharapkan sinar rembulan, pria bercadar yang menarik Eka tersebut memeluk Eka dan melumat bibirnya. Eka meronta berusaha lepas namun tenaganya kalah dibanding pria itu. Sedangkan dua lainnya hanya tertawa terbahak-bahak, dan empat lainnya masih mengawasai kami dari jarak yang sangat dekat. Felicia masih meringkuk kesakitan akibat tendangan tadi, tapi dia sudah kembali ke posisi awal, berlutut dengan tangan di atas kepala. Aku juga tidak ada niat untuk menolong para polwan tersebut, karena aku juga sudah terlanjur kesal dengan perlakuan mereka. Bahkan aku berharap para pria tak dikenal itu melakukan aksi yang lebih lanjut. Ternyata yang kumau menjadi kenyataan, pria bercadar yang tadi melumat bibir polwan yang bernama Eka itu mendorong tubuh Eka hingga jatuh.

"Beraninya menolak ciumanku?!" pria tersebut terlihat marah sekali.

Eka lalu ditendang bagian perut hingga termuntah-muntah, kami hanya bisa diam, Felicia sepertinya agak geram melihat adegan ini. Polwan bernama Felicia kemudian kembali bangkit dan menantang mereka,

"Kalau berani, ayo satu lawan satu!" ajak Felicia.

"Hahaha, yang benar saja? Satu lawan satu?" para pria tersebut tertawa terbahak-bahak. "Apa kalian menangkap kami, para penjahat, juga ada pakai peraturan satu lawan satu? Kalian juga gerombolan, bahkan membawa senjata api..." kata pria bercadar yang tadi menendang Eka, mereka juga sepertinya memiliki dendam yang besar terhadap polwan ini.
"Akh!...." teriakan Felicia yang ditendang dari belakang hingga terseret ke arah Eka.

"Bagusnya dibunuh atau bagaimana?" tanya pria tadi pada kawan-kawannya.

"Jangan dulu, sayang sekali kalau tidak dicicipi..." jawab temannya yang lain.

"Hmm... Betul juga, kecantikan mereka seharusnya berguna..."

Para pria yang menjaga kami mendekat ke arah kami dan menodongkan senjata mereka ke leher kami. Aku, Tono dan satu polwan lagi yang tidak tahu bakal diapakan oleh mereka. Kemudian pria yang menendang Eka mendekati Eka dan Felicia,

"Turuti permintaan kami, atau mereka MATI!!!" ancam pria tersebut.

Eka, Felicia & Olivia


Nampak Felicia hanya bisa melotot kesal ke arah pria tersebut. Pria tersebut kemudian membuka resleting celana jeansnya, dan penis besar yang sudah mengeras pun tersembul keluar.

"Ayo, kulum!" perintah pria itu.

Karena Felicia mengkhawatirkan keselamatan kami, ia pun terpaksa mengulum penis pria itu. Pria itu menjambak rambutnya agar Felicia lebih agresif, karena tadinya Felicia sedikit takut untuk menyentuhkan bibirnya ke penis pria tersebut. Sama halnya dengan Eka, dia juga dipaksa untuk mengulum penis pria bercadar lainnya. Felicia dan Eka tidak bisa melawan, karena nyawa kami kini tergantung dengan mereka. Melihat dua polwan tersebut memberikan pelayanan begitu kepada dua pria bercadar itu, membuat penisku mengeras. Nafsuku naik hingga tak tertahan, ingin sekali aku mengocok penisku sambil melihat adegan ini. Sungguh malang nasib mereka, rambut mereka yang hanya sebatas bahu dijambak untuk mengatur irama. Sedangkan polwan satunya yang berlutut di dekat kami terlihat menangis, dia tak sanggup melihat yang sedang terjadi. Hmm, cantik juga, yang satu ini nganggur, andai saja dia men-serviceku, hahaha, harapku dalam hati. Kupandangi seragamnya yang ketat, susunya terlihat agak besar, dan namanya Olivia tertera di seragam, terlihat jelas akibat lekukan dadanya yang membusung ke depan. Kupandangi teman sebelahku ini, Tono, ia terlihat menikmati adegan tersebut, ia menonton tanpa mengedipkan mata, bahkan sesekali ia seperti menelan ludah. Dua pria tersebut terus menggenjot mulut dua polwan itu, dua lainnya di dekat menunggu giliran, sedangkan tiga lainnya sedang mengawasi kami. Setengah jam ada penis mereka dikocok dengan mulut polwan itu dan akhirnya mereka menyemburkan sperma juga.

"Ayo ditelan!" perintah salah satu pria yang dikulum penisnya itu.

Awalnya Felicia mencoba memuntahkannya, namun pria yang dikulum penisnya itu menampar pipinya dengan kuat 'Plak!'

"Mau lihat temanmu mati?" ancam pria tersebut.

Maka Eka dan Felicia sangat dengan terpaksa menelan semua sperma yang disemprotkan ke dalam mulut mereka. Setelah itu selesai, dua pria itu pun berpindah, mereka memberikan tempat untuk dua pria lain yang sudah dari tadi menunggu giliran. Dua pria itu berdiri di depan Eka dan Felicia.

"Kami belum mau dikulum, tapi mau mengenyot..." kata salah satu pria tersebut. Felicia dan Eka sangat kaget mendengar permintaan pria tersebut.

Mendengar itu, Olivia yang berlutut dekat kami pun bersuara, "Jangan... Tolong lepaskan mereka..." Tapi bukan mendengar permohonan Olivia, salah satu pria yang mengawasi kami pun langsung menjambak rambutnya,

"Lu mau ikutan mereka?!" kata pria tersebut.



Olivia pun menangis dengan kencang. "Jangan... Biar saya saja..." kata Felicia yang dengan perlahan membuka kancing bajunya.

"Loh, polwan yang satu ini mau lihat temannya mati?" tanya satu pria melihat ke arah Eka yang sedari tadi hanya terdiam saja.

Takut dengan ancaman pria tersebut, Eka pun mengikuti apa yang dilakukan Felicia. Kedua polwan tersebut pun membuka seragam mereka, ku lihat bra warna putih mereka menutupi buah dada mereka yang bulat sempurna, tidak besar juga tidak kecil.

"Ah, lama!" pria satu terlihat komplain, sehingga Felicia dan Eka pun terpaksa mempercepat membuka bra mereka.

Penisku sedari tadi sudah ngaceng bukan main, apalagi melihat susu yang mengacung ke depan, bulat sempurna, baru kali ini aku melihat tubuh indah polwan. Dua pria yang tadi di depan Felicia dan Eka langsung dengan bringas melumat buah dada yang indah itu. Mereka seperti kesetanan, mengenyot buah dada itu, memeras, menampar, menggigit dan memainkannya. Puting yang kecil dan merah mudah dua polwan tersebut dipilin-pilin dengan jari, bahkan sesekali ditarik-tarik. Felicia dan Eka sepertinya menangis, mata mereka terlihat berbinar, mereka pasti malu diperlakukan seperti itu. Olivia tak mampu melihatnya, dari tadi dia hanya memalingkan wajahnya, sedang Tono sedari tadi tidak mau melewatkan adegan ini. Aku sebenarnya iri sekali tidak bisa menikmati tubuh polwan tersebut. Setelah bosan menikmati payudara segar milik polwan, kedua pria itu meminta dua polwan itu mengulum penis mereka. Sedangkan dua pria yang tadi dikulum penisnya mendekati kami,

"Tunggu di sana saja biar dapat giliran..." mereka meminta tiga pria yang mengawasi kami mendekat ke Felicia dan Eka untuk antri menunggu giliran.

"Ga sabar ne bos, pengen disepong polwan juga ne..." kata salah satu pria yang menuju ke arah Felicia dan Eka, ia terlihat senyum kegirangan.
Felicia dan Eka kembali sibuk dengan mengulangi tugasnya tadi, mereka harus mengulum penis kedua pria bercadar itu. Tiga lainnya sudah tak sabar menunggu giliran, antrian belum sampai saja tiga-tiganya sudah membuka resleting celana jeans mereka dan mengeluarkan penis mereka yang sudah ngaceng. Seperti halnya tadi, Felicia dan Eka kembali disuruh untuk menelan habis sperma yang telah mereka semprotkan ke dalam mulut Felicia dan Eka. Tiga pria yang tadi antri terlihat berebutan, karena cuma dua polwan saja yang sedang bertugas, terpaksa satu pria harus mengalah.



Dua pria kembali meminta Felicia dan Eka mengulum penis mereka. Satu pria yang tadi mengalah hanya bisa memainkan penisnya sendiri, "Ga apa-apa, nanti saya minta diservice dua polwan sekaligus deh..." katanya yang terlihat malu karena kalah dari perebutan. Kembali lagi Felicia dan Eka harus menelan habis sperma dua pria selanjutnya tadi. Mereka terlihat mau muntah, masing-masing telah menelan sperma dari tiga orang pria. Akhirnya pria yang tadi kalah dari perebutan pun maju, ia nampak sangat senang, walaupun giliran terakhir, namun ia lebih spesial karena bisa dilayani dua polwan sekaligus.
"Kalian pasti sudah eneg ya minum sperma?" ejek pria tersebut. "Kalau kalian tidak mau minum sperma lagi... Menarilah untukku..." perintah pria tersebut.

Dua polwan itu tidak mungkin menolak, apapun yang diperintahkan para pria tak dikenal ini haruslah dituruti. Merekapun terpaksa menari, tanpa pakaian penutup atas, sehingga buah dada mereka yang bulat terlihat jelas.

"Celana nya di lepas dong, gue mau lihat memek kalian..." kata pria tersebut.

Kedua polwan itu belum menurutinya, mereka masih menari dengan mengenakan celana abu-abu gelap mereka yang sedikit ketat. Merasa tak didengar, pria tersebut melepas ikat pinggangnya, 'Plak' 'Plak' dibesutnya ikat pinggang tersebut ke arah mereka. Dengan mata berlinang air mata, mereka pelan-pelan menurunkan celana mereka. Waw, tak sabar aku pun ingin sekali melihat kemaluan milik polwan. Tono pun masih tidak berkedip dengan apa yang ia tonton, sifat hypersexnya memang sudah lama di-idapnya. Setelah melorotkan celana mereka, celana dalam berwarna pink mereka pun pelan-pelan ditarik turun.

"Wow, mantap tenan!" sahut pria tersebut melihat kemaluan dua polwan yang segar itu.

Vagina mereka tanpa bulu, mungkin selalu dicukur mereka agar terlihat lebih bersih.

"Sini, hisap kontolku!" perintah pria itu.

Dua polwan yang sudah telanjang bulat itu pun maju dan berlutut di depan pria itu.

"Ga usah rebutan, sini gue mau netek juga..." kata pria itu.

Felicia kemudian bangkit dan menyodorkan buah dadanya kepada pria itu, sedangkan Eka bertugas mengulum penis pria tersebut. Payudara Felicia terus dikenyot dengan kasar, hampir setengah jam pria itu dilayani dua gadis, ia pun merasa bosan,



"Aku mau ngentot..." katanya.

Mendengar kata itu, dua polwan tersebut kaget. Mereka sepertinya tidak terima dan mengambil sebuah tindakan. Pria tadi ditangkap Felicia dan Eka,

"Lepaskan kami, atau pria ini mati!" ancam Felicia yang tadi dengan cekatan menangkap pria di depannya.

Suasana menjadi hening seketika. Namun suara tertawa pun memecahkan keheningan,

"Hahaha, kalian pegang satu nyawa, sedangkan kami pegang tiga nyawa..." kata salah satu pria yang mengawasi kami. "Mau mereka mati?" tanya pria tersebut.
Aku sedikit iba melihat semua ini, aku pun coba untuk menengahi,

"Biar saya jadi sandera saja, tapi lepaskan mereka..." pintaku.

"Wah, mau jadi pahlawan di malam buta begini?" kata pria tadi yang kemudian mendekatiku.

Ia terlihat marah sekali, dan langsung mendekatkan belatinya di leherku.

"Buka celanamu!" teriak pria itu.

Spontan saja aku kaget dan ingin melawan, tapi tubuhku didorong hingga tersungkur.

"Biar saja semuanya mati..." kata pria itu.

Terpaksa aku pun membuka celanaku hingga celana dalamku.

"Dengar, kalau kalian tidak mau mendengar perintah kami, maka peler orang ini akan saya potong!" ancamnya sambil mengarahkan belatinya ke penisku yang sudah mengeras sedari tadi. J

antungku berdetak dengan kencang, hampir pingsan aku dibuatnya ketika mendengar penisku akan dipotong. Dua polwan yang melawan tadi pun terdiam, pria-pria lain mendekati mereka dan memukuli mereka. Dua polwan tersebut ditampar dan ditendang oleh beberapa pria. Sedangkan pria tadi yang sempat ditangkap oleh dua polwan itu terlihat sangat marah.

"Aku tak akan mengasihani kalian lagi!" katanya.

Kemudian ia bangkit dan menuju ke arah kami, ia mendekati polwan yang berlutut bersama kami. Polwan yang bernama Olivia tersebut kemudian dijambak rambutnya dan ditarik kemudian dilemparkan ke arahku, hingga wajah sang polwan tersebut tepat mengenai penisku.



"Hisap!" perintah pria tersebut.

“Waw, kejutan yang indah” kataku dalam hati.
Aku diposisikan keadaan yang sangat sulit, satu sisi aku sudah sangat nafsu, di sisi lain aku kasihan melihat kemalangan yang menimpa para polwan tersebut. Aku coba menghalangi,

"Jangan..." kataku.

Lalu pria tadi yang mengancam akan memotong penisku kembali mengancam lagi,

"Peler lu mau gue potong ya?!"

Aku pun hanya terdiam ketakutan. Olivia kemudian dengan berderai air mata mencoba mengulum penisku. Tono terlihat tak terima, ia berteriak

"Hentikan semua ini!"

Aku yakin Tono berpura-pura melawan karena ia iri dengan apa yang ku alami. Besar dugaanku adalah bahwa ia juga ingin diperlakukan seperti ini.

"Dasar kerempeng!" pria lain mendorong Tono hingga jatuh.

Pria itu mendekatkan belati ke arah Tono, "Lu mau coba jadi pahlawan juga??" tanya pria itu.

Tono pun kemudian terdiam. Di arah lain, kulihat Eka dan Felicia sudah dikerumuni lima pria bercadar, mereka bergantian menggauli dua polwan itu, tangan-tangan kasar mereka menggerayangi tubuh mulus kedua polwan cantik itu. Dua pria lain masih mengawasi aku, Tono dan Olivia. Dari tadi penisku dikulum oleh Olivia, badannya terlihat gemetar sekali, kulumannya pun tidak begitu erat, ia mungkin belum pernah melakukan oral seks.

"Hey lu! Bantu polwan itu buka seragam!" perintah pria yang mengawasi kami kepada Tono agar Tono membuka seragam Olivia. Tono tetap terdiam tak mau bergerak, ja'im banget, padahal dia sangat terobsesi dengan adegan seperti ini.

"Oi, mau mati lu?!" ancam pria itu menunjukkan belatinya.



Tono pun akhirnya menuju arah kami. Olivia menghentikan kulumannya karena sudah ketakutan akan dibugili. Melihat begitu, dua pria yang mengawasi kami terlihat marah,

"Dasar tak berguna!"

Mereka berdua kemudian menangkap Olivia, tangan dan kakinya dipegangi oleh mereka,

"Hei kalian, cepat buka dan kenyot susunya!" perintah dua pria itu kepada aku dan Tono.

Dengan perasaan serba tidak enak, aku dan Tono pun membuka seragamnya Olivia, kancing bajunya satu persatu kulepas, sedangkan Tono melepas celana panjang berwarna abu-abu gelap polwan itu. Bra putih sudah terlihat, aku sudah tak sabar ingin melihat payudara polwan ini, bagian bawah kulihat Tono juga sudah berhasil melepas celana Olivia hingga terlihat celana dalam berwarna merah muda yang penuh dengan gambar bunga.

"Cepat! Atau polwan ini kami bunuh!" ancam dua pria itu.

Aku langsung gelagapan karena kaget mendengar suara dengan nada keras pria tersebut. Bra Olivia kuangkat ke atas hingga terlihat bukit kembarnya yang semakin merangsang birahiku. Kini tubuh Olivia sudah bugil tanpa balutan sehelai benang pun.

“Jangan perkosa saya...ampun!!” Olivia meronta-ronta dan menangis

Aku tersejenak karena sedikit tidak tega melihat Olivia yang tak berkutik dipegangi dua pria bercadar. Berbeda dengan Tono, kulihat dia sudah menciumi selangkangan Olivia, sekitar vaginanya sangat bersih tanpa bulu. Tapi bagaimana aku bisa mengenyot susunya karena dua pria bercadar yang memegangi Olivia berebutan menjamah dan memeras susu Olivia yang bulat indah itu. Satu pria bercadar itu menjambak rambut Olivia dan menyuruh aku mendekatkan penisku ke arahnya.

"Kalau lu uda nyaman, lu ga bakal belain mereka, liat kawan lu tuh!..." kata pria itu.

Olivia pun kemudian mengulum penisku, sungguh sedap sekali. Olivia sudah tak berkutik, susunya kemudian dikenyot dua pria bercadar, sedangkan vaginanya terus dijilati oleh Tono. Penisku terus dikulum Olivia yang memerah mukanya, ia hanya menutup matanya walaupun terus menangis.



Sedangkan dua temannya, Felicia dan Eka, sibuk melayani lima pria bercadar lainnya yang memperkosa mereka secara bergiliran. Dari arah sana kudengar suara memohon ampun, Eka dan Felicia tentu kewalahan melayani nafsu hewani lima orang pria yang kesetanan itu. Setelah selesai menyetubuhi Eka dan Felicia, lima pria itu tidak terlihat lelah sama sekali, malah mendekat ke arah kami dan minta jatah Olivia. Aku dan Tono pun disuruh minggir, karena takut disakiti, aku dan Tono pun menyingkir.

"Tuh, dua mainan sono, nikmati saja sebelum kalian kami bunuh!" kata salah seorang pria yang mendekati kami, dia memerintahkan kami menyetubuhi Felicia dan Eka.

Kupandangi ke arah sana, Eka dan Felicia sudah tidak bergerak, mereka sudah pingsan, dengan kaki yang masih mengangkang terlihat jelas vagina mereka yang belepotan cairan sperma. Aku tidak tega melihat begitu, namun Tono menarik tanganku untuk mendekati dua polwan itu. Tono terlihat sangat nafsu sekali, ia langsung membuka semua pakaiannya dan langsung memasukkan penisnya ke dalam lubang vagina Eka.

"Tuh si Felicia nganggur", katanya.

Bodoh amat pikirku, toh polwan ini sudah tidak sadarkan diri, aku pun kemudian meremas-remas susu Felicia yang menggemaskan. Wajahnya yang cantik sangat menarik perhatianku, ingin sekali kuciumi wajahnya, tapi aku sedikit geli dengan sperma yang menempel di sekitar bibirnya, jadi kuurungkan niatku itu. Akhirnya setelah puas meremas susu Felicia, aku pun mencoba memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Penisku yang dari tadi mengeras dengan kondisi resleting yang terbuka, sudah tak sabar mencari labuhannya. Aku dan Tono pun menggenjot dua polwan yang sudah pingsan tersebut. Sambil menggenjot Felicia yang tidak sadarkan diri, aku mendengar rintihan minta ampun di kumpulan sana, kumpulan tujuh pria melawan satu wanita muda. Olivia kelihatan terus disiksa, tujuh pria tersebut bergiliran menikmati setiap lubangnya, dari mulut, vagina, hingga lubang anusnya dimanfaatkan.

"Saakkiiiii...ttt...tt....." rintihan terus terdengar, rambutnya dijambak, pipi dan pantatnya ditampar, puting susunya digigit, sungguh malang sekali nasibnya, malah lebih malang dari nasib kedua temannya ini.

Hampir satu jam aku menyetubuhi tubuh Felicia yang pingsan, dan aku pun menyemprotkan sperma hangatku di dalam vagina Felicia, sungguh nikmat sekali, sampai aku tak mau mencabut penisku, dan aku hanya beristirahat memeluk Felicia. Aku lihat Tono pun sudah mencapai titik klimaknya, setelah menyembutkan spermanya, Tono pun mencabut penisnya, tapi ia tidak terlihat lelah.

"Man, minggir dong..." pinta Tono, sepertinya dia ingin menikmati Felicia juga.

Gila, pikirku, Tono memang memiliki nafsu yang melebihi manusia normal, walau sudah ber-ejakulasi berkali-kali, ia masih tak mau melepaskan kesempatan seperti ini. Demi kepuasan teman, aku pun mengalah, aku menepi untuk beristirahat sejenak. Kulihat tujuh pria bercadar juga masih bersemangat mengerjai Olivia, bahkan pria-pria itu berkata akan berpesta dengan tiga polwan ini hingga pagi hari.
---------------------------------

"Man... Bangun man..." aku terlelap dan Tono membangunkanku, kulihat ke langit sudah terang. Aku tidak tahu semalam para penjahat bercadar memperkosa Felicia, Eka dan Olivia hingga berapa ronde, yang jelas aku melihat arlojiku sudah menunjukkan pukul 06:12. Muka Tono sedikit memar, sepertinya ia dipukuli para penjahat itu. Aku lihat Eka sibuk memakaikan pakaian pada Olivia yang pingsan.

"Polwan yang satu lagi mana?" tanyaku pada Tono.

"Dia ke mobil cari bantuan..." kata Tono yang megangi pipinya yang lebam.

"Woi! Bantu kita!" teriak Eka.

Aku dan Tono pun kemudian membantu Eka memapah Olivia agar keluar dari hutan ini. Sampai di depan, aku lihat sudah ada mobil patroli yang lain di tepi jalan. Beberapa polisi pria langsung mendekati kami dan menggendong Olivia. Kami pun masuk ke dalam mobil patroli dan segera dibawa ke kantor polisi. Namun sebelum ke kantor polisi, kami dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk diperiksa. Aku dan Tono tidak mengalami luka yang serius, cuma luka memar di pipi Tono yang diberi sedikit obat semacam salep. Sedangkan para polwan mengalami luka serius, vagina mereka sobek karena diobok-obok paksa oleh para penjahat itu. Olivia pun terpaksa harus rawat inap karena dia masih pingsan. Aku dan Tono beserta polwan lain pun dibawa ke kantor polisi setelah dirawat beberapa jam. Kami disuruh membuat laporan dan menjadi saksi atas kejadian tersebut. Aku tidak tahu apa yang terjadi setelah aku tertidur, namun Tono menjelaskan bahwa dia dipukuli para penjahat itu saat ia memohon agar tidak membunuh kami semua. Namun hingga sekarang ke tujuh pria bercadar tersebut belum diketahui identitasnya. Polisi yakin bahwa mereka adalah residivis yang memiliki dendam dengan para polwan itu. Karena tidak ada bukti yang lebih akurat, polisi tidak meneruskan penyelidikan. Selain penjahat itu bercadar, mereka pun menggunakan sarung tangan, tidak ada sisa jejak mereka kecuali sperma-sperma kering yang melekat di tubuh para polwan.

TAMAT

By: Satorman

Wednesday, March 19, 2014

The Odd Triangle

Sabrina Yuzuki

Sayup-sayup terdengar suara rintihan seorang wanita dari balik salah satu pintu di koridor panjang yang remang-remang itu. Sabrina Yuzuki memperlambat langkahnya dan mencoba mendengar lebih jauh. Sejenak ia terbayang akan hantu-hantu dalam film horror Jepang tentang arwah wanita penasaran yang menuntut balas akan kematiannya. Namun jiwa ilmuwannya membuat wanita berusia 28 tahun itu justru makin ingin tahu. Ia menarik sebuah kursi yang terletak di samping pintu bertuliskan nama “Associate Professor Jayne Lee” itu, dan berdiri di atasnya. Pintu itu memiliki lubang angin di atasnya, namun sejak ruangan di dalamnya dipasangi AC, lubang angin itu ditutup kaca, dan dari situlah Sabrina mengintip. Ia belum menyadari bahwa apa yang akan diintipnya segera membuat kehidupannya berubah.

#######################################


Sabrina Yuzuki tergolong seseorang yang cukup beruntung. Wanita jangkung berusia 28 tahun berdarah campuran Jepang-Inggris dan berkewarganegaraan Indonesia itu memang memiliki minat yang cukup mendalam di bidangnya, psikoanalisis, sehingga ia menyambut baik tawaran dari universitas ternama di Malaysia. Betapa tidak, ia akan mendapat bayaran untuk melakukan sesuatu yang memang diminatinya, dan di akhir kontrak sepanjang tiga tahun itu ia akan mendapat gelar PhD. Meski demikian, sebagai orang Indonesia, ia memiliki perasaan kurang simpatik terhadap negara Malaysia, dan selama ini ia lebih memilih untuk hanya bergaul dengan sesama expat, dan sedikit warga Malaysia yang menurutnya ‘memenuhi syarat’ untuk diajak bergaul.
“I’m home.” Ujarnya sambil menutup pintu rumahnya.

Rumah yang menjadi bagian sebuah kondominium itu disewanya secara patungan dengan dua orang mahasiswa internasional dari universitas yang sama.
“Welcome.” Seorang wanita bertubuh langsing dan mungil muncul dari balik salah satu pintu kamar dan menyambut Sabrina. “Did you buy anything for dinner, Brina?” tanyanya dengan penuh harap.
“Not really.” Sabrina menjawab sambil melepaskan sandal Crocs yang dipakainya dan menatanya di rak sepatu. “But I’ve called Domino’s Pizza and ordered something for us tonight.”
“Cool!” Gadis bertubuh kecil itu melangkah ke kulkas dan meraih tiga kaleng Calsberg.

Saori Shimada, nama wanita itu, adalah seorang mahasiswi S1 di bidang Teknologi pendidikan. Sifatnya yang kekanakan dan murah senyum memang mudah membuat orang jatuh cinta pada pandangan pertama, didukung dengan wajahnya yang manis dan tubuh yang tergolong indah meski berukuran kecil. Berbeda dengan Saori, Sabrina mewarisi ukuran tubuh ayahnya yang berasal dari London. Dengan tinggi sekitar 175cm, wanita itu memang tergolong jangkung. Ia beruntung juga karena mewarisi warna kulit dan struktur tulang ibunya yang berasal dari Jepang, ramping, langsing, dan nyaris tanpa lemak. Bahkan dada dan pinggulnya pun berukuran sedang. Rambutnya yang lurus dan panjang sebahu itu memiliki warna alami cokelat, membingkai wajah cantiknya yang menunjukkan campuran Eropa-Asia; berkulit kuning, mata bulat kecil, dan hidung mancung serta bibir merah jambu yang tipis segaris.

“I’ll take a shower, please use the cash from the envelope to pay for the pizza.” Sabrina melepaskan T-shirt Escada yang dikenakannya dan berjalan masuk ke kamar tidurnya.
“Woohoo... I love that body.” Seorang gadis berwajah Eropa yang baru muncul dari ruang dapur mengomentari keindahan tubuh Sabrina yang kini hanya terbalut bra dan jeans.
Damiana Sanchez, gadis Spanyol berusia 26 tahun itu adalah seorang mahasiswi S2 di bidang kriminologi. Tubuhnya berukuran sedang, namun berotot liat dan atletis. Rambutnya yang pirang dipotong pendek menyerupai pria, sesuai dengan gerak tubuh dan perilakunya yang memang kepria-priaan. Sesuai dengan sifat tomboy-nya, gadis itu memiliki garis wajah yang tegas, namun mata biru, hidung mancung, dan bibir indahnya masih memancarkan pesona kecantikan. Namun demikian, tidak banyak pria yang berhasil berkencan dengannya, karena ia seorang pencinta sesama. Baginya, tinggal di sebuah kondo bersama dua orang wanita bertubuh dan berwajah sempurna memang bagaikan tinggal di surga.
“Gila!” Pikir Sabrina sambil menghempaskan tubuh jangkungnya di atas springbed.

Ia terpejam dan mencoba mengingat-ingat apa yang baru saja diintipnya di salah satu pintu di kantornya... Ia melihat professor Jayne Lee, seorang wanita berusia kurang dari 40 tahun yang berprestasi amat brilyan hingga dua minggu lalu dilantik sebagai professor di fakultasnya. Dari lubang angin tertutup kaca itu ia melihat sang professor sedang duduk di kursi kerjanya dengan kemeja dan rok tersingkap kesana kemari... dengan satu tangan meremas payudara sendiri serta tangan yang lain terselip di balik celana dalam. Bukan hanya itu yang membuat Sabrina terkejut. Ia ingat dengan jelas bahwa di layar monitor PC professor Lee tampak slide-show powerpoint yang menayangkan foto-foto seorang wanita yang amat dikenalnya... yaitu dirinya sendiri! Sabrina membuka mata menatap langit-langit kamarnya,

“Professor Lee bermasturbasi sambil menatap foto-fotoku!” pikirnya.

Ia mengingat jelas bahwa foto-foto dirinya dalam slide-show itu diambil secara candid... foto saat ia melakukan presentasi di sebuah conference, foto saat ia sedang berjalan, foto saat ia sedang mewawancarai seorang klien, bahkan foto saat ia bercucuran keringat dengan wajah amat sensual dan mengenakan pakaian senam yang mungkin diambil ketika ia sedang melakukan olahraga rutin di gym universitas.

Apa aku harus bangga? Atau kuatir”

Sambil mencoba melupakan apa yang terjadi, ia membasahi tubuhnya dengan air dari shower di kamar mandinya. Di kondo itu, ia menempati ruang tidur utama, dengan kamar mandi di dalam, sementara Damiana dan Saori menempati kamar yang lebih kecil dengan kamar mandi di luar.

Sabun organik yang digunakannya terasa menyentuh tubuhnya secara berbeda... terasa seperti belaian hangat seseorang... Ngghh... Ia merintih kecil saat ia menyentuhkan sabun bertekstur kasar itu pada puting susunya. Nikmat sekali.. . Bagian itu memang bagian tubuhnya yang paling sensitif, sedikit sentuhan sudah membuat kedua tonjolan kecil berwarna merah jambu itu mengencang. Terbayang olehnya tubuh professor Jayne Lee yang ramping namun memiliki sepasang payudara yang penuh dan padat... terbayang juga geliatan tubuh sang professor serta mimik wajahnya yang mirip orang kesakitan namun justru menahan nikmat. Wajah cantik si professor saat itu sedang dibasahi butir-butir keringat dan berkonsentrasi penuh memandang monitor yang menayangkan foto-foto Sabrina.
“Ahh, stop it, Brina!” Sabrina berhenti merangsang dirinya sendiri dan melanjutkan mandi.

Namun demikian, kedua puting susunya masih mengacung tegang, menandakan sebuah rangsangan yang terhenti dan belum tertuntaskan. Kedua tonjolan kecil itu tercetak dengan jelas di kaos putih yang dikenakannya sehabis mandi.
“We left your part on the table.” Ujar Damiana saat Sabrina keluar dari kamarnya.
“Damiana, you will love what you’re gonna see!” Saori terdengar menggoda sambil menunjuk ke arah Sabrina yang sedang berjalan ke meja makan.
“The legs?” Damiana mengkonfirmasi, “Yeah, I love those pair of smooth things.”
“No... look at the tits!” Saori makin menjadi-jadi, “She got a hard on!”
“Here!” Dengan agak jengkel Sabrina membusungkan dada dan memamerkannya pada Damiana yang sedang duduk di sofa menghadap ke televisi. Dari balik kaos putih yang dikenakan Sabrina, tampak dua buah tonjolan mungil tercetak keluar di atas sepasang payudara berukuran sedang, “Have a clear look!”
“Hmm...” Damiana mengangkat alis kiri sambil bergaya menganalisis, “Somebody was lucky, eh?” Wanita Spanyol itu berdiri dan melangkah mendekat, “I wish I can do the follow-up... hahaha.”
“I’ll have my dinner first.” Jawab Sabrina sambil duduk di atas meja dan meraih selembar pizza dan menggigitnya. “Actually... I saw something before I got home.”
“You saw something that gave you a hard on?” Saori mengkonfirmasi dan segera bergabung dengan kedua roommatesnya di meja makan.
“Well... something like that.” Ujar Sabrina sambil membuka kaleng Calsberg dengan satu tangan, “Do you know Professor Jayne Lee, Saori?”
“Was she the lucky one?” Tanya Saori yang satu fakultas dengan Sabrina, hingga ia mengenal betul siapa professor Jayne Lee. Profesor muda itu memang menjadi idola mahasiswa pria S1 karena kecantikan dan keindahan tubuhnya, dan menjadi idola mahasiswi S1 karena mudah bergaul meski cerdas dan disiplin.

“Did she suck those tits?” Saori membumbui situasi sambil melirik ke arah Damiana yang tampak bersemangat memandangi payudara Sabrina.
“She wished.” Jawab Sabrina sambil duduk bersandar di kursi makan, membuat kedua tonjolan di dadanya kian terekspos, memanjakan mata Damiana yang terus menatapnya.
“OK, details please...” Damiana akhirnya tak tahan untuk mendengar cerita selengkapnya. “I’ll take the story to my dream tonite!”
Sabrina menceritakan apa yang baru saja diintipnya pada kedua teman serumahnya; bagaimana ia mengintip, bagaimana ia melihat pose si professor sedang bermasturbasi, sampai ke apa yang dilihatnya di layar monitor si professor. Juga tentang apa yang dirasakannya saat mandi, yang membuatnya cukup terangsang.
“Wait a second...” Damiana memotong cerita Sabrina, “So... are you a lezbo?”
“You wished!” Saori menampar bahu Damiana secara bercanda.

Kedua gadis itu tertawa-tawa sambil berpelukan. Sabrina tahu bahwa kedua roommate nya memang seringkali melakukan makeout satu sama lain, juga sesekali bercinta di ruang tamu atau kamar mandi, meski Saori bukan benar-benar lesbian, gadis Jepang itu tidak keberatan untuk bereksperimen dengan Damiana yang memang seorang lesbian.
“Well...” Sabrina terdengar ragu untuk sesaat, “I can go with girls too.” Lanjutnya. Damn! Apa yang kulakukan? Kenapa aku harus bercerita pada dua roommate-ku? Ia agak menyesal telah menceritakan tentang rahasia pribadinya, bahwa ia juga memiliki ‘crush’ pada wanita, meski pada dasarnya ia lebih menyukai membina hubungan dengan pria.
Kalimatnya membuat Saori dan Damiana berhenti tertawa dan ternganga untuk sesaat. Dalam otak Damiana, langsung terbayang bagaimana nikmatnya bergumul dengan tubuh jangkung Sabrina yang maha-indah itu... Sementara di kepala Saori, terbayang sensasi sebuah pesta seks di mana ia terbaring pasrah dan kedua roommate-nya itu sama-sama menggeluti badannya yang mungil.
“You gals are thinking about fucking me, arent cha?” Sabrina menatap kedua roommate-nya yang lebih muda itu dengan tatapan tajam, meski ia gagal menghentikan pesona natural dari kecantikan wajahnya itu.
Saori dan Damiana berpandangan, lalu kembali menatap Sabrina. “Well... at least we can give it a shot.” Usul Damiana sambil mengerdipkan mata kanannya.
“Yeah! Why not?” Saori menambahkan, “We have known each other for so long... so... well...”
“So what?” Sabrina tersenyum sambil pura-pura membentak, “So we can do the gangbang?”
Saori dan Damiana mengangguk-angguk dengan wajah gembira sambil menatap rekan seniornya itu.

Sabrina tidak terlalu ingat apa yang terjadi. Beberapa menit kemudian, tubuhnya telah menelentang di atas karpet ruang tamu tanpa tertutup apa-apa. Di atas kedua payudaranya yang telanjang itu, mulut-mulut Saori dan Damiana mengulum kedua puting susunya. Nghh... Sabrina memejamkan mata dan menikmati rangsangan dari kedua roommate-nya. Biasanya, kedua gadis itu memperlakukannya dengan penuh respek, namun kali ini mereka seperti menganggapnya boneka pelampiasan nafsu.

Who cares?” Pikirnya, “I’m hot and I wanna cum tonite!”
“Uhkkk...” Sebuah erangan lirih akhirnya muncul dari bibir tipis Sabrina.

Damiana dan Saori dengan girang menatap ekspresinya. Tangan-tangan Sabrina bergerak menggerayangi tubuh kedua roommate-nya yang juga telanjang itu. Kulit putih mulus Saori dan kulit putih bersemu pink milik Damiana terasa begitu halus dan kontras, karena Saori memiliki tubuh lembut dan mungil sementara Damiana memiliki tubuh atletis dan berotot sedikit lebih keras daripada tubuh Sabrina yang memiliki six-pack samar di perutnya. Kini Saori memilin-milin kedua puting susu Sabrina yang sensitif dan telah mengencang itu sambil menjilati lehernya yang jenjang.

“Oooh, Brinaa... you are damn beautiful... like an angel!” Rayu gadis Jepang itu sambil menjilati tulang rahang Sabrina yang kini terpejam-pejam menahan nikmat.
Damiana membenamkan wajahnya di antara kedua paha Sabrina yang terkangkang lebar. Lidahnya yang ‘berpengalaman’ itu menjilati tempat yang tepat seputar bibir vagina Sabrina, membuat pemiliknya makin terangsang dan menggeliat-geliat. Bermenit-menit lamanya kedua gadis itu merangsang Sabrina. Sabrina merasakan tubuhnya melayang-layang dibuai kenikmatan. Di otaknya, terbayang professor Jayne Lee.

Inilah yang dirasakannya saat menyentuh dirinya sendiri”, pikir Sabrina. “Begitu nikmat dan menghanyutkan”.

Wanita itu memekik tertahan saat Damiana memasukkan jari ke dalam vaginanya.
“Ahkkk... Ohhh...” Sabrina mengerang-ngerang saat jemari Damiana bermain dengan lincah dalam tubuhnya dan mulut Saori dengan rakus mengisap-isap puting susunya. Kenikmatan terasa membelai sekujur tubuhnya. Ia menggelinjang-gelinjang tanpa arti karena Saori menindih tubuhnya. Akhirnya Sabrina pasrah, membiarkan kedua roommates nya mengantarnya ke puncak kenikmatan.

“I-I’m gonna... I’m gonna cumm...” Sabrina mendesah-desah dengan tubuh mengejang-ngejang.

Kedua gadis itu kian bersemangat merangsangnya... Ia mencoba bertahan... namun sesuatu terasa merenggut energinya, meledak dalam dirinya. Membuat tubuh indahnya mengejang keras sebelum akhirnya terkulai bermandikan keringat. Damiana dan Saori menghentikan aktivitasnya dan menatap ke arah ‘korban’ mereka. Tubuh telanjang Sabrina tergolek terengah-engah di atas karpet. Warna kulitnya yang putih bersih terlihat kontras di atas karpet berwarna biru tua itu. Kedua payudara dengan puting-puting kemerahan yang masih mencuat keras itu terlihat naik turun seiring nafasnya yang terengah-engah.
“Is she...still alive?” Tanya Saori sambil sesekali menyipit karena kini Damiana sedang meremas-remas kedua payudaranya dari belakang.
“She’s fine.” Jawab Damiana sambil terus meremas-remas payudara Saori dan menjilati tengkuknya,
“Maybe fainted, but she’s fine.”
“I’m not fainted.” Sabrina membuka mata dengan sayu. “It took a man to knock me out... but you gals knocked me down... that was great.”
“Oh, beautiful.” Komentar Damiana sambil terus merangsang Saori, yang kini tak lagi mampu berkomentar karena mengerang-ngerang keenakan.

Tangan kanan Damiana meremas salah satu payudaranya sementara tangan kiri gadis Spanyol itu ‘menjajah’ vaginanya, membuat cairan dari dalamnya terciprat-ciprat keluar membasahi karpet. Sabrina memiringkan tubuhnya memandangi Saori yang tengah menjadi ‘korban’ pelampiasan nafsu Damiana.

Kedua anak ini baru saja meniduriku”. Pikirnya. “There goes my virginity in this fuckin’ country”.

Ia tersenyum dan menonton adegan demi adegan berlalu, hingga ketiganya terlelap telanjang di atas karpet sampai keesokan harinya.

########################

Tatapan iri dan ucapan selamat datang silih berganti usai Jayne Lee membawakan kuliah umum pertamanya sebagai seorang professor. Meski pada awalnya banyak yang meragukan dirinya, namun wanita itu berhasil membuktikan bahwa dia bukan orang sembarangan. Birokrasi rasis di negaranya tidak mampu menutup fakta bahwa ia memang berkemampuan jauh di atas rekan sejawatnya. Namun di tengah kesuksesan itu, Jayne Lee menyimpan sebuah rahasia; pertama, ia meragukan orientasi seksualnya, apakah ia lebih suka pada pria atau wanita, dan kedua, ia menyadari bahwa dirinya memiliki gejala ‘ingin mendominasi’ yang cukup parah . Itu sebabnya ia memiliki seorang psikolog pribadi, dan sebagai seseorang yang cenderung ingin mendominasi, ia memilih seorang doktor berprestasi cemerlang di bidang psikoanalisis yang juga seorang koleganya.

###########################
Jayne Lee

Kerja keras dan semangat tinggi membuat Jayne Lee berhasil meraih gelar professor penuh setelah memegang gelar associate professor selama hanya dua tahun. Di usianya yang baru 35 tahun, itu adalah hal yang luar biasa, meski ia harus memalsukan umurnya empat tahun lebih tua. Usai menyelesaikan studinya di Amerika, sebenarnya Jayne tidak ingin pulang ke Malaysia. Ia tahu bahwa hidup akan lebih sulit di negara asalnya itu. Apalagi rezim pemerintahan rasis yang sok religious itu terus menghambat sukses orang-orang dari ras non-melayu. Dengan kerja kerasnya, ia berhasil menduduki posisinya sekarang, dimana proyek riset berbiaya tinggi akan dengan mudah mengalir padanya. Sejak tiga tahun lalu, fakultasnya membiayai sejumlah mahasiswa asing berprestasi tinggi untuk melakukan penelitian dan mengangkat nama universitas. Sebagai seorang oportunis, Jayne Lee memilih untuk memanfaatkan situasi. Ia bekerja sama dalam sebuah riset dengan seorang mahasiswa asing asal Indonesia yang cerdas, pekerja keras, dan berpikir out-of-the-box. Mahasiswa itu menyelesaikan PhD dalam waktu singkat, dan kini bekerja di universitas itu sebagai seorang post-doctoral researcher. Hubungan profesional mereka lambat laun berubah menjadi persahabatan, dan Jayne menjadikan pria itu sebagai psikolog pribadi, tempat berkeluh kesah. Ego dalam diri Jayne membuatnya tidak memilih sembarang orang untuk itu, dan sosok Dr Deetou Prihad sangat tepat baginya. Beberapa bulan lalu, ia duduk di kantin dengan pria bertubuh raksasa itu sambil mengamati gelombang baru penerima beasiswa khusus.
“Whoa, that one looks great!” Ujar Deetou, warga Indonesia berdarah campuran Afro-Asia itu saat melihat seorang mahasiswi S3 baru bertubuh jangkung berparas sangat cantik.
“Wow... you’re damn rite!” Jayne menimpali.

Pria berkulit gelap itu mengetahui sisi pribadi Jayne yang masih bingung akan orientasi seksualnya, dan sebagai seorang doktor di bidang psikologi, Deetou berusaha membantunya menemukan jatidiri.
“I wish I could be her supervisor.” Tambah Jayne. Hingga aku bisa sesekali berkencan dengannya.
“Hehe... Are you set for a competition with me?” Canda Deetou sambil mencolek lengannya.
“I bet she’ll be scared of you!” Balas Jayne sambil menatap tubuh Deetou dari atas ke bawah.

Pria itu memang memilih binaraga sebagai aktivitas sampingan, dan itu terlihat dari ukuran otot-ototnya yang sangat mengintimidasi. Percakapan beberapa bulan lalu itu masih terngiang di telinga Jayne hingga sore ini. Dibukanya sebuah file Power Point pada desktop di PC nya, dan ia menikmati slide-show berisi foto-foto gadis pujaannya itu. Sabrina Yuzuki... nama itu terdengar eksotis di telinga Jayne. Ia berterimakasih atas kerjasama Deetou dalam mengumpulkan foto-foto wanita cantik itu. Ia tahu bahwa Deetou dan dirinya memiliki minat yang sama pada Dr Sabrina Yuzuki, seorang mahasiswi PhD yang sudah harus dipanggil doktor karena sudah menyelesaikan proposal.

Awalnya ia berencana untuk meninggalkan kantor, namun niatnya terhenti setelah ia menatap foto-foto Dr Yuzuki. Tanpa sadar, ia mulai menyentuh dirinya sendiri. Perlahan-lahan dibukanya kancing kemejanya satu per satu... dibayangkannya tangan Dr Yuzuki terselip ke balik bra dan meremas-remas payudara... Uhh... nikmat sekali... Ia terus merangsang diri sendiri sampai akhirnya ia tak tahan untuk tidak menjejalkan jari pada vaginanya. Untuk beberapa saat ia terlena dalam permainan pribadinya... sampai ia mendengar suara sesuatu di luar kantornya... suara sebuah benda berat digeser di atas lantai.
“Ahh... who cares! I am making love with Dr Yuzuki” ia melanjutkan fantasinya hingga beberapa menit kemudian ia mendengar pintu ruang kerjanya diketuk.
Dengan buru-buru ia merapikan pakaian dan membereskan rambut panjangnya yang kusut masai tadi, dan melangkah ke pintu.
“Oh, Deetou... what’s up?” Ujarnya saat membuka pintu.

Beberapa tahun tinggal di Amerika membuat bahasa Inggrisnya sudah tidak lagi terdengar seperti orang Malaysia yang beraksen ngawur. Ia agak kaget mendapati tubuh besar Deetou berdiri di depan pintunya dengan wajah girang yang aneh.
“May I come in?” Deetou melirik ke kiri kanan seolah memastikan koridor kosong.
“Sure, please do.” Jayne mempersilakan kolega favoritnya untuk masuk.
“Whoaa... enjoying your quality time alone again?” Goda Deetou saat melihat ke layar monitor di PC Jayne yang masih menayangkan slide-show Sabrina Yuzuki.
Jayne menghela nafas, “Well... old habit of mine.” Desahnya, “I can’t stand her... I wanna know her! I wanna get to know her better... in a project, or a research, or even a date!” Cerocos Jayne kekanak-kanakan.
“Wow... are you hot now?” Deetou meraih bra yang masih tergeletak di atas meja sambil tersenyum.
“Naughty boy! Givvit to me!” Jayne berusaha meraih bra nya dari tangan Deetou yang dengan lincah melemparkannya ke kiri kanan.
“I can see your titties harden! Ooooh...” Goda Deetou sambil menatap ke arah kemeja tipis Jayne yang tak becus menutup kedua puting susu di baliknya.

“Yes, I am hot now.” Bisik Jayne sambil duduk di atas meja kerjanya, di hadapan Deetou yang duduk di kursi. “...and I’m still confused about my orientation.”
“Oh well, what can this psychoanalyst do for his best client?” Tanya Deetou bercanda sambil meletakkan tangan di paha Jayne.

Hubungan kedua orang itu memang tampak sudah cukup jauh, lebih jauh dari sekedar kolega. Jayne malah melepaskan kancing kemejanya satu per satu di depan Deetou.

I want an orgasm, and I want it now!” Pikir Jayne. “Deetou... do you remember that night in Shanghai?”
Deetou teringat saat ia dan Jayne ditugaskan untuk sebuah konferensi ilmiah di Shanghai tahun sebelumnya, saat ia masih berposisi sebagai mahasiswa S3, dan Jayne masih berposisi sebagai associate professor. Saat itu keduanya memilih untuk sedikit bermewah-mewah dan menggunakan budget dua kamar hotel standard untuk menyewa sebuah kamar suite... dan malam itu juga mereka mengumbar nafsu satu sama lain, bercinta habis-habisan selama dua malam... untuk kemudian menjalin hubungan persahabatan dan tidak lagi mengulanginya.

Ya, aku ingat malam itu... mau lagi?” Pikirnya.
Jayne melemparkan kemejanya ke lantai, membiarkan tubuhnya yang berkulit kuning cerah itu kini terpampang di depan Deetou. Ia memiliki perut dan pinggang yang ramping dan sepasang payudara yang sebenarnya tidak terlalu besar namun padat dan kenyal. Lehernya yang jenjang menyangga wajah cantik berhidung cukup mancung dan bermata bulat, berbeda dengan wajah wanita oriental lainnya. Rambutnya lurus dan panjang sebahu dicat coklat, menambah eksotis penampilannya.
“I’m not confused now, Doc.” Goda Jayne sambil meraih tangan Deetou dari pahanya, “I’m sure that I want a man... a big muscular Afro-Asian dude now.” Ia meletakkan tangan pria itu pada payudara kanannya dan sedikit menyipit merasakan hangatnya.

Deetou bangkit dari kursinya dan melangkah ke arah pintu. Ia mematikan lampu hingga ruang kerja Jayne menjadi temaram, hanya diterangi oleh lampu koridor yang masuk dari lubang angin tertutup kaca di atas pintu.

Tidak ada lagi yang bisa mengintip kemari”, pikirnya. Karena beberapa menit sebelumnya ia memergoki seseorang berdiri di atas kursi dan mengintip ke dalam ruang kerja Jayne. Dan ia tahu betul siapa si pengintip!
Jayne tidak melawan ketika Deetou melepaskan rok dan celana dalamnya. Ia hanya mengerang saat Deetou dengan ringan mengangkat dan menyandarkan tubuhnya di dinding... Ia merintih saat ciuman pria itu menghujani lehernya... bahunya... dan bukit-bukit payudaranya.
“Ohh... Deetou... m-my nipples...” Pinta Jayne saat lidah Deetou melingkar-lingkar di payudaranya, tanpa menyentuh puting susu sedikitpun. “Don’t tease me... Ahkkk....”
Jayne mengelinjang sambil menjerit tertahan saat merasakan puting susunya tertangkap oleh mulut Deetou.

Ahh, enak sekali... aku tidak peduli pria atau wanita... yang jelas ini amat nikmat”, pikir Jayne sambil mengerang-ngerang.

Kedua puting susunya kini mengacung tinggi dan berada dalam jemari Deetou yang memilin-milin lembut. Kepribadian Jayne yang cenderung dominan membuatnya merasa ‘tak berdaya’ saat Deetou merengkuh tubuhnya dari belakang dan memainkan puting-puting susunya dengan jari. Perasaan tak berdaya itu terasa amat merangsangnya. Berada dalam dekapan tubuh raksasa itu dalam posisi membelakangi memang terasa amat menantang. Ia tak tahu kapan dan dimana rangsangan akan datang, ia hanya menerima, menerima, dan menerima rangsangan yang nikmat. Deetou menjilati tengkuk indah Jayne dari belakang sambil memilin-milin puting susu dan meremas payudaranya yang kenyal dan padat. Rintihan dan erangan pasrah sang professor membuat ego lelakinya melambung tinggi.



Aku sedang mendominasi sang professor!” Pikir Deetou dalam khayalnya.
Setiap pria memiliki hasrat tersembunyi untuk menaklukkan seorang wanita berkedudukan tinggi, dan saat ini Deetou sedang mendapatkannya. Ia merangsang Jayne habis-habisan hingga terengah-engah dan vaginanya melelehkan cairan hingga membasahi paha.
“Ohh... Deetou... f-fuck me now...” Bisik Jayne tak tahan akan rangsangan itu.

Vaginanya yang berdenyut membuatnya makin penasaran ingin mendapatkan sentuhan di ‘dalam sana’. Namun Deetou tak kunjung menyentuhnya... pria itu hanya merangsang leher, pinggang, punggung, dan payudaranya... dan itu sudah cukup untuk membuatnya kewalahan menahan datangnya orgasme.

Deetou

Deetou melepaskan tubuh Jayne sejenak untuk membuka pakaian. Dengan mata sayu dan penuh nafsu, Jayne menatap betapa tubuh raksasa itu tertimpa cahaya dari luar ruangan, membuat otot-ototnya yang besar dan nyaris sempurna itu tampak makin merangsang. Aku dikagumi oleh seorang alpha-male! Pikirnya. Sisi lelaki dalam jiwa Jayne membuatnya suka mendominasi pria maupun wanita yang terlihat superior, lebih kuat, atau lebih berprestasi. Kedua insan dalam ruangan itu memiliki penyakit psikologis yang sama... keduanya adalah Alpha-Male dan Alpha-Female, kepribadian yang selalu ingin mendominasi ‘mangsa’ yang lebih kuat. Jayne setengah berbaring di meja kerjanya sambil mengangkangkan kaki, membiarkan vaginanya yang telah basah dan berdenyut itu tertimpa cahaya dari luar, berkilat-kilat dengan indahnya, terbingkai oleh sepasang paha mulus yang jenjang dan berlumuran cairan dari kemaluannya.

“Fuck me... here and now...” Bisik Jayne.

“I’m fucking you, Jayne Lee...” Jawab Deetou sambil membimbing penisnya ke arah vagina sang professor. Otot-otot dadanya yang keras mendapat jilatan-jilatan rakus dari lidah Jayne yang sedang dipenuhi nafsu birahi. Jemari lentik Jayne meraba otot-otot eight-pack di perut Deetou, biceps dan triceps yang terpahat jelas, dan penis yang tampak gagah dan besar itu.

“Ouhggggg....” Jayne memekik sambil mendongakkan wajah yang terpejam dan gigi yang menggeretak serta bibir ternganga. Ekspresinya seperti sedang menahan rasa sakit, meski yang ditahannya adalah nikmat yang amat sangat. Vaginanya terasa penuh terjejali kejantanan Deetou, tekstur penis yang agak kasar itu menggerus dinding dalam liang kemaluannya yang telah licin oleh cairan pelumas. Semua logika lenyap dari kepala Jayne, ia menggerakkan tubuhnya dengan liar memburu puncak kenikmatan.

“You are fucking me, Doc! Ahkkk... Ohhggg...” Erang Jayne sambil menahan nikmat yang berlebihan pada vagina dan payudaranya yang tak henti-hentinya dirangsang oleh Deetou. “You are fucking me, Big Man! Yesss, you fell for me and fucking me now!” Suara hati Jayne melambungkan egonya, menambah kenikmatan.
Deetou membuka mata lebar-lebar sambil terus menyodok-nyodokkan penisnya serta memilin-milin puting susu Jayne yang makin membengkak. Ditatapnya tubuh langsing dan wajah cantik Jayne menggeliat-geliat keenakan dengan ekspresi tak berdaya menahan nikmat.



“Profesor muda yang cantik dan berprestasi ini sedang menggelepar pasrah... pada AKU! Ya, AKU membuatnya pasrah! Tak berdaya!” Ego Deetou berbisik membuatnya kian bergairah membuat Jayne ‘tersiksa’ oleh perbuatannya... “dan struktur tubuh Jayne begitu mirip dengan 'dia'..hanya sedikit lebih pendek.” Bisikan ego Deetou kembali muncul, mengingatkannya pada seorang wanita yang selama ini dikaguminya.
Meski Jayne berusaha bertahan, masturbasi yang dilakukannya beberapa saat lalu membuat tubuhnya tak lagi mampu menahan orgasme. Wanita itu berusaha memegangi lengan Deetou untuk memperlambat gerakannya, namun ia gagal. Tak berdaya, ia membiarkan dirinya tersambar oleh orgasme dahsyat. Sangat dahsyat hingga ia merasakan energinya terpancar keluar lewat vaginanya yang tiba-tiba terasa kosong karena Deetou mencabut penisnya.
“Ohggg... why? Ahkkkk...” Jayne tampak bingung sedetik, namun kembali menggelinjang dan mengerang saat vaginanya memancarkan cairan bening. Semburan itu begitu kuat memancar cukup jauh hingga membasahi lantai. Jayne sempat melihat semburan itu sebelum tubuhnya terasa begitu lemas... ia berusaha untuk tetap sadar, namun Deetou kembali menancapkan penisnya, membuat Jayne kewalahan dan jatuh pingsan seketika itu juga. Melihat lawannya terkulai tak berdaya, Deetou tersenyum dan mengenakan kembali celananya, membiarkan penisnya yang tegar itu tetap tegar tanpa mengeluarkan apa-apa. Egonya telah terpuaskan melihat ‘air mancur’ itu memancar dari tubuh Jayne, seperti tahun lalu di Shanghai. Egonya telah terpuaskan karena berhasil ‘memukul KO’ lawan yang terkenal berkepribadian dominan itu. Ia duduk di kursi sambil memainkan Blackberry playbooknya, menunggu Jayne siuman. Cukup lama kemudian, Jayne telah pulih dan mulai mengenakan pakaiannya. Lampu ruang kerja telah kembali dinyalakan hingga Deetou bisa melihat keindahan gerak tubuh Jayne saat mengenakan pakaiannya.
“You knocked me out, eh?” Ujar Jayne sambil tersenyum, “Are you happy now?”
“Yes... But I need my own finishing touch now.” Bisik Deetou sambil mengecup kening Jayne.
“I can suck it out if you want.” Bisik Jayne menawarkan sebuah blowjob.
“Why not?" Jawab Deetou sambil membuka resleting celana dan mengeluarkan benda besar dari dalamnya.
Jayne berlutut di depan Deetou dan melakukan kerjanya, mengulum kejantanan besar itu... dengan niat untuk membalas kekalahannya. Jayne menghabiskan waktu hampir setengah jam untuk ‘mengeluarkan’ isi kejantanan pria itu, dengan perasaan penuh kemenangan.

##################################

Tanpa terasa, matahari sudah tenggelam. Jam kerja sudah lama usai. Dr Deetou Prihad tampak tergesa-gesa menyimpan semua file risetnya dalam external hard-disc dan mengemasi meja kerjanya. Sesaat sebelum keluar, ia menatap berkeliling ke dalam ruang kerjanya yang serba putih. Sebuah kulkas menghiasi salah satu sudut, di atas kulkas itu berjajar botol-botol suplemen protein. Di samping kulkas itu berjajar rapi beberapa dumbbell berbagai ukuran, yang biasa digunakannya saat ia membaca artikel psikologi yang diproyeksikan ke dinding dengan sebuah proyektor. Pria berdarah campuran Afrika-Jawa itu membuka pintu untuk beranjak pulang, namun langkahnya terhenti saat ia melihat sebuah pemandangan tidak wajar. Di depan kamar kerja kolega terbaiknya, tampak seseorang sedang berdiri di atas kursi, mengintip ke dalam. Meski terlalu gelap untuk melihat dengan jelas siapa orang itu, namun ia hafal betul lekuk liku indah tubuh jangkung si pengintip. Dr Sabrina Yuzuki, sedang apa kamu? Pikir Deetou sambil terus mengamati. Setelah si pengintip beranjak pergi, ia mengetuk pintu yang baru saja diintip, untuk kemudian mendapatkan sesuatu yang amat melambungkan egonya.

####################################

Sebenarnya sudah sejak lama Deetou ingin meninggalkan negeri itu. Sikap sebagian orangnya yang cenderung rasis dan malas membuatnya gerah, dan gelar PhD yang baru saja diraihnya cukup menjanjikan untuk dipakainya mencari pekerjaan di negara lain yang lebih modern dan orang-orangnya berpikiran maju. Namun sesuatu menghalangi niatnya. Seseorang berkedudukan tinggi memintanya untuk menjadi rekan kerja, sekaligus psikolog pribadi. Orang itu jugalah yang meminta pada fakultas untuk memberikan kontrak pada Deetou selama 2 tahun sebagai post-doctoral researcher. Deetou tidak menyia-nyiakan peluang, apalagi dia mendapat bayaran cukup besar untuk itu. Ia menerima tawaran tersebut dan mulai melakukan riset-risetnya, baik secara profesional maupun 'pribadi'. Salah satu risetnya yang paling pribadi adalah observasi pada seseorang dengan kepribadian amat dominan yang mengalami kebingungan orientasi seksual. Orang itu jugalah yang meminta pihak universitas untuk mengontraknya... Professor Jayne Lee. Meski Deetou menganggap Jayne Lee sebagai sahabat dan klien, ia juga memperlakukan Jayne sebagai bahan penelitian. Ia mengamati serta mencatat perilaku, pola pikir, dan kebiasaan Jayne untuk dijadikan sebuah artikel penelitian yang akan bernilai tinggi nantinya. Ia baru saja bercinta dengan Jayne Lee saat itu , atau lebih tepat disebut sebagai 'membiarkan klien mengumbar nafsu padanya' sebagai bagian dari risetnya. Ia mengingat semua perilaku, sikap, dan kata-kata Jayne untuk kemudian dicatat dengan rapi pada Blackberry Playbook yang selalu dibawanya. Ia bahkan merekam video wanita itu tergolek lunglai dengan tubuh penuh peluh dan sesekali mengejang-ngejang setelah mendapatkan orgasme.
"Yo, Bro! Whatsup?" Sapa seorang bartender yang belakangan ini menjadi sering melayani Deetou di bar langganannya yang terletak di sebuah mall.
"Cool, as usual." Jawab Deetou singkat sambil memesan sebotol air mineral. Baginya minuman beralkohol memang menyenangkan, namun fokusnya pada binaraga membuatnya meninggalkan kebiasaan itu. “Anything new in life?”
“Seems that you're getting closer to the bitch, eh?” Jawab pemuda Nigeria itu. “Are you hooked up to her?”
“The bitch? Which one?” Jawab Deetou sambil tertawa. “She’s one of my colleagues, nothing special.”
“Many people want her down, you know that?” Si bartender berbisik waswas, “You better be careful, bradda!”
“Cool eyes, eh?” Deetou memuji 'hasil observasi' pemuda itu.
“Da boss wanna talk to ya, by da way!” Ujar si bartender dengan aksen Black English yang kental sambil menyodorkan sebuah ponsel dan mempersilakan Deetou masuk ke ruang kantor di belakang bar. “Looks like he’s into your bitch.”

Dengan rasa waswas Deetou memencet beberapa nomor di ponsel itu. Dia tahu betul, bahwa dia berada di negara ini tidak hanya untuk bekerja di universitas. Ada isu yang lebih penting dari sekedar ‘mengasuh’ seorang megalomaniak narsis yang mempertanyakan orientasi seksual... Singkatnya, Deetou bukan hanya seorang akademisi.
“Yo, Boss... you want me?” Deetou berbicara lewat ponsel itu.
“How's the babysitting job?” Tanya suara seorang pria beraksen British di sambungan telepon itu.
“She’s cool. I’m all over her.” Jawab Deetou, “You got another eyes in the office? The bartender told me that someone saw me with her.”
“We have more eyes than you know, Preehad.” Jawab lawan bicaranya, “Just make sure that you are still focused on the other part of the job.”
Tidak biasanya si ‘Boss’ menelepon dengan nada seperti ini, ada apa? “I can sense some escalation in this job, is that true?” Tanya Deetou mencoba menganalisis.
“Some local bigshots are trying to take your baby down.” Jawab suara itu lagi, “Because they want to inject some more bearded bros in your place.”
“Really?” Deetou terdengar ragu. Sekelompok orang lokal berkedudukan tinggi ingin menggeser posisi Jayne dan memasukkan lebih banyak orang timur tengah ke Malaysia lewat fakultasnya. Kepalanya yang licin tak berambut itu mulai bekerja lebih fokus, “What are their plan?”
Lawan bicaranya menjelaskan lebih jauh sebelum Deetou meninggalkan ruang di belakang bar itu dan mengembalikan ponsel pada si bartender. Pria bertubuh raksasa itu berjalan keluar bar dengan pikiran sibuk. Beberapa bulan sebelumnya, Deetou menyelesaikan risetnya bersama Jayne dan menunjukkan prestasi yang amat luar biasa, hingga Jayne mendapat kedudukan professor. Di balik proyek itu, sebenarnya ia memiliki tujuan lain, yaitu mengurangi jumlah ‘orang mencurigakan’ yang diselundupkan ke Asia Tenggara melalui jaringan universitas. Posisi Jayne sebagai professor membuatnya memiliki hak veto untuk menolak sejumlah calon mahasiswa S2 dan S3 yang dianggap tidak berprestasi, sulit berbahasa Inggris, dan berpotensi untuk menjadi ‘tidak berguna’ di fakultas. Di sisi lain, sejumlah petinggi fakultas berkebangsaan melayu adalah ‘pemuja jenggot’ yang berusaha menerima mahasiswa-mahasiswa berpotensi terorisme untuk masuk ke dalam fakultas. Merekalah yang kemudian menjadi pelatih militer teroris di Aceh dan otak serangan-serangan di Indonesia, Thailand, dan Filipina. Dan kini, dengan alasan ras dan religi, kelompok petinggi melayu itu berencana menggeser posisi Jayne agar ‘kelompok berjenggot’ lebih mudah masuk, dan para melayu itu melakukannya tanpa sadar akan bahaya yang mungkin dihadapi. Deetou sadar bahwa ia direkrut oleh MI6, dinas intelijen Inggris, untuk mencegah terjadinya pengulangan peristiwa seperti bom di Bali beberapa tahun silam, yang melibatkan sejumlah petinggi universitas di Malaysia. Sejak peristiwa itu, MI6 menempatkan banyak free-agents di universitas-universitas ternama di Malaysia, dan salah satunya adalah Deetou Preehad. Pikirannya melayang ke saat di mana ia menghadiri sebuah konferensi di Shanghai.

###########################
“Doctor Preehad, whatta tremendous presentation.” Sapa seorang wanita kaukasoid dengan aksen British saat Deetou usai mempresentasikan papernya. “May I have some words with you?”
Saat itu Deetou masih berkedudukan sebagai mahasiswa S3 yang sedang memburu karir untuk bekerja di universitas terkemuka di negara maju. Ia menurut saja saat wanita itu membawanya ke lobby hotel untuk bertemu dua orang pria lain, yang juga bicara dengan aksen Inggris kental.
Ketiga orang Inggris itu menyatakan kekaguman mereka pada prestasi Deetou, dan mengisyaratkan sedikit ‘tekanan’ dengan cara memberitahukan bahwa mereka mengenal dirinya sampai ke detail yang sekecil-kecilnya; kebenciannya pada orang melayu, ketertarikannya pada psikologi, nasionalisme yang tinggi terhadap Indonesia, sampai pada penyakit psikologis yang dideritanya.
“Obsessive-Compulsive, Narsisstic Behavioral Disorder.” Ujar wanita Inggris itu sambil tersenyum dan menatap mata Deetou dalam-dalam. “We knew a lot of thing about you, and we think that you are the perfect man for the job.”
“What do you want from me, and how much will I get paid?” Deetou langsung melakukan tawar menawar. Ia tahu bahwa ketiga orang ini bukan orang sembarangan, dan tugas yang akan dibebankan padanya bisa saja adalah tugas berbahaya ala James Bond.

#################################

Sejak malam itu, Deetou telah secara ‘resmi’ menjadi bagian dari dinas intelijen rahasia Inggris. Tugas utamanya adalah memantau dan membatasi gerak-gerik ‘orang-orang mencurigakan’ di lingkup pulau tempat universitasnya berada. Sekembalinya dari pertemuan kecil namun penting itu, Deetou mendapat ‘sambutan meriah’ di kamar suite tempat ia menginap di hotel itu. Dr Jayne Lee, rekan sekamarnya membukakan pintu dan langsung mendekap dan menciumi bibirnya dengan liar dan penuh nafsu.
“Hey, Doc... whats’ up? What’s up?” Ujar Deetou kebingungan saat ciuman Jayne terlepas.
“I...I...can’t hold it any longer, Deetou...” Jawab Jayne sambil tetap mendekap erat lengan-lengan Deetou yang besar itu. “Looking at you answering those questions successfully turned me on! I don’t know why....” Aku melihatmu mematahkan argument dari ilmuwan-ilmuwan kelas dunia, dan itu membuatku begitu bergairah... Pikir Jayne dalam hati. Aku harus memilikimu! Aku harus menundukkanmu, karena kamu seorang superior!
Kepala licin Deetou berpikir cepat dan langsung kembali mendekap tubuh ramping Jayne. Diciuminya leher dan pundak wanita itu, dijilatinya hingga berkilat-kilat. Deetou sadar sebuah gejala psikologis sedang kambuh dalam diri Jayne, gejala untuk ingin mendominasi. Kemampuan Deetou mematahkan sanggahan dari ilmuwan-ilmuwan kelas dunia membuat Jayne melihatnya sebagai seorang superior, dan kini Jayne ingin menaklukannya dengan cara merayunya hingga ke atas ranjang. Sambil terus berciuman, keduanya menelanjangi diri masing-masing, untuk kemudian saling memandang dengan mulut ternganga. Jayne mengagumi otot-otot Deetou yang terbangun dengan sempurna, nyaris tanpa lemak, dan simetris... Sementara Deetou mengagumi bentuk tubuh Jayne Lee yang langsing serba panjang dan wajah cantik serta leher dan payudara yang sangat indah. I want that body! Keduanya berpikir serentak. Keduanya bergumul di atas ranjang King Size sambil sesekali menatap ke arah cermin di atas plafon. Memang pemandangan di cermin itu tampak luar biasa. Seorang pria berkulit legam dengan otot-otot besar dan keras sedang menggumuli seorang wanita cantik bertubuh sempurna berkulit putih kekuningan. Warna kulit mereka yang kontras membuat pemandangan itu makin sempurna.
“Ahkkk...” Jayne mengerang saat mulut Deetou menangkap puting susunya. Tidak hanya itu, lidah pria itu menjilat dan membelai dengan cara yang tidak pernah dialami Jayne sebelumnya. Begitu kuat, namun juga lembut dan cepat. Sejenak wanita itu tak mampu bergerak untuk merangsang Deetou karena ia sendiri harus berjuang menahan rangsangan.

Melihat lawannya sedikit kewalahan, Deetou tahu apa yang harus dilakukan. Diangkatnya tubuh Jayne ke atas tubuhnya. Pria itu berbaring telentang di ranjang, sementara Jayne telentang di atas tubuhnya, membuat Jayne terekspos pada pemandangan di cermin langit-langit, di mana kepribadian dominannya membuat wanita itu lebih terfokus untuk melihat pada dirinya sendiri, bukannya bayangan si pria. Dalam posisi seperti itu, Jayne tak dapat mengantisipasi di mana rangsangan akan tiba, dan ia terpaksa melihat sendiri ekspresi wajahnya saat mengerenyit-ngerenyit menahan nikmat, plus tubuh telanjangnya yang menjadi bulan-bulanan rangsangan Deetou. Deetou menjilati tengkuk dan pundak Jayne tanpa terhalang rambut karena saat itu rambut Jayne masih pendek seleher. Kedua tangan Deetou mengepal-ngepal payudara Jayne sambil menjentik-jentik puting susunya, sementara kedua kaki-kaki berotot milik Deetou menjepit kedua tungkai jenjang milik Jayne hingga wanita itu tak mampu meronta melepaskan diri saat rangsangan yang diterimanya kian menjadi-jadi.

Beginilah rasanya didominasi!” Pikir Deetou seolah memberikan pesan telepatis pada Jayne.
Jayne menatap ke arah cermin dan mendapati kedua payudaranya yang kenyal itu teremas-remas oleh tangan legam, sementara puting susunya yang telah mengencang itu terjentik-jentik oleh jemari berukuran besar. Ia bahkan bisa melihat sendiri wajahnya menyatukan alis di kening, menyipitkan mata, dan bibirnya melenguhkan erangan pasrah. Ia tak mampu bergerak selain menggeliat kecil dan mendongakkan kepalanya. Kenikmatan itu kian menjadi-jadi saat penis Deetou menggesek bibir vaginanya dari belakang. Kemaluan Jayne langsung melelehkan cairannya. Lehernya terasa begitu kegelian mendapat jilatan-jilatan liar dari mulut Deetou pada tengkuknya, kedua puting susunya terasa amat nikmat saat berada dalam jemari Deetou yang memilin-milin. Sementara bibir vagina dan klitorisnya tergesek-gesek oleh paha Deetou yang diselipkan dari belakangnya. “

Ohh... Deetou... Ahhh.... Ahhhh.... Nghhhh...” Erangan dan desahan Jayne terdengar tak terhenti saat ia makin tak mampu menahan rangsangan yang mendera dirinya. Ia begitu ingin mendominasi permainan, namun Deetou tak memberinya peluang, sementara kenikmatan terus datang membuat Jayne merasa tubuhnya makin lemah.
“Ohh... D-Deetou... P-Pleaseee...” Akhirnya mulut Jayne mengucapkan kata yang paling jarang diucapkannya selain permintaan maaf.
“Please what, Doc?” Bisik Deetou pada telinga yang langsung dijilatinya hingga Jayne kian mabuk kepayang. “Say it clearly and loudly.”
“Please...d-do itt... Ahkkk.” Jayne mengerang tertahan saat salah satu tangan Deetou beralih ke vaginanya dan sebuah jari menyusup masuk ke dalam liang becek itu.

“Please do WHAT?” Deetou terdengar setengah membentak sambil menjilati leher dan rahang Jayne serta mempercepat gerakan jemarinya pada puting susu dan vagina wanita itu.
“F...Fuck me...” Rintih Jayne lirih sambil memejamkan mata menahan rasa malu.
“I can’t hear you?” Jawab Deetou, “Open your eyes and say it loudly!”
“PLEASE FUCK ME!” Akhirnya Jayne berteriak memohon, “I-I can’t stand it anymore... you... you had me... please fuck me nowww... pleaseee...” Erangannya tak lagi terkontrol. Egonya nyaris hancur berantakan karena ia telah memohon. Bagi orang dengan kepribadian seperti itu, memohon adalah hal yang tabu... namun kali ini Jayne harus tunduk pada tubuhnya yang telah terangsang hebat dan menginginkan penuntasan.
Deetou tidak langsung menuruti permintaan Jayne. Pria itu terus mengocokkan jari dalam vagina Jayne yang makin membanjir, terus menjilati wajah Jayne yang berusaha untuk tidak menatap cermin di langit-langit, dan terus merangsang kedua puting susu Jayne dengan satu tangan.

Rasakan, Jayne... Rasakan nikmatnya didominasi orang lain... rasakan ini!” Pikir Deetou.
Jayne merasa kian kewalahan. Segala logika dan refleksnya untuk mendominasi telah hancur berkeping-keping. Wajahnya bermandikan keringat dingin, mengekspresikan ketidak berdayaannya untuk menahan rangsangan yang berlebihan itu. Matanya menyipit dengan kening berkerut, bibirnya ternganga meski giginya terkatup, bahkan untuk mengerang pun ia seperti tak lagi memiliki tenaga. Tiap kali Deetou merangsang puting susu atau vaginanya, tubuh ramping itu mengejang dan menggelinjang keras... Akhirnya... sambil mengejang-ngejang, vaginanya menyemburkan cairan bening.
“Female ejaculation...I got a female ejaculation,” pikirnya pasrah sambil membiarkan diri terhentak-hentak disambar kenikmatan.

Semburan-semburan dari kemaluannya kian melemah... lalu tubuh indah yang langsing dan ramping itu lunglai seperti handuk basah, sambil sesekali mengejang mengikuti denyut vaginanya. Deetou menghentikan gerakannya. Ditatapnya cermin di plafon, diamatinya tubuh lemas milik ‘korban’ nya. Terkulai lemas bermandikan keringat, dua paha terkangkang dan vagina merekah membanjir, serta wajah lemas yang terpejam dan ternganga tak sadarkan diri... mengekspresikan kekalahan dan kepasrahan total. Sejenak ego lelaki Deetou mendapat guyuran puas.
Pria itu membimbing kejantanannya masuk ke dalam vagina yang telah licin dan becek, lalu dengan tenaganya yang luar biasa, ia menggunakan tubuh lunglai Jayne sebagai alat masturbasi. Usai menuntaskan hasrat, Deetou bangkit dari ranjang dan mengamati lebih jauh tubuh indah yang lemas itu. Associate Professor Jayne Lee... seorang wanita berprestasi tinggi yang dikenal begitu dominan dan sulit dipatahkan... di mana kejujuran, kecerdasan, dan etos kerjanya membuat siapapun akan tampak seperti pemalas yang bodoh... kini terkulai pasrah, setelah awalnya berusaha merayu dan mendominasi. Deetou tersenyum puas sambil merekam kondisi Jayne yang ‘terkalahkan’ itu dengan fasilitas video di Blackberry Bold nya. Saat itu, ia terpikir untuk ‘menjadikan’ Jayne orang penting di fakultas demi melakukan pembatasan masuknya ‘teroris potensial’ ke Asia Tenggara melalui tempat kerjanya. Hari berikutnya, ia menjelaskan rencananya pada pihak MI6 dan mereka setuju. Dalam waktu singkat, prestasi Jayne langsung meroket dan menduduki posisi penting saat ini, dengan Deetou sebagai tokoh di belakang layar yang dengan leluasa mengendalikan situasi, seperti keinginan para ‘boss’nya di MI6. Deetou mengakhiri lamunan masa lalunya saat tiba di rumah. Kondominium mewah plus sebuah mobil pribadi, adalah ‘hadiah’ dari MI6 atas kesuksesan prestasinya membatasi gerak-gerik organisasi Al-Qaeda di pulau tempat kerjanya... juga kesuksesannya dalam bekerjasama dengan Interpol Indonesia untuk ‘mengeliminasi’ tokoh-tokoh ekstrimis lewat beberapa ‘kecelakaan kapal laut’. Pria itu sadar, sebuah tantangan lebih besar sedang terbentuk. Beberapa figur berpengaruh di universitas sedang berencana untuk mengganjal kesuksesan Professor Jayne Lee, dan itu berpotensi untuk mengurangi efektivitasnya dalam meredam dan menekan gerakan organisasi bawah tanah para teroris. Ia harus mengidentifikasi, siapa tokoh-tokoh itu, dan secepatnya menghilangkan gangguan. Apapun resikonya. Dinyalakannya Blackberry Playbook dan ditatapnya monitor 7 inch itu lekat-lekat. Monitor itu sedang menayangkan slide-show foto-foto Sabrina Yuzuki.


To be continued....

By: Ginger Ale
Sungguh Puaskah Istri Anda ?